"Perasaan lo ke gue ibaratnya kayak sepeda motor. Kalau digas terus bakal melaju dengan kencang buat ngejar gue, tapi kalau lo rem tiba-tiba bakal sakit hati."
***
Suara bel pembelajaran memasuki jam kelima telah berbunyi tiga menit yang lalu. Tapi, sepertinya hari ini jamkos dan terlihat banyak murid yang masih berkeliaran di are luar kelas. Apalagi anak XII TSM yang terkenal muridnya bandel-bandel, sampai wali kelasnya kadang mengeluh dengan aksi yang dilakukan mereka. Saat ini mereka tengah bermain sepak bola di bawah naungan terik matahari yang panas. Keringat bercucuran membasahi seragam mereka, namun tetap saja terus bermain tanpa menghiraukan ucapan sang guru yang menginturpsikannya untuk berhenti.
"Sudahi main bolamu, cepat masuk ke kelas!" ucap Bu Tina--wali kelasnya.
Dari lantai dua terlihat seorang murid berdiri di tepi pagar melihat ke arah lapangan, mengamati cowok yang asyik memutar badannya, meliuk-liuk menggiring bola, dan menendangnya sampai masuk gawang.
"Ngapain lo di sini, Ra?" tanya Hilya di belakangnya.
Ara menoleh. "Nyari angin aja, sih."
"Yang benar aja lo nyari angin, tapi fokusnya lihat sepak bola. Pasti lo cuma lihat Rian doang, 'kan?"
"Hm."
Hilya menyilangkan kedua tangannya. "Apa sih, yang lo suka dari Rian? Jelas-jelas anak TSM terkenal bandelnya!"
"Lo nggak bisa lihat seseorang dari satu sisi, Lya. Oke, emang TSM terkenal bandel, tapi nggak semuanya. Ada hal yang lo nggak tahu tentang Rian."
"Ra, lo tahu, 'kan Rian itu mantan pacar Raina. Kalau Raina tahu lo diam-diam suka sama Rian, pasti bakal viral satu sekolah." Hilya mencoba memberi pengertian.
"Gue emang suka sama Rian, tapi biar gue, lo, dan Allah yang tahu. Jadi, gue mohon jangan sampai satu kelas tahu tentang perasaan ini. Biar gue yang sakit buat mencintai dia dalam diam."
Hilya memutar bola matanya malas. "Dasar batu! Dibilangin ngeyel mulu. Gua nggak mau lo terlalu jauh suka sama Rian, takutnya lo sakit hati setiap saat lihat Raina yang berusaha mendekati Rian lagi."
Ara tak mendengarkan ucapan Hilya, ia malah menghiraukannya dan mengalihkan pembicaraanya pada tugas sekolah.
"Besok ada PR matematika, ya?"
"Setiap kali gue nasehati lo, selalu aja mengalihkan pembicaraan. Kenapa sih, lo nggak mau dengerin ucapan gue?" ucap Hilya.
Ara tersenyum. "Bukannya gue nggak mau dengeri ucapan lo, Lya. Tapi, gue mau ikutin kata hati gue buat memperjuangkan perasaan ini ke Rian."
"Sudahlah, terserah lo aja. Mending gue masuk ke kelas!" Hilya berlalu meninggalkan Ara yang masih setia melihat sepak bola, terutama melihat Rian.
"Eh, guyss! Rian ngajakin gue ketemuan habis pulang sekolah!" seru Raina girang.
Hilya mendegar hal itu ketika mendartkan pantatnya pada kursi berbahan dasar kayu tersebut, ia hanya bisa menghela napasnya panjang, dan teringat ucapan Ara yang akan memperjuangkan perasaanya buat Rian. Sedangkan di satu sisi, Rian tak mengenal Ara, dan saingan Ara terlalu berat jika harus bertanding dengan Raina. Ara dan Raina sangat berbeda, dari penampilan fisik, perilaku, sifat, bahkan cara mencintai seseorang berbeda. Raina yang bobrok, good looking , tapi Ara pendiam, dan tidak begitu good looking seperti dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Pintu SMK (On Going)
Ficção Adolescente𝘒𝘪𝘴𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘭𝘪𝘬 𝘨𝘢𝘥𝘪𝘴 𝘚𝘔𝘒 𝘥𝘢𝘯 𝘨𝘰𝘳𝘦𝘴𝘢𝘯 𝘵𝘢𝘬𝘥𝘪𝘳 𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘰𝘭𝘪𝘴𝘪. Takdir yang tersembunyi membawa sejuta kisah cinta antara dua gadis SMK. Diara Ananda Raisya, yang menyukai seseorang dalam diamny...