6. || Definisi ||

539 27 0
                                    

~ mungkin udah ga ada bekasnya, tapi sakitnya masih terasa ~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~ mungkin udah ga ada bekasnya, tapi sakitnya masih terasa ~

■■

"Abang serius ninggalin aku? Siapa nanti yang dongengin aku pas malam? kasih aku uang jajan kalau uang aku habis?" ujar zola dengan mata berkaca kaca.

Lelaki yang dipanggil abang oleh zola itu nampak menghela nafas.

"Sorry dek, abang serius! Cuman enam bulan kok. nanti setelah itu janji kita liburan berdua"

"ya udah" pasrah zola dengan bahu merosot.

Sang abang yang tak tega melihatnya pun bergerak memeluk zola, zola membalas dengan erat.

"Abang jangan pernah berubah" ucap zola lelan.

Zola menatap langit malam dari balkon kamarnya dengan wajah sendu.

"Seandainya abang ga pergi, aku mungkin tetap jadi zola yang dulu. Aku cape sama semuanya tapi ga tau mau bilang sama siapa"

"Trauma ini bikin aku benci sama mereka, tapi mereka keluarga aku. mau seberapa benci pun aku, itu ga  bisa merubah fakta kalau aku sama mereka sedarah"

Zola menunduk dengan sorot mata yang meredup.

"Mungkin udah ga ada bekasnya, tapi sakitnya masih terasa."


●●

Wobby, elgam, edrik, dan wobby nampak menatap sang adik dengan pandangan penuh tanya.

Biasanya zola akan menepuk kepala mereka saat ia akan duduk sarapan jika orang tua mereka sedang tak ada di meja makan. namun, sekarang saat orang tua mereka pergi karena ada acara mendadak di pagi hari, zola bahkan tak menatap mereka sama sekali.

Zola yang acuh memakan sarapan roti selainya dengan lahap tak banyak, hanya dua lapis karena zola tak terbiasa makan pagi. Wobby yang memakan makanannya dengan pelan dengan mata yang memandang zola.

Edrik dan elgam yang sedang makan
Sesekali melirik zola.

"Zola berangkat" pamit zola beranjak namun terhenti karena suara elgam.

"Ga lupa sesuatu?" tanyanya dengan memiringkan kepalanya menatap zola.

Zola mendengus lalu melangkah menuju sang kakak dan mencium tangannya satu persatu.

Wobby tersenyum manis menatap zola sembari mengibaskan-ngibaskan tangannya seolah meminta kode untuk di cium juga tangannya.

Zola memutar bola mata malas lalu ikut mengecupnya. Setelah itu ia berbalik menuju pintu dan menghilang.

"Ayo" ajak degi pada zola yang baru saja datang dan menghampirinya yang sedang memanaskan mobil, degi sendiri ga ikut sarapan karena malas.

"Turun di lampu merah seperti biasa" ujar zola lalu masuk ke dalam mobil.

Degi melotot mendengar ucapan zola.

"Ga ada ya, abang anterin sampai gerbang sekolah. .ama sama papa ga tau ini" balasnya.

Zola yang mendengarnya pun menurunkan kaca mobilnya dan menatap degi sinis.

"Jadi kalau mama papa tau abang bakal anterin seperti biasa ke lampu merah gitu?"

Degi mengerutkan dahi mendengar ucapan adiknya.

"Ya engga juga"

Zola mendengus lalu menaikan kaca mobilnya kembali.

●●


"Kak definisi bahagia untuk kakak apa?" tanya zola pada gara sembari membuka buku dan menutupnya untuk mengetahui lengkap apa tidak isinya setelah itu ia meletakkannya di dalam kardus khusus.

"Liat kamu senyum sih" jawab gara cepat membuat zola tertawa kecil, ga enak kalau keras-keras sama penghuni perpustakaan lainnya.

"Masa sih?" ujar zola memastikan.

"iya! kalau kamu?" tanya gara.

"Entahlah" jawab zola.

Gara tersenyum kecut, zola sendiri bingung dengan kebahagiaanya.

"Aku cuman pengen suatu hari nanti, mereka para Abang aku sayang sama aku secara tulus, kayanya itu kebahagiaan aku deh"

"Mereka anggap aku sebagai adik karena memang seharusnya bukan keterpaksaan"

"Mama papa peluk aku."

"Tapi kayanya engga bisa.."

"Kenapa?"

"Itu seperti ke mustahilan untuk aku kak"

Gara tertegun.

"Ga ada yang mustahil kalau yang diatas sudah berkehendak"

"Sayangnya yang diatas mau lihat zola menderita kayanya"

"Heh, jangan gitu"



●●


"Hello, zola akoh mana lo" teriak qella setelah memasuki rumah zola.

Wobby yang kebetulan berada di dapur berlari kearah ruang tamu dan menatap garang qella.

"heh, sopankah begitu? rumah orang teriak-teriak kek di hutan" ketus wobby.

Qella memutar bola mata malas.

"Nyari sahabat gua yang tersayang dimana dia hah? Lo ga ngapain ngapain dia kan?!" seru qella sinis.

"Disini ga ada sahabat lo adanya adek gua."

"Lah, adek lo sahabat gua bangsul"

"Dih, lo siapa?"

Qella melotot pada wobby dengan kesal ia melempar sendal yang dia pakai.

Lalu memukul punggung wobby dengan sikutnya dan terjadilah baku hantam.

Degi dan edrik dari lantai atas melongo melihat pertengkaran itu.
Sedangkan zola yang baru saja masuk kedalam rumah terkejut melihat qella memukul abangnya.

Zola berlari lalu memisahkannya tapi tak berhasil karena qella yang seperti banteng.

Degi menyemburkan tawa melihat wobby di jambak teman adek bungsunya dengan kencang apalagi saat wobby menjerit kesakitan.

"Abang bantuin! kenapa pada nontonin doang sih ABANG? BANTUIN!" teriak zola pada degi dan edrik yang hanya diam berdiri di tangga.

Degi gelagapan dengan cepat ia menarik tangan edrik untuk membantunya menarik qella yang tenaganya sepertinya hari ini sedang full.

Zola beralih menarik wobby dan berhasil mereka terlepas tapi qella yang dipegang edrik dan degi masih mengamuk.

Zola berjalan dan menarik tangan qella menuju lantai atas, kamarnya.
meninggalkan degi, edrik dan wobby yang mengelus rambutnya.

Seolah sadar wobby berteriak menyebut nama qella dan mengumpat.

"QELLA AWAS LO YA! AH BANGSAT RAMBUT GUA RONTOK" pekik wobby.


●●

Next?

Lanjut ya atau ga nih?

Vote dan komen!!!

Kata Si Bungsu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang