"Cih, merepotkan."
(Y/n) menatap pantulan dirinya sendiri di depan kaca. Gadis itu tampak sangat berbeda dalam balutan dress putih tanpa lengan dan sebuah wedding veil di kepalanya.
"Sudah siap?"
Tanpa menoleh, (Y/n) sudah tahu siapa yang tengah bertanya padanya. Sang ayah yang tampak rapi dalam balutan jas hitamnya berdiri di ambang pintu.
(Y/n) pun mengangguk. Ia hanya ingin segera mengakhiri penderitaan ini secepatnya. Mungkin orang-orang berpikir pernikahan merupakan momen yang paling membahagiakan. Bagi (Y/n) pun memang demikian, hanya saja ditambah dengan kata 'merepotkan'.
Ia pun masuk ke dalam mobil Limousine dengan sebuah buket bunga di kap depan mobil. Setelahnya, (Y/n) duduk manis di dalam sana hingga ia akhirnya tiba di sebuah gereja.
Bangunan gereja itu tampak sederhana namun masih terlihat kokoh. (Y/n) keluar dari dalam mobil dengan hati-hati dibantu oleh ayahnya. Ia tidak ingin pakaian yang dibeli oleh Chifuyu itu rusak hanya dalam waktu beberapa puluh menit setelah ia memakainya. Ditambah ia tidak ingin usahanya sia-sia karena sudah duduk di depan meja rias selama empat jam tanpa bergerak satu centimeter pun. Ah, mungkin (Y/n) memang hanya melebih-lebihkannya saja.
"Ayo, (Y/n)."
(Y/n) pun menyambut uluran tangan ayahnya. Ia mendekati pintu gereja yang masih tampak tertutup. Tak lama setelahnya, pintu itu pun dibuka dari dalam.
Manik (e/c) itu langsung bertatapan dengan manik tosca milik Chifuyu. Di atas altar, Chifuyu tampak lebih tampan dalam balutan tuxedo hitamnya. Seolah membuat dirinya terlihat makin sempurna, surai pirangnya pun dibiarkan seperti biasa.
(Y/n) mulai berjalan mendekati altar diiringi oleh tatapan para hadirin di sana. Jujur saja, (Y/n) sangat gugup saat ini. Ditambah puluhan, tidak, ratusan pasang mata tertuju ke arahnya. Membuat keringat dingin mengalir dengan deras di sekujur tubuhnya.
Setelah (Y/n) berjalan dengan susah payah, akhirnya ia pun tiba di altar. Sejak tadi, tatapan Chifuyu tertuju ke arahnya dan membuat (Y/n) semakin gugup. Apakah ada yang aneh pada dirinya? Itulah yang ia pikirkan.
Bibir (Y/n) bergerak dengan sendirinya. Mengatakan tiga kata yang sangat sakral untuk saat ini dan ke depannya.
"Ya, saya bersedia."
Chifuyu pun demikian. Ia mengucapkan kata-kata yang sama kala angin musim semi berhembus. Musim semi yang menjadi saksi bisu pernikahan mereka hari ini. Juga menjadi awal yang bahagia bagi pernikahan mereka.
Dengan cekatan, Chifuyu memasukkan sebuah cincin ke jari manis (Y/n), (Y/n)-nya. Kala (Y/n) pun melakukan hal yang sama, sulit bagi lelaki itu untuk tidak tersenyum.
Mereka sama-sama menatap penuh arti, tersenyum bahagia, dan kemudian kembali gugup.
Tudung yang sejak tadi menutupi wajah gadisnya kini diangkat olehnya. Dua manik bercahaya itu saling bertatapan beberapa saat. Terlihat seperti air yang tenang dan menyingkirkan perasaan gugup di saat yang bersamaan.
Dengan perlahan namun pasti, Chifuyu mendekatkan wajahnya pada sang gadis. Kala kedua bibir itu bertemu, ia tahu (Y/n) sempat tersentak. Bibir gadisnya yang basah terasa seperti karamel yang masih meleleh di atas wajan. Terlalu panas, terlalu nikmat, dan terlalu sulit untuk dipisahkan meskipun satu detik.
Satu detik, dua detik, tiga detik. Awalnya Chifuyu hanya diam, membiarkan bibirnya hanya menempel pada bibir milik (Y/n) yang kini tengah menatapnya dari jarak sangat dekat. Tetapi, ketika ia tahu (Y/n) pun tak akan melakukan apapun, lelaki itu berinisiatif yang melakukan tugasnya. Melumatnya, menggigitnya, merasakan manisnya bibir sang gadis. Semua itu ia lakukan dengan penuh kelembutan. Kala desahan tertahan keluar dari bibir gadisnya, entah mengapa Chifuyu mendadak lebih antusias seolah meminta lebih.
Benang saliva tercipta kala kedua benda kenyal dan basah itu akhirnya berpisah. Sekitar delapan puluh juta bakteri telah tertukar melalui bibir mereka. Rona merah perlahan muncul, menyadari jika mereka tak hanya berdua saat ini. Kala kenikmatan berubah menjadi sebuah kemaluan yang menyengat hingga ke titik puncaknya.
"Maaf, (Y/n)." Lagi-lagi, Chifuyu mengusap tengkuknya, menandakan ia tengah gugup.
"Tidak perlu meminta maaf, Chifuyu-kun," balasnya. Toh gadis itu juga menikmatinya dan ia takkan menyangkalnya.
Sekali lagi, Chifuyu mengecup bibirnya perlahan. Sorakan para hadirin yang tampak iri dan bersemangat dengan kedua mempelai pengantin baru itu tampak mengisi ruangan.
Hari itu, senja itu, mereka yang saling mencintai mulai membuka lembaran hidup yang baru. Chifuyu bersama dengan (Y/n)-nya dan (Y/n) yang juga bersama dengan Chifuyu-nya.
***
AAAAAAAA SKSKSKSKSKSKSKKS-
AKU, AKU MLYT PAS NGETIK EPILOG INI. UEUEUEUEUEUUE-
/gila
/mlyt
/meninggoy
/idup lg
/mlyt lgSial maz, pesonamu terlalu kuat-
Aku, aku gak sanggup-
/mlyt lg
Angkat kaki kalian yang juga mleyot bersamaku-
Aku tahu pasti ada di antara kalian yang juga demikian. Cefft, ngaku.g-Oke, bentar-bentar. Aku gak bisa closing kalo kek gini.
Intinya, aku sangat-sangat berterima kasih kepada kalian yang sudah membaca dan juga memberikan vommentヾ('︶'♡)ノ
Akhir kata, jangan lupa cek juga book-ku yang lain!💃✨
I luv ya!
Wina🌻
KAMU SEDANG MEMBACA
END ━━ # . 'Twilight's Reverie ✧ Chifuyu Matsuno
FanfictionSelama ini, (Y/n) selalu menganggap dirinya sial. Terlebih semenjak kematian neneknya, gadis itu pun 'terpaksa' harus menerima sebuah warisan dari neneknya; yaitu berupa Mata Lavender. Dengan Mata Lavender itu, (Y/n) pun bisa melihat 'mereka' yang t...