Sepuluh

1 0 0
                                    

Malam ini aku memperhatikan raut wajah ibu ku, sangatlah senang. Sebelum pulang tadi, ibu ku sempat memberitahu kami, kalau dia akan pulang sedikit telat karena urusan kantor. 

Ketika ku mendengar pintu terbuka, aku langsung berlari untuk melihat siapa yang masuk itu. Seperti yang aku bilang tadi, ketika melihat ku, senyum ibu yang tadinya biasa saja, kini makin merekah. 

Tetapi, senyum yang dia berikan kepada ku bukanlah senyum ramah orang0orang diluar sana. Aku tau bagaimana senyum ramah ibu ku dan bagaimana senyum dengan maksud lain didalamnya. Dia mengajak ku untuk duduk dimeja makan bersama adik ku yang masih berumur lima tahun.

"Gama, kamu tau om Beni?" Pertanyaan ini langsung aku anggukin dengan cepat, karna aku ingat betul siapa orang yang ditanya ibu ini

"Gama sangat benci om Beni bu, dia udah ngambil hak kita dengan cara menipu bapak dan berakhir bapak mati dengan alibinya 'bunuh diri' padahal yang bunuh itu dia," ucapku dengan nafas naik turun sambil menahan emosi.

"Ibu tau Gama, mangkanya itu ibu gunakan kesempatan ini buat balas semua perbuatan dia sama kita."

"Apa ibu ngelakuin hal yang sama dengan apa yang dia perbuat sama kita?" Seperkian detik ibu hanya tersenyum menatap ku dan adik ku yang masih memakan cokelat pemberian ku tadi.

"Kamu tenang aja, dia bakal ngerasain gimana rasa sakit yang dia kasih ke kita. Belakangan ini dia akan ibu buat sengsara dulu, baru kita masuk ke proses selanjutnya." Mata ku dan mata ibu ku bertemu, kami berdua refleks tersenyum sambil bergumam.

"mati," ucap kami bersamaan yang disambut suara tawa kecil dari adik ku yang ikut terlihat senang.

MY SCRATCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang