Ruri duduk di bawah pohon yang rindang sambil memperhatikan langit, setelah berbincang banyak hal dengan muridnya, Ruri menyuruh mereka kembali. Disinilah Ruri, seorang diri sambil merenungi banyak hal
"Andai jika aku bisa mencegah semuanya. Tapi bagaimana? Aku tidak ingin melihat mereka mati." gumam Ruri
"Jika aku bisa membunuh Muzan seorang diri walaupun aku juga akan mati, aku bersedia. Aku sangat takut, mereka semua, apalagi Oyakata-sama yang sudah aku anggap ayah ku sendiri, mati."
Ruri memejamkan matanya, ia melihat bayangan keluarga nya yang sudah tiada tersenyum hangat padanya.
"Tujuan kita adalah menyelamatkan banyak nyawa manusia dari para iblis. Kita juga harus membunuh raja iblis yang sudah membuat banyak orang menderita!"
Ucapan Ayah Ruri selalu terngiang di kepalanya. Sejak lahir tujuan dari keluarga yang di kenal dengan darah bulan ini hanya untuk membasmi iblis.
Didikan keras ayahnya membuat dirinya bisa setegar ini. Tapi, setelah itu dia bertemu dengan keluarga Tomioka, kasih sayang yang dalam dan berbeda dari keluarga nya. Namun, pada akhirnya mereka semua mengorbankan nyawa mereka demi dirinya.
"Ah, aku merindukan kalian semua." gumam Ruri pelan dengan wajahnya yang sendu
"Hai, Ruri. Sedang apa kau disini?" ucap seseorang dari samping Ruri
"Rengoku-san. Aku hanya menikmati udara dan pemandangan pagi ini." jawab Ruri mencoba tersenyum tapi dia tidak bisa menutupi raut wajah sedih nya dari Rengoku
"Kau terlihat sangat sedih. Apa yang kau pikirkan?" tanya Rengoku
"Ah, aku hanya teringat orang tuaku, aku jadi rindu mereka. Tapi, aku baik baik saja," jawab Ruri
"Aku juga terkadang seringkali merindukan ibuku." ucap Rengoku membuat Ruri sedikit terkejut
"Kematian memang tidak bisa dihindari. Tapi aku merasa kagum pada orang yang kuat dan tegar meski melihat orang tersayangnya mati mengenaskan karena iblis." lanjut Rengoku
Ruri mendekatkan diri nya pada Rengoku, membuat Rengoku mematung karna dia dapat melihat wajah Ruri dengan sangat jelas
"Kau, masih demam, Rengoku-san," ucap Ruri sambil menaruh punggung tangannya di kening Rengoku, lalu dia kembali ke posisi awalnya
"Kenapa kemarin kau ikut ikutan menyerang ku, padahal jika aku diposisimu aku akan mengabaikan nya." tanya Ruri
"Aku memang tidak merasakan hawa buruk darimu, tapi, entah apa yang mendorong ku untuk ikut bertarung." jawab Rengoku
"Tanda itu akan muncul disaat emosi dan kemarahan mu melambung tinggi melebihi batasnya. Apa yang membuat mu marah kemarin?" tanya Ruri penasaran, rasanya dia ingin menanyakan hal ini pada semua orang tapi menurutnya satu orang saja cukup untuk menutupi rasa penasaran nya
"Aku pernah berduel dengan muridmu, Takao. Dia menggunakan napas bulan api. Kemarin kau juga sempat menggunakan nya, gaya bertarungnya sangat mirip Ruri. Itu yang aku pikirkan hingga aku marah karena ada seseorang yang berani meniru Ruri." jawabnya jujur dan agak ragu pada akhir kalimatnya
"Oh ya? Kau marah karena merasa ada yang meniruku?" tanya Ruri memastikan dan diangguki oleh Rengoku
"Karna penasaranku sudah hilang, aku akan pulang saja. Sampai jumpa, Rengoku-san!" pamit Ruri
"Tunggu!" cegah Rengoku
"Ada apa?"
"Boleh aku ikut?"
"Tentu, aku tidak akan melarangmu!" ucap Ruri sambil tersenyum
Mereka berjalan bersama sambil bercerita banyak hal, hingga Rengoku menyadari bahwa kaki Ruri sedang sakit. Awalnya terlihat biasa biasa saja tapi setelah lama berjalan mulai terlihat bagaimana Ruri menahan sakitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tsuki Hashira (Kimetsu no Yaiba)
Aktuelle LiteraturTsukikara Ruri, seorang Pilar Rembulan. Namun, lebih cenderung seperti seorang bayangan. Ia juga adik angkat dari Tomioka Giyu, sang Pilar Air. Ruri juga seorang keturunan yang memiliki julukan "darah bulan" dimana keturunan yang termasuk berdarah l...