"Andra itu siapa sih?" tanya Rafi penasaran.
Brian menjitak kepala Rafi, "Lo beneran nggak tau, apa pura-pura nggak tau?"
"Akhh.. Sakit njing," ucap Rafi sambil mengelus kepalanya, "Gue beneran nggak tau. Emangnya seseram apa sih dia sampai lo pada diam waktu namanya disebut?"
Anggota Drakars yang berada di tempat itu menepuk jidat mereka kompak. Mereka memaklumi jika Rafi tidak mengenal siapa Andra. Saat Rafi diangkat menjadi anggota Drakars, Andra telah menghilang selama sebulan. Jadi bukan salah Rafi jika dia tidak mengetahui seorang Anandra Antonio.
Rafi mengalihkan pandangannya, melirik ke arah Vino "Vi?"
Vino mengangkat sebelah alisnya seolah bertanya apa.
"Siapa?"
Vino menghela napasnya kasar "Andra itu ada-"
"Berisik." ucapan Vino terpotong saat seorang pria menyelanya.
Cowok dengan jaket kulit yang melekat ditubuhnya berjalan memasuki bangunan tua yang merupakan markas Drakars. Tatapannya mengarah lurus kedepan membuat siapa pun yang melihatnya memilih untuk menjauh dari hadapannya. Setiap anggota Drakars menunduk ketika dilewati olehnya.
"Gue dengar ada yang tanya siapa Andra," ucapnya sambil mengedarkan pandangannya melihat setiap anggota Drakars.
Cowok itu mengangkat alisnya "Siapa?" bentaknya.
Semua anggota Drakars terkejut. Tidak ada yang berani menjawab seakan semua membisu.
Brian melirik Rafi yang berdiri di sampingnya "Kaki lo kenapa Raf?"
"Gu-gue nggak tau," Rafi melirik kakinya yang sudah gemetaran. Memegangnya perlahan "Rian bantuin gue, ini ko nggak bisa diam ya?"
"Siapa?" cowok itu melirik kearah Brian.
Brian menyenggol tangan Rafi menyadarkan dirinyan yang sudah membatu saat cowok tadi menghampiri mereka " Raf?"
Rafi yang tersadar pun menjadi salah tingkah "E-eh gue-"
"Gue Andra, Anandra Antonio" ucap cowok tadi sambil mengulurkan tangannya.
Cowok tersebut adalah Anandra Antonio, mantan ketua Drakars yang menghilang setahun yang lalu dan tiba-tiba kembali. Tatapan tajamnya membuat seorang Rafi yang mempunyai sifat pecicilan menjadi ketakutan. Pertanyaannya sudah terjawab ketika orang yang terus membuatnya penasaran sekarang berdiri di hadapannya.
Bukannya membalas uluran tangan Andra, Rafi malah terhuyun kebelakang membuat dirinya terduduk di sofa yang untunya berada tepat di belakang dirinya.
Mengumpulkan sisa tenaganya Rafi berdiri kembali. Meraih uluran tangan Andra "Gue Rafi Geraldi"
"Selamat bergabung di Drakars," setelah mengatakan itu Andra membalikan dirinya, keluar dari markas Drakars lalu melajukan motor sport merah miliknya.
Anggota Drakars pun hanya geleng-geleng kepala sambil menatap kepergian mantan ketua mereka.
***
"Halo" Resya mengangkat telepon rumahnya yang berdering.
"Slamat malam, apa betul ini dengan keluarga Farhan Arlana?"
"Iya betul, Ada perlu apa ya?" tanya Resya.
"Kami dari pihak rumah sakit ingin mengabarkan bahwa Farhan Arlana mengalami kecelakaan."
Deg!
"A-apa? Ng-nggak i-ini nggak mungkin." tubuh Resya melemas. Terjatuh ke lantai dengan telepon yang masih tersambung. "MAMA" teriaknya.
"Ada apa sayang? Siapa yang nelpon? Tanya Diana Arlana -mama Resya.
"Ayah- hikss,"
"Ayah kenapa sayang?" raut wajah Diana menjadi panik melihat Resya yang menangis histeris.
"Ayah kecelakaan Ma"
Diana terkejut. Tubuhnya membatu sepersekian detik lalu memeluk erat putrinya.
Menyeka air matanya kasar "Kita ke rumah sakit sekarang."
Sesampainya di rumah sakit Diana dan Resya menuju ruang oprasi. Diana yang duduk di kursi dengan Resya yang terus menangis di dalam pelukan mamanya.
"Mah," panggir Resya dengan suara yang bergetar. Mengangkat wajahnya menatap Diana "Ayah nggak bakal kenapa-kenapa kan? Echa tau ayah pasti baik-baik aja."
"Iya sayang, kita cuman bisa berdoa semoga ayah kamu baik-baik aja." Diana mengusap pucuk kepala Resya menenangkannya namun dia sendiri juga merasa takut jika terjadi sesuatu pada suaminya.
Setelah beberapa saat seorang pria keluar dari dalam ruangan oprasi yang diketahui bernama dokter Doni.
Resya menghampiri dokter tersebut "Dok, gimana keadaan ayah saya?"
Dokter tersebut menurunkan masker di wajahnya. Menghela napasnya perlahan dan diam beberapa saat.
"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin tapi-" dokter menggantung ucapannya.
"Tapi apa dok?" mata Diana berkaca-kaca membendung air matanya semoga semua baik-baik saja.
"Saudara Farhan tidak dapat kami kesalatkan"
Deg!
Air mata yang terbendung itu pun jatuh. Diana terhuyun kebelakang tubuhnya membentur tembok lalu terduduk di lantai. Suaminya telah meninggal dunia entah seperti apa nasibnya kedepan. Resya berjongkok mensejajarkan posisinya, memeluk mamanya erat. Mereka pun menangis sambil berpelukan.
***
Resya menatap langit malam yang mendung tidak ada bintang satu pun disana. Angin malam yang meniup perlahan bersamaan dengan jatuhnya cairan bening dari matanya, kala mengingat momen saat dirinya kehilangan sosok seorang ayah dalam hidupnya.
"Kenapa lo nggak ada disaat gue butuh sandaran," lirih Resya.
Resya menengadah menatap langit, "Ayah tau? Suasana malam ini persis saat ayah ninggalin Echa," air matanya kembali terjatuh.
"Kenap dua orang yang sama-sama Echa sayang pergi dalam waktu yang bersamaan? Echa butuh ayah" Resya menyeka air matanya perlahan.
"Andai waktu itu Andra ada disamping Echa mungkin hati Echa nggak bakal sesakit ini, ayah dengar Echa kan?" Resya memegang dadanya yang terasa sesak.
Saat dimana Resya membutuhkan sandaran tempatnya mencurahkan kesedihannya atas kematian ayahnya, Andra mendadak tidak bisa dihubungi. Puluhan kali Resya menelepon tapi tetap nomor Andra tidak dapat dihubungi. Dia pun beberapa kali pergi kerumah Andra namun rumah tersebut kosong tidak ada penghuni.
Banyak pertanyaan dibenaknya, kemana Andra sebenarnya. Namun sekarang dia telah mengiklaskan semuanya. Andai Andra kembali dia telah mengubur perasaannya dalam-dalam, tidak ada lagi cinta dihatinya rasa kecewa telah menguasai diri Resya.
Resya sekarang bukanlah Resya yang dulu. Sejak ayahnya meninggal Resya menjadi gadis mandiri jika dulu dia adalah anak yang manja maka sekarang tidak lagi. Dia pun juga telah mahir dalam urusan bela diri dan menjadi seorang yang berhati dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANANDRA
Teen Fiction"Gue sayang lo Zia," "Jangan berharap lebih lagi!" Resya menepis tangan Andra yang menahannya untuk pergi. Andra menatap kepergian gadis yang dicintainya. Tangannya meraih kepalanya, merasakan sakit yang begitu luar biasa. Tubuhnya jatuh menghantam...