"AISYAH ... ! AWAS ... !"
Aku segera turun dari dalam mobil dan berlari mengejarnya. Semoga saja belum terlambat ...
Untunglah mobil itu bisa ngerem mendadak. Aisyah segera berlari meninggalkan keramaian disekitarnya.
Aku bernafas lega, bersyukur tak terjadi apa-apa dengan anak dan istriku itu. Namun, aku tertinggal jejaknya. Entah pergi kemana dia. Tiba-tiba hilang begitu saja di tengah keramaian.
Aku segera pulang, berharap Aisyah sudah sampai di rumah lebih dulu. Namun, dugaanku salah. Aisyah ternyata tak ada di rumah.
Siang, sore hingga malam, aku menunggunya pulang. Namun, Aisyah tak kunjung juga pulang. Aku khawatir akan keselamatannya, takut terjadi hal yang tak diinginkan di jalan. Karena Ia pergi bersama Anak pertamaku dalam keadaan emosi.
'Pergi kemana kamu Sayang?'
Aku mengambil kunci mobil dan segera pergi mencarinya kembali.
Mobil melaju tanpa arah dan tujuan. Sudah kujelajahi semua tempat, tapi hasilya nihil.
Aku kalut, kuacak-acak rambutku yang sebelumnya rapih. Kini, terlihat berantakan. Aku sudah seperti orang gila dibuatnya.
Kupukul klakson mobil yang tak bersalah dan berteriak dengan keras untuk mengeluarkan beban di hati ini.
Tiba-tiba suara telfon berdering. Aku segera melihatnya dan berpikir itu telfon dari Aisyah. Namum, ternyata bukan. Itu telfon dari Mbak Ratih.
"Akmal! Kemana saja kamu! Sudah jam berapa ini? Ini sudah di luar jam kerja Mbak! Janjinya hanya sampai sore, nyatanyan sudah hampir larut malam belum dijemput juga! Cepat jemput anakmu sekarang. Mbak sudah lelah, ingin istirahat!"
Mbak Ratih dengan emosinya berteriak diseberang saluran. Hingga aku harus menjauhi ponsel dari telingaku yang membuat telingakuku berdengung mendengar ocehannya.
"Maaf Mbak. Sepertinya aku tak bisa jemput Dede Azam malam ini. Aku minta tolong sekali lagi ya Mbak, untuk malam ini izinkan anakku menginap di rumah Mbak, karena aku masih ada urusan,"
"Eh! Enak benar kamu ya main nitip-nitip aja, sampai nginep segala! Memangnya kamu pikir ngurus bayi tiga bulan itu gampang! Belum kalau nanti malam nangis minta susu. Masa iya aku harus begadangin anak orang! ngurus anak sendiri aja udah cape, ditambah ini lagi ngurus anak orang! Pokonya gak bisa! Kamu harus jemput anakmu sekarang juga! Kalau enggak, Mbak akan taruh bayimu di panti asuhan!" ucap Mbak Ratih mengancamku.
"Plis Mbak, jangan seperti itu. Jangan semakin membuat rumit keadaan. Adikmu ini sudah setres memikirkan Istri yang kabur dari rumah. Masa mau ditambah setres sama Mbak yang gak mau bantu jaga anakku! Pakai ngancam mau ditaruh panti asuhan segala!"
Aku sudah tak bisa berkata apa-apa lagi. pikiranku buntu untuk kali ini.
"Lagian punya istri stres masih aja di pertahanin! Udah, tinggalin aja dia biar tau rasa! Bikin semua orang repot aja jadinya!"
Sebenci itukah Mbak Ratih kepada istriku? Aku tak tau kesalahan apa yang diperbuat Aisyah sehingga membuat Mbak ratih benci kepadanya.
"Sudah ya Mba jangan di bahas! Aku mau mencari istriku lagi. Tolong jaga anakku malam ini. Biar nanti bayaran Mbak aku tambah!"
Kalau sudah seperti ini, aku tau apa yang Mbak Ratih mau.
"Baiklah! Dengan terpakasa aku mau menjaga anakmu. Asal bayarannya sesuai aja!"
Nada bicara Mbak Ratih mulai melemah, karena mendengar aku akan membayarnya lebih.
Selesai berbicara, Mbak Ratih segera menutup telfonnya.
Kubuka Hp dan mencari nomer kontak orang terdekat istriku. Namun, aku lupa kalau istriku tak mempunyai teman dekat, bahkan teman hanya untuk ber-say hello di Wa ataupun di sosmed saja ia tak punya.
Ponsel yang kuberikan kepadanya hanya ponsel butut yang hanya bisa untuk telfon dan sms saja. Nomer kontak diponselnyapun hanya beberapa saja, itupun hanya nomer kontakku dan keluarga saja.
Kalau sudah begini aku sendiri yang repot. Andai saja aku memberinya ponsel canggih. Pasti keberadaannya sudah bisa kulacak melalui aplikasi maps.
'Ah! Suami macam apa aku ini, yang tak becus menjaga istri dan anak-anak! Aaaghr!' Kubenturkan kepala ini di atas klakson mobil. Hingga membuat kegaduhan di tengah lalu lalang keramaian kota pada malam hari. Karena suara klakson yang begitu kencang.
Tiba-tiba ponselku berbunyi. Ada Pesan Wa yang masuk dari nomer tak dikenal.
Nomer asing itu mengirimiku banyak sekali foto-foto. Kubuka semua foto yang dikirimnya, ternyata itu foto Istri dan anakku.
Disetiap gambar kulihat Aisyah sangat bahagia, foto demi foto di ambil pada pose yang pas, saat ia sedang tersenyum dan tertawa lepas.
Setelah sekian lama baru ini kumelihat Aisyah sebahagia ini. Seperti tak ada beban di hidupnya.
Terakhir kali kami foto bersama itupun sudah setahun yang lalu, entah mengapa aku tidak terlalu suka di foto, apalagi sampai di ekspos ke media sosial. Berbanding terbalik sekali dengan Aisyah yang suka sekali bergaya di kamera.
Hatiku panas melihat foto-foto itu. Aneh memang, harusnya aku bahagia melihat Aisyah baik-baik saja. Tapi ada perasaan mengganjal di hatiku. Rasa tak suka ia tersenyum untuk orang lain. Kalau bersama orang lain saja dia bisa tertawa lepas seperti ini, mengapa bersamaku tidak?!
[Istrimu aman bersamaku, tenang saja malam ini kau bisa tidur nyenyak.]
Pesan masuk dari nomer itu membuatku geram. Siapa orang itu sebenarnya?
[Siapa kamu?! Cepat share lokasimu sekarang! Aku mau menjemput istri dan anakku pulang!]
[Santai Bos! Kalem aja, jangan buru-buru gitu. Kami baru saja sampai liburan. Jangan rusak momen bahagia ini!]
[Hah! Tak mungkin Istriku mau pergi berlibur dengan orang tak dikenal! Cepat tunjukan siapa kau sebenarnya! atau kulaporkan kau kepolisi!]
[Ha,ha,ha, silahkan saja laporkan! Aku tak takut! Ingat Bos, Istri juga butuh piknik untuk tetap waras! Ya sudah, kita mau bersenang-senang dahulu ya ... Bay!]
[S*alan kau! Kalau sampai ketemu, habis kau denganku!] send
Ternyata pesan tak bisa terkirim. Orang itu sudah memblokir nomerku.
Hatiku semakin tak karuan. Aku tak tau Aisyah pergi bersama siapa? Laki-lakikah? atau wanitakah?
Aku juga tak tau lokasi keberadaannya! Mana mungkin ia bisa pergi berlibur tanpa membawa perlengkapan sama sekali.
"Istri juga butuh piknik untuk tetap waras!"
"Istri juga butuh piknik untuk tetap waras!"
"Istri juga butuh piknik untuk tetap waras!"
Kata-kata orang itu terus saja terlintas difikiranku. Aku merasa sangat gagal menjadi seorang suami.
Kepalaku mulai berputar hebat. Urat kepala terasa kencang dan tegang. Sepertinya aku butuh obat.
Mataku tertuju pada pelastik putih disampingku ini. Ini pasti punya Aisyah yang tertinggal tadi. Ku lihat isi dalam kantung pelastik itu. Ternyata isinya obat-obatan.
Untuk apa Aisyah mengkonsumsi obat sebanyak ini? Apakah dia sakit?
Aku segera browsing nama obat-obatan itu diinternet. Setelah muncul dan membacanya. Aku terperanjak ternyata itu obat ...
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU BUKAN MESIN PENCETAK ANAK
RomanceSaat istri dituntut agar bisa menghasilkan anak dalam jarak dekat. Namun, suami tak memikirkan perasaan istri. Jangan paksa istri agar tetap selalu waras. Jika istri sudah mulai bertindak, kelar sudah hidup para suami egois, yang tak pernah peka per...