Confession

141 14 16
                                    

Situasi ini. Taehyung sungguh tidak bisa mengatakannya. Tangannya sibuk menekan-nekan pahanya. Ia gugup.

"A-p, apa yang kau bicarakan." Taehyung sungguh belum bisa mengatakannya sekarang, ia ingin mengatakannya dengan cara yang romantis tidak dengan kegelisahan seperti sekarang.

"Aku hanya bertanya, kau telihat seperti pria sedang cemburu."

Taehyung menghembuskan napasnya, berusaha membuat suasana menjadi normal seperti biasa. Ia kembali menyantap makanannya saja, membiarkan membiarkan Eunhye tenggelam dengan pikirannya sendiri.

Setelah selesai makan, Taehyung dan Eunhye tidak melakukan pembicaraan lain. Mereka sibuk dengan kegiatannya masing-masing.

Taehyung sibuk memainkan game di ponselnya dan Eunhye membalas pesan-pesan dari pembeli yang membeli barang bekas milik Eunhye.

Taehyung bosan bermain game terus, ia melihat Eunhye yang sedang serius dengan ponselnya. Ia berprasangka kalau Eunhye sedang saling mengirim pesan dengan Jimin. Taehyung membuang napas.

"Aku pulang."

Eunhye melihat ke arah Taehyung. "Oh? Kenapa pulang?"

"Aku lelah." Taehyung memakai jaketnya tanpa sedikitpun melihat Eunhye.

Eunhye mengerucutkan bibirnya, pikirannya melayang pada beberapa jam sebelumnya. Ia bertanya apakah Taehyung marah karena tadi?

"Kau marah karena pertanyaanku sebelumnya?"

Taehyung berhenti dari kegiatannya. "Tidak, itu pertanyaan yang pantas kau tanyakan." kemudian ia lanjut memakai sepatunya dan keluar dari rumah Eunhye.

Eunhye sungguh tidak tahu apa yang Taehyung pikirkan, dan kenapa ia berperilaku seperti sedang marah pada Eunhye. Eunhye juga paham betul kalau Taehyung marah, ia akan mendiamkannya. Tapi biasanya hanya sebentar, jadi mungkin kali ini juga ia tidak akan lama.

--------

Keesokan harinya, pagi pagi sekali, Eunhye dan Eunwoo sudah berada di tempat abu jasad ayahnya berada. Mereka berdoa bersama untuk mengenang kematian ayah mereka beberapa tahun lalu.

Eunwoo berdoa di dalam hatinya, tidak tahu apa yang di doakannya, hanya menjadi rahasia antar dirinya, ayahnya dan Tuhan. Setelah Eunwoo selesai berdoa, ia membalikkan badannya menghadap kakaknya di belakang.

Eunwoo harus pergi sekolah, jadi ia berpamitan dengan kakanya, memeluk ya dan mengusapkan tangannya ke pucuk kepala kakanya. Tinggi Eunwoo sudah lebih tinggi dari Eunhye, membuat Eunhye harus mendongak sedikit untuk memberikan senyum pada Eunwoo.

"Pergilah, aku akan berdoa setelah ini." ucap Eunhye.

Eunwoo hanya mengangguk, membalikkan tubuhnya untuk menunduk pada abu ayahnya di dalam guci. "Aku berangkat sekolah dulu appa."

Lalu kakinya beranjak keluar dari tempat sana.

Eunhye mulai melangkahkan kakinya untuk maju dan melipat tangan untuk berdoa.

"Appa, apa kau makan enak di atas sana?" Eunhye terkekeh sebentar. "Aku makan dengan baik di sini, kau bisa melihatnya..."

"Appa, aku sangat rindu denganmu, aku sangat rindu setiap kau pulang kerja dan membawakan ayam untukku dan Eunwoo. Aku sangat rindu setiap kau mencubit lenganku setiap kali aku memarahi Eunwoo." air matanya mulai mengenang di mata Eunhye.

"Aku kesulitan hidup di sini tanpamu, tapi aku berusaha bisa melakukannya dengan baik. Aku bersyukur, aku menyadari ternyata diri ku kuat di umpat berkali kali oleh atasan atau bahkan orang di jalan." Eunhye tertawa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 01, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MY TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang