19

4.3K 355 35
                                    

Siang setelah Jeno menangis tadi, Jeffrey membiarkan anak itu untuk beristirahat. Mumpung hari ini Jeno tidak ada jadwal keluar rumah.

Setelah memastikan Jeno beristirahat, Jeffrey menghubungi teman lamanya yang bekerja sebagai dokter spesialis ginjal. Nanti temannya itu bisa menentukan jalan terbaik penyembuhan Jeno akan seperti apa.

Namun saat Jeffrey masih berbincang dengan temannya melalui telepon, tiba-tiba bel rumahnya berbunyi. Dengan segera Jeffrey mengakhiri panggilan itu dan beralih pada tamu yang sudah menunggu.

Jeffrey membuka pintu utama dan menemukan seseorang yang saat ini sedang ia dekati. Tak lain itu adalah Anna. Tapi yang membuatnya bingung, Anna tahu dari mana perihal rumah Jeffrey?

"Jeno ada? saya mau bicara."

Jeffrey mengangguk singkat, sebelum akhirnya mempersilahkan Anna untuk masuk. Namun setengah perjalanan menuju kamar Jeno, Jeffrey sempat menahan pergelangan tangan Anna.

"Anna, saya papanya Jeno.. Saya laki-laki yang kamu bicarakan saat di cafetaria siang itu. Laki-laki yang sangat kamu benci karena sudah menelantarkan anaknya. Kamu bilang kalau kamu ketemu sama papanya Jeno, kamu mau ajak ribut dia. Sekarang kamu sudah ketemu sama orang itu. Kamu boleh hajar saya, kamu boleh menyakiti saya, tapi sebelum itu saya mau minta maaf sama kamu. Saya punya alasan kenapa saya bersikap seperti itu."

Anna hanya diam sambil mendengarkan Jeffrey berucap. Sejatinya Anna memang kesal dan ingin sekali menghajar Jeffrey. Tapi Anna tidak bisa.

Alhasil Anna melepaskan genggaman tangan Jeffrey tak berniat mencari ribut. Karena tujuan Anna sebelumnya hanya ingin bertemu Jeno dan memastikan anak itu selalu dalam kondisi baik.

Sampai di lantai dua, Anna kebingungan mencari kamar Jeno. Karena di sini ada tiga pintu putih yang sama bentuknya.

Tapi Jeffrey dari arah belakang buru-buru memberitahu bahwa kamar Jeno berada di pojok dekat balkon.

Tok tok tok..

"Jeno.. Ini gue, Anna," ucap Anna dari arah depan pintu. "Gue tau gue salah, Jen. Karena udah menyukai dan mengambil bokap lo, di saat lo sangat membutuhkannya. Tapi saat itu gue bener-bener ada di posisi ketidaktahuan. Lo nggak pernah cerita siapa bokap lo. Gue juga nggak bakal ngira kalau Pak Jeffrey orang yang lo maksud dalam cerita lo selama ini."

Jeffrey yang berada tepat di belakang Anna, lantas mengulum senyum karena secara tak langsung Anna telah menyatakan perasaannya. Hasil pendekatan Jeffrey selama ini tak sia-sia.

Tapi untuk saat ini yang Jeffrey fokuskan adalah membujuk Jeno supaya mau keluar kamar.

Jeffrey juga mengetuk pintu kamar Jeno, tapi tidak ada jawaban sedikitpun. Jeffrey pikir Jeno tidur. Tapi sepertinya tidak. Karena sepulas apapun Jeno tidur, pasti akan dengar jika di panggil.

"Sepertinya Jeno sedang istirahat. Bagaimana sambil menunggunya bangun, kita berbincang di taman belakang dulu? Biar saya jelaskan apa yang sebenarnya terjadi," ajak Jeffrey. Tapi Anna tak mau peduli. Anna terus mencoba membangunkan Jeno dengan segala hal. Termasuk menelpon pria itu.

"Ish.. Kenapa nggak mau bangun juga, sih?" monolog Anna setelah panggilannya tak terangkat.

"Ayo, Anna.."

"Jen.. Buka pintunya dong. Gue bawain makanan kesukaan lo ni," ucap Anna lagi dari depan pintu.

"Jeno lagi istirahat, Anna.." Jeffrey terus membujuk Anna, padahal tidak sekalipun Anna menggubrisnya. "Lebih baik kita ngobrol dulu di taman belakang. Saya bisa jelasin semua tentang masalah ini."

[✓] DOSPEMWhere stories live. Discover now