Fortune Cookie; Xaturnis

15 1 0
                                    

Fortune Cookie
Oleh Xaturnis

Aku berlari-lari kecil seusai menyelesaikan kelas terakhir. Menuruni satu persatu anak tangga, berpapasan dengan mahasiswa dan mahasiswi yang tak kukenal. Menyenandungkan lagu pembuka dari salah satu anime favoritku.

Keping salju jatuh dengan anggun lalu menumpuk di sisi jalan. Aku melintasi salah satu taman yang menjadi tempat paling strategis untuk menikmati musim dingin. Pengunjungnya ramai, senyum bahagia tergambar di wajah-wajah asian mereka.

Hari ini hari terakhirku di sini, lebih tepatnya di Jepang. Libur musim dingin sangat cocok digunakan untuk pulang ke negaraku, meski di sana tak ada musim dingin yang menyenangkan atau tumpukan salju di setiap sisi jalan, setidaknya di sanalah rumahku.

Aku membaca plang toko kayu yang tak luput dari timpaan salju. Melangkah masuk sambil tersenyum senang mengingat pemiliknya berasal dari negara yang sama denganku.

Aku berkenalan dengan pemilik toko. Jessy namanya, wanita berkulit sawo matang kelahiran Surabaya yang menikah dengan lelaki asal Jepang, Ryouka.

Keluarga Ryouka adalah pebisnis makanan, oleh sebab itu mereka memilih untuk meneruskan jejak keluarga Ryouka dan mendirikan toko kue sendiri di Osaka.

Mereka berdua sama-sama menyukai pesona Bali, itulah sebabnya toko ini sangat kental dengan budaya Bali. Banyak sekali ornamen-ornamen indah yang menghiasi interiornya. Membuat siapapun yang masuk ke dalam toko ini bak menaiki mesin teleportasi menuju pulau eksotis itu.

Aku melihat ke sekeliling sambil menunggu pesananku. Mengalihkan perhatian ketika seseorang duduk tanpa permisi di kursi yang berada tepat di hadapanku.

“Hai, maaf ya. Aku boleh duduk di sini?” tanya nya menggunakan bahasa Jepang, aku mengangguk mempersilahkan sambil tersenyum.

“Kamu orang Jepang?” dia bertanya lagi dengan sopan.

Aku menggeleng. “Aku orang Indonesia.”

Wajahnya seketika berubah sumringah, dia kemudian menyodorkan tangan kanannya sambil tersenyum lebar.

“Grace. Aku juga orang Indonesia.”

Aku segera menyambut tangannya, balas tersenyum.

“Maira.”

Jadi, yang bersamaku tiga hari kemudian di sebuah pavilion dekat kampus ini adalah dua mahasiswi fakultas lain di kampusku. Mereka berasal dari Indonesia. Sama sepertiku.

Yang tadi menyapaku di toko kue adalah Grace. Dia menyandang predikat sebagai satu dari lima mahasiswi terbaik di Fakultas Teknik. Baru saja menceritakan kehidupan percintaannya sebelum memutuskan untuk pergi ke Jepang. Dia menyadari bahwa dirinya sendiri menyukai teman dekatnya yang kebetulan tidak diizinkan Tuhan untuk berubah status menjadi kekasihnya.

Di sebelahnya, mahasiswi Fakultas Kedokteran, memperkenalkan dirinya dengan nama Lala. Kukira nama itu sangat pas dengan wajah kalem dan pendiamnya. Tidak beda jauh dengan Grace, kisahnya masih seputar teman dekat, yang tepatnya adalah teman kecil. Malah, rumah Lala dan si teman kecilnya itu menempel bagai perangko dan surat. Namun entah bagaimana bagi Lala sulit sekali untuk meraihnya, bagai semua dinding dan batu benar-benar dirancang untuk menahan segala jenis energi termasuk perasaan.

“Kalau kamu, Ra?”

Aku menoleh kearah Grace. Wajahnya dan Lala nampak tak sabar mendengar ceritaku.

“Yah.” aku berusaha mencari kalimat yang pas untuk menjelaskan bahwa aku tidak ingin mengungkitnya

“Itu ... nggak seru buat diceritain.”

Amor Verus (Cerpen Romansa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang