2.5

12 2 0
                                    

Jessy bingung saat Alan membawanya kesebuah toko bunga. Tadi saat berhenti di lampu merah Alan memang sempat berkata kepada Jessy, bahwa sebelum ke Eternal iya ingin mampir dulu ke suatu tempat. Jessy yang bingung meng-iyakan saja ucapan Alan, toh Alan juga tidak mungkin membawanya ke tempat yang aneh-aneh.

Alan meminta Jessy untuk memegang bucket bunga tersebut. Tolong garis bawahi ! Hanya memegang buket bunganya. Alan tak mendikte kalimat yang menandakan bahwa bunga itu untuk Jessy, ia hanya meminta tolong agar Jessy menjaga buket tersebut selama mereka diperjalan sebelum sampai ditempat tujuan.

"Kamu mikirin apa si Jess." Rutuk Jessy didalam hati sambil melihat bucket tersebut. Buketnya cantik, warna bunganya lembut dan Jessy menyukainya. Tapi sayang buket tersebut bukan untuk Jessy.

Mereka melanjutkan perjalanan yang sempat terhenti, Alan lebih banyak bercerita dan Jessy menghargai usaha Alan untuk membuat situasi menjadi tidak canggung. Jessy merespon setiap cerita Alan dengan antusias yang membuat Alan cukup senang.

"Tempat Pemakaman Umum"

Jessy membaca pelan tulisan yang tertera pada gerbang yang ada didepannya. Jessy melihat sekeliling, tidak ada cafe, tempat nongkrong, warteg, maupun pedagang kaki lima. Yang ada hanya sebuah musholla dan juga pemukiman warga.

"Kak Alan?"

Jessy memberanikan diri untuk memanggil Alan. Alan tersenyum kecil, karena melihat raut wajah bingung di wajah Jessy.

"Menggemaskan" batin Alan.

"Kamu mau nunggu disini aja, atau ikut masuk?" Tanya Alan.

"Kita beneran kesini Kak?"

"Iya Jess, maaf ya Kakak lupa kalau hari ini ada janji mau ketemu sama seseorang. Kamu ngga apa-apa kan kalau kita mampir buat ketemu dia dulu?"

Jessy bingung harus menjawab apa, akhirnya dengan ragu ia menganggukan kepalanya. Jessy berjalan di belakang Alan, melewatu banyak pemakaman. Hingga akhirnya mereka berhenti disuatu pemakaman.  Jessy dapat membaca Jelas nama di nisan tersebut

Steffi Aurora
Lahir : 5 Maret 2002
Wafat : 21 mei 2017

Alan duduk disamping makam, dan meletakkan buket yang mereka beli tadi di makam tersebut. Jessy ikut duduk disamping Alan, ikut membacakan Doa untuk seorang Steffi Aurora yang tidak Jessy kenal.

Jessy dapat melihat dengan jelas kerinduan mendalam dan kesedihan dimata Alan ketika mengusap nisan tersebut. Jessy mencoba menenangkan Alan, dengan ragu ia mengusap bahu Alan. Dia tidak akan meminta Alan untuk bercerita mengenai Steffi Aurora karena ia sadar batasan. Ia tidak mau membuat Alan bertambah sedih saat diminta mengingat kembali siapa Steffi Aurora.

"Kalian seumuran kan? Dia meninggal tepat di hari kelulusan SMP dia. Dia Kecelakaan, ditabrak lari sama orang yang ngga punya hati." Ucap Alan dengan tatapan mata yang kosong. Alan menghapus sedikit air mata yang menetes di pelupuk matanya.

"Hari ini tepat 4 tahu dia pergi, tapi bisa-bisanya Kakak ngelupain hari ini." Ucap Alan lagi sambil menatap sendu makam tersebut.

Untuk pertama kalinya Jessy melihat Alan serapuh ini. Sosok yang selalu tersenyum dan membuat orang-orang disekitarnya tertawa ternyata memiliki hati yang rapuh. Ternyata benar, siapa yang paling kencang ketika tertawa, maka itulah yang paling banyak menyimpan luka.

"Dia.. Adik Kak Alan?"

"Lebih tepatnya lagi Adik satu-satunya  Kakak yang paling Manja." Jawab Alan sambil tersenyum kecil.

Alan membuka lagi memori lama, memutar kilas balik kehidupannya. Begitu indah masa-masa itu. Namun sayang sekarang hanya kenangan yang bisa digenggamnya bukan lagi orangnya.

"Steffi pasti beruntung banget bisa punya Kakak yang sayang banget sama dia. " Ucap Jessy menghibur Alan.

"Bukan Fifi yang beruntung, tapi Kakak yang amat beruntung pernah dikasih kesempatan buat ngejaga fifi."

"Jessy yakin, Fifi udah bahagia disana. Jadi Kak Alan ngga boleh sedih ya? Kangen boleh, tapi jangan nangis. Ntar kalau Fifi jadi merasa bersalah sama Kakak gimana?"

Alan tertawa mendengar ungkapan Jessy barusan. Cara Jessy berkata kepadanya seolah Alan adalah anak kecil yang ditinggal Ibunya pergi kerja. Tapi setidaknya Alan merasa cukup terhibur, dan bisa mengurangi sedikit rasa sedihnya.

Alan dan Jessy berlalu meninggalkan area pemakaman. Alan merubah rute mereka. Alan tidak jadi mengajak Jessy ke Eternal, ia ingin membuat momen langka ini sedikit berarti bagi Jessy jadi ia memutuskan untuk membawa Jessy ke time zone. Jessy sangat antusias ketika tahu Alan ingin mengajaknya ke time zone, sudah lama ia tak bermain dan melepas penatnya disana.

Jessy mengabiskan 2 jam lebih waktunya bersama Alan, dia mencoba semua permainan yang ada di timezone. Mereka sudah mendapatkan banyak gulungan tiket. Jam ditangannya sudah menunjukkan pukul 4 sore, Alan mengajak Jessy untuk menukarkan tiket yang sudah mereka kumpulkan.

"Kak Alan?"

"Iya Jess?"

Jessy sebenarnya malu mengatakan ini, ia takut Alan akan marah kepadanya. Namun, ia tak tega melihat anak kecil yang sedang menangis tak jauh dari mereka. Jessy tak sengaja mendengar anak kecil itu menangis karena ia kekurangan 53 tiket untuk mendapatkan sebuah pena doraemon yang lucu.

"Jessy mau ijin sama kakak."

Alan menaikkan satu alisnya pertanda bingung dengan ucapan Jessy.

"Ijin buat apa Jess? Kamu ada keperluan mendadak?"

"Jessy boleh ngasih beberapa tiket kita ke anak kecil yang ada disana ngga?" Ucap Jessy sambil menunjuk anak kecil yang ada didekat mereka.

Alan tersenyum kecil lalu tertawa mendengar ucapan Jessy. Alan mengira Jessy ingin izin pergi karena bosan sudah menghabiskan waktunya bersama Alan.

"Tadi Jessy ngga sengaja dengar, tiketnya kurang 53 lagi kak biar biar bisa ditukar sama pena doraemon."

Alan menatap Jessy dalam, ia jatuh lagi kedalam manik indah itu. Alan tak menemukan kebohongan disana, hanya sebuah ketulusan yang ia dapati.

Alan menarik tangan Jessy, membawanya ke tempat penukaran tiket. Mengambil tiket yang ada di tangan Jessy dan meminta kepada petugas penukaran tiket untuk menghitungnya.

Jessy merasa kaget sekaligus sedih. Alan tidak menanggapi pertanyaannya. Apakah Alan marah kepadanya? Namun pikiran itu hilang saat ia sadar karena ia baru sadar bahwa Alan sedang menggenggam tangannya. Jessy berusaha melepas genggaman itu, namun genggaman Alan terlalu erat. Seketika genggaman itu terlepas dan Alan berbalik, memperlihatkan sebuah gantungan kunci bergambar boba yang lucu dan dua buah pena doraemon. Mata Jessy berbinar melihat pena doraemon yang ada di tangan kanan Alan.

"Ayo kita ke anak kecil tadi, daripada kamu kasih tiketnya ke dia, mending kamu langsung ngasih pena ke dia. Jadi tiketnya bisa disimpan dan ditukarin sama yang lain." Jelas Alan, sambil memberikan pena tersebut Ke Jessy.

"Makasih ya Kak, Jessy kira Kak Alan marah sama Jessy." Ucap Jessy tak enak hati.

"Yakali marah, ngga lah. Ada-ada aja si kamu." Jawab Alan sambil tertawa pelan.

Mereka berjalan menghampiri anak kecil tadi, ia masih duduk disana sambil memandangi tiket yang ada ditangannya.

"Adek, mamanya mana? Kok duduk sendiri?" Tanya Alan sambil jongkok didepan anak kecil itu.

"Mama lagi belanja." Jawab anak kecil tersebut sambil sedikit menjauh dari Alan.

Jessy ikut jongkok didepan anak kecil itu, lalu memberikan pena yang ada ditangannya.

"Ini buat kamu, jangan sedih lagi ya ganteng."

Awalnya Anak Kecil itu terlihat ragu untuk mengambilnya dari Jessy, Alan meyakinkan anak itu bahwa mereka bukanlah orang jahat, anak itupun mengambil pena tersebut dari genggaman Jessy. Ia terlihat sangat senang saat mendapatkan dua buah pena doraemon yang ada ditangannya.

Belajar BerhentiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang