"Apa? Koma?" Resya menatap bingung. Selama setahun dia tidak tau jika Andra koma?
"Iya, gue koma selama setahun," jawab Andra.
"Nggak ada satupun orang yang bilang ke gue kalo lo itu koma?" Resya mengacak rambut frustasi.
Andra menghela napas pelan, "Oh ya, gimana keadaan om Farhan? Gue benar-benar merasa bersalah karna utang nyawa sama ayah kamu."
Raut wajah Resya seketika berubah. Tatapannya menjadi sendu, banyak kata rindu yang tidak dapat terucap sebagai rangkaian kata.
"Ayah gue udah meninggal,"
Andra membelalakkan matanya, "O-om Farhan meninggal?"
Resya mengangguk mengiyakan. Menatap lurus ke arah danau, "Malam itu gue terima telepon dari Rumah Sakit katanya ayah gue kecelakaan, mobilnya hancur akibat jatuh ke jurang."
"Lo nggak usah merasa bersalah, gue iklas mungkin ini sudah jalan takdir dari yang di atas," Resya tersenyum namun senyum yang menggambarkan kesedihan yang mendalam.
"Tapi bokap lo ngg-"
"Balik yuk, gue mau ngajak lo ketemu mama."
Andra mengurungkan niatnya untuk bemberi tau Resya apa yang sudah terjadi. Resya sepertinya telah mengubur kejadian itu dalam-dalam dan akan begitu sakit bila kembali menggali masa lalu.
Tangan Andra terulur memegang tangan kiri Resya, "Maaf," ucapnya parau.
Resya tersenyum manis, "Gue yang harusnya minta maaf."
"Apa masih ada kesempatan buat lo jadi milik gue lagi?" Andra menatap dalam manik Resya. Rindu. Dia begitu menyayangi gadis di hadapannya saat ini.
"Kasih gue waktu buat kembali mengerti perasaan gue," ujar Resya yang kembali tersenyum.
Andra pun membalas senyuman Resya, "Gue ngerti perasaan lo dan gue bakal buktiin lagi kalau lo bakal jadi milik gue kembali," Andra berkata yakin.
***
Resya dan Andra tiba di depan rumah milik keluarga Arlana. Gerbang hitam yang besar serta halaman yang luas. Ditengahnya terdapat air mancur yang lumayan besar. Rumah dengan nuansa putih itu di bagian atasnya terdapat huruf A yang terukir indah.
Resya memakirkan motornya di garasi yang berada di samping rumahnya, terdapat beberapa koleksi mobil antik milik Farhan semasa hidupnya.
Farhan Arlana adalah anak tunggal dari tuan Gifarld Arlana. Kekayaannya tidak di tanyakan lagi. Namun dalam keluarga mereka tidak ada satupun kata sombong, bahkan Resya tidak pernah menyombongkan kekayaan ayahnya baginya itu milik ayahnya bukan miliknya.
Resya membuka pintu rumahnya, "Yuk masuk."
Andra mengekori Resya dari belakang. Ini bukan pertama kalinya cowok itu datang kerumah Resya. Saat mereka berpacaran dulu Andra sering menginap dan tidur di salah satu kamar tamu. Rumah Resya memiliki sepuluh kamar, semuanya sudah termasuk kamar tamu dan kamar asisten rumah tangganya. Semua kamar tersebut memiliki luas dan besar yang sama tidak ada perbedaan di dalamnya. Ini adalah saran dari Diana, baginya setiap manusia adalah sama tidak ada kasta yang memisahkan mereka.
"Mama," teriak Resya.
"Eh kamu udah pulang sayang?" Diana yang saat itu berada di dapur datang menghampiri putrinya.
Diana melirik cowok di belakang Resya. Tidak asing dimatanya, "Andra?"
"Halo tante," sapa Andra malu-malu. Bukan apa-apa sudah setahun dia tidak datang ke rumah itu dan sekarang dia kembali namun sebagai teman Resya bukan seorang kekasih lagi.
"Resya, tolong buatin teh buat Andra ya," perintah Diana yang di angguki oleh Resya.
Kini Andra dan Diana berada di ruang tamu dengan Andra yang duduk berhadapan dengan Diana.
"Andra turut berdukacita atas kematian om Farhan," ucap Andra dengan kepala yang tertunduk, dia tidak kuat menatap mata Diana. Hatinya merasa sangat bersalah.
"Hmm," Diana tersenyum, "Tante juga nggak nyangka kalau suami tante akan pergi secepat itu. Dulu sebelum suami tante meninggal, Resya adalah gadis yang periang. Tapi kabar kematian ayahnya begitu menyayat hati kecilnya membuat Resya sering murung."
"Ini juga salah aku tante," Andra menggenggam erat tangannya, "Andai waktu itu aku ada di samping Resya mungkin dia tidak akan menanggung kesedihan seperti ini," lirih Andra.
Diana berdiri- berjalan mendekati Andra, mendudukkan dirinya di sampingny, "Nggak ada yang perlu di sesali, semua ini sudah takdir. Dan tante harap kamu tidak akan meninggalkan Resya untuk ke dua kalinya."
Andra menatap dalam mata Diana, "Aku janji tante."
"Andra pamit dulu tante, mama pesan pulangnya jangan terlambat."
"Ya udah, kamu hati-hati di jalan ya. Kapan-kapan main kesini lagi."
"Iya tante," Andra menyalimi Diana lalu pergi keluar dari rumah Resya.
"Loh ma, Andranya mana?" tanya Resya yang tidak melihat keberadaan Andra sambil membawa secangkir teh di tangannya.
"Udah pulang," jawab Diana.
"Tehnya?" teh yang sudah Resya buat dengan sepenuh hati sekarang jadi sia-sia.
"Buat mama," Diana mengambil cangkir teh di tangan Resya. Membawanya menuju ruang keluarga.
***
Andra menatap langit-langit kamarnya. Sudah terhitung berapa kali Andra duduk lalu kembali membaringkan dirinya. Seperti ada yang mengganjal di pikirannya sekarang.
"Gue rasa ada yang aneh," Andra menepuk-nepuk dagunya dengan jari telunjuk seoeeti sedang memikirkan sesuatu.
"Kenapa om Farhan dilaporkan atas kasus kecelakaan ya? Tapi-" Andra mengacak rambutnya frustasi.
Andra berjalan menuju balkon kamarnya. Menghirup angin malam yang menusuk masuk sampai ke tulang.
Menyandarkan dirinya lalu melipat tangannya di depan dada, "Apa ini kasus pembunuhan? Tapi kenapa gue nggak dibunuh? Dan kenapa seolah-olah semua dibuat seperti kecelakaan? Sebenarnya siapa mereka?" banyak pertanyaan yang dilontarkan Andra. Entalah dia juga tidak mengerti yang jelas dia akan mencari tau akan hal itu.
Saat hendak berbalik badan tiba-tiba kepala Andra terasa begitu sakit. Sangat sakit. Tangannya meraih kepalanya mencengkram kuat rambutnya, tubuhnya hampir terjatuh jika saja dia tidak memegang pembatas balkon. Napasnya sesak kepalanya seperti akan pecah, hingga akhirnya Andra tersungkur di lantai balkon yang dingin dan tidak sadarkan diri.
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
ANANDRA
Teen Fiction"Gue sayang lo Zia," "Jangan berharap lebih lagi!" Resya menepis tangan Andra yang menahannya untuk pergi. Andra menatap kepergian gadis yang dicintainya. Tangannya meraih kepalanya, merasakan sakit yang begitu luar biasa. Tubuhnya jatuh menghantam...