"Ga bisa, gue yang anterin" tekan Nathan.
Seorang Nathan peduli kepada seorang perempuan yang notabene bukan keluarganya, memang sangatlah jarang -ah ralat, bahkan tak pernah. Tapi entah kenapa, ada perasaan yang mendorongnya harus memperhatikan sang adik kelas yang berperilaku sebelas dua belas di hadapannya itu. Ya, Hanin yang dingin, persis dengan hati Nathan yang entah kapan akan mencair.
Alleya yang bingung harus apa, hanya menatap teman barunya dan ketua osisnya secara bergantian.
Dan sang ketua osis yang menyadari kebingungan Alleya, menatap tajam kepada Alleya seolah memberikan isyarat kalau Hanin harus diantar olehnya, bukan Alleya atau siapapun.
"Ehh, mm iya Nin, lo pulang sama Kak Nathan aja. Soalnya gue, ehm gueee... Gue disuruh mamah ke butiknya. I-iya ke butik"
"Kalo gitu, gue pulang sendiri" putus Hanin.
Hanin mulai melangkah untuk pulang. Baru satu langkah ia melangkahkan kakinya, Hanin kehilangan keseimbangan. Dia terhuyung dan mungkin akan jatuh jika Nathan tak segera menangkapnya.
"Tetep mau pulang sendiri? Yaudah sana. Jalan aja gabisa" ucap Nathan.
Perkataan itu membuat Hanin kicep seketika. Nathan benar, bahkan baru satu langkah dia berjalan, dia hampir terjatuh, dan dia tak terjatuh pun karena Nathan yang menangkapnya.
"Gausah protes, gue anterin"
Tanpa aba-aba dan tanpa izin, Nathan langsung menggendong Hanin ala bridal style dan membawanya menuju parkiran, tempat mobilnya berada.
Hanin yang kaget, hanya mencoba melepaskan dirinya dari ketua osis yang katanya most wanted itu (tapi emang most wanted si). Tapi nihil, tenaganya yang seorang perempuan, ditambah kondisi kakinya yang terluka, sangat jauh dibandingkan tenaga cowok yang sedang menggendongnya itu.
Nathan tetap saja berjalan ke parkiran walaupun ada perlawanan dari cewek yang dia bawa. Langkah kakinya semakin membesar, takut takut cewek yang sedang digendongnya ini melepaskan diri jika mereka tak cepat sampai ke mobil.
Dan di UKS, Alleya hanya melongo bingung di tempatnya dengan sorot matanya yang terus membuntuti punggung Nathan.
"Bisa bisanya gue ketemu 2 balok es di tempat yang sama"
***
Di dalam mobil
Hanin hanya menatap kaca mobil di belakangnya tanpa mengatakan satu katapun. Hanin duduk di kursi belakang dengan kaki yang lurus di kursinya. Maka dari itu kacanya ada di belakang Hanin.
"Rumah lo dimana?" tiba tiba sebuah suara husky milik Nathan menginterupsi keheningan di mobil merahnya
Yang ditanya hanya mengalihkan pandangannya ke arah setir tanpa berniat menjawabnya
"Kuping masih berfungsi kan?" tanya Nathan jengkel saat pertanyaan nya tak kunjung mendapat jawaban.
"Nanti kalo belok, gue juga bakalan bilang" jawan Hanin datar.
Peduli amat Hanin menggunakan kata "lo gue" kepada cowo di depannya yang notabene adalah kaka kelasnya. Menurutnya, penggunaan "saya anda/kakak" terlalu sopan untuk orang menyebalkan seperti Nathan. Lagipula ini di luar sekolah.
Nathan menghela nafas kasar. Perempuan di belakangnya ini sangatlah menyebalkan dengan sikap dinginnya. Ah, padahal dia sendiri juga tak kalah dingin dengan Hanin.
Dengan petunjuk yang Hanin berikan, ya walaupun disertai dengan dengusan dan umpatan kasar dalam hati mereka berdua, mobil merah kini telah terparkir di depan rumah yang terletak di gang kecil, tapi masih bisa dilalui oleh mobil. Rumah sederhana, tapi terawat dengan banyak tumbuhan ber pot kecil dan besar di depan rumah, yang terlihat baru saja ditanam. Yap, rumah Hanin dan kakek neneknya.
"Ini rumah lo?" tanya Nathan.
"Hmm"
Nathan keluar dari mobilnya dan menuju ke pintu belakang, dimana Hanin berada. Nathan membuka pintu tersebut dan meraih tubuh Hanin untuk dia gendong.
"Gausah digendong, gue bisa jalan sendiri"
"Yakin?"
Tanpa perlu menjawab, Hanin menurunkan kakinya berniat untuk turun dan jalan sendiri. Tapi sayang, kakinya justru menyenggol jok yang ada di depannya, dan reflek dia menjerit.
"Aww"
"Dasar batu, sok kuat, gengsian" sindir Nathan dan langsung menggendong Hanin tanpa izin.
"Dibilang gue bisa jalan sendiri" berontak Hanin berusaha melepaskan diri.
"Diem!!!"
Nenek Hanin yang berada di dalam rumah, segera keluar dari rumahnya karena mendengar teriakan dari suara seseorang yang sangat ia kenal.
"Ya ampun, ini ada apa?" panik Nenek Hanin saat melihat cucunya digendong seorang pemuda yang berseragam sama dengan cucunya. Dan Nenek Hanin bertambah panik saat sorot matanya menemukan perban yang membalut lutut sang cucu.
"Assalamualaikum nek, maaf kamar Hanin dimana ya? Ehm nanti saya ceritakan" ucap Nathan ramah.
"Ah iya, ayo masuk nak"
Nenek Hanin cepat cepat membukakan pintu rumah lebar lebar untuk Hanin dan pemuda tampan yang tidak dia kenal.
Nathan membaringkan tubuh Hanin di ranjang kamar Hanin dengan hati hati.
"Hanin, sebenernya ini ada apa? Terus cowo ini siapa?"
"Hanin gapapa kok Nek, ehm inii, dia Kak Nathan. Kakak kelas Hanin di sekolah" jelas Hanin lembut dengan senyum manis diwajahnya, berharap sang nenek tidak terlalu khawatir.
Senyum yang begitu manis, yang bahkan membuat seorang pemuda menatapnya lama tanpa menyadarinya. Ya, baru pertama kali mungkin Nathan melihat sebuah senyuman yang sangat indah di wajah Hanin yang selalu berekspresi datar di depannya. Dan penjelasan kepada neneknya tadi, Nathan pun baru mendengar nada yang mengalun lembut dari bibir Hanin.
"Apa dia Hanin yang tadi bener bener bikin gue jengkel?" pikir Nathan dalam hati, takjub melihat perilaku Hanin yang sangat berbeda 180 derajat.
"Kalo ga kenapa napa, kenapa ini diperban?" khawatir nenek lagi dengan menyentuh lutut cucunya dengan hati hati bermaksud untuk memeriksanya.
"Tadi cucu nenek jatuh. Makanya kakinya terluka nek. Tapi udah diobatin di UKS sekolah kok nek" terang Nathan.
"Ya ampun nak, nak. Makanya hati-hati. Kalau gini kan nenek yang khawatir. Dan makasih ya nak, ah siapa tadi namanya mas ganteng?"
"Nathan nek" jawab Nathan, dan segera mencium punggung tangan Nenek Hanin
"Dih, bisa bisanya nenek menyebutnya 'ganteng'. Ah pasti karena mata tua nenek" batin Hanin.
"Sekali lagi makasih ya Nak Nathan, udah nganterin Hanin pulang. Maaf kalau menyusahkan"
"Gapapa nek, ehm kalo gitu Nathan izin pulang dulu ya Nek, takut orang rumah nyariin"
"Ga mau makan atau minum dulu? Nenek siapin kok"
"Ah, makasih banyak nek. Lain kali aja. Nathan pamit ya nek"
"Yaudah kalo gitu. Makasih banyak ya, dan maaf kalo cuma dianggurin doang. Hati hati di jalan ya Nak Nathan"
"Iya nek. Nin, gue balik"
"Mmm" jawab Hanin dengan menganggukan kepalanya.
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam"
Sepeninggal Nathan dari rumah Hanin, Nenek Hanin langsung menginterogasi sang cucu dengan berbagai pertanyaan.
"Nak Nathan itu pacar kamu, Nin?"
Mendengar pertanyaan sang nenek, bola mata Hanin membulat sempurna seperti ingin keluat dari tempatnya. Apa yang difikirkan nenek sampai dia bisa bertanya seperti itu?.
"Bukan Nek, kan Hanin udah bilang. Kak Nathan kakak kelas Hanin"
"Terus kok dia bisa nganterin kamu?"
"Hmm, mana Hanin tau"
KAMU SEDANG MEMBACA
JINGGA SENJA
RomanceThe romance story ini menceritakan tentang seorang broken home yang bangkit mencari kebahagiaan, cinta, dan hidupnya. Berusaha mencari jati diri dan menemukan cintanya dengan seorang ketua osis. yang kepo langsung baca aja oke... author : fika anggra