"Mencintai lo adalah hal yang terbodoh, tapi gue tetap memperjuangkannya."
***
Sesuai apa kata Raina tadi bahwa ia akan bertemu dengan Rian selepas pulang sekolah. Ya, nampak Rian sudah menunggunya di parkiran dengan membawa satu kantong kresek berwarna putih yang isinya seperti makanan. Di sisi lain Ara nampak gelisah karena takutnya Rian akan balikkan lagi dengan Raina.
"Hai! Sorry nunggu lama," ucap Raina lembut.
Sebelum bertemu dengan Rian, Raina tadi sedikit memoles wajahnya terlebih dahulu. Ia menambahkan lipstik, maskara, dan bedak supaya terlihat cantik di mata Rian. Tidak make-up, rasanya tidak enak. Mau konser apa sekolah?
Rian tersenyum. "Gue cuma mau ngasih lo seblak ini."
Nyesel gue, dah putuisan lo, Rian!
"Ah, makasih, Rian! Eh, besok joging di alun-alun, yuk!" ajak Raina memelas.
"Oke, jam enam pagi gue jemput lo di depan rumah."
"Lo mau anterin gue pulang, nggak?" tanya Raina mencari kesempatan dalam kesempitan.
Rian mengangguk senang. "Iya."
Tangan Rian terulur memasangkan helm ke kepala Raina. Mereka saat ini tengah menjadi sorotan murid-murid, terutama Ara yang hatinya teriris melihat adegan romantis ini.
"Kenapa gue harus mencintai lo, Rian? Kenapa?!" gumam Ara menatap dua insan yang sedang menjadi sorotan kerena adegan romantisnya.
Raina naik ke sepeda motor trail Rian, lalu Rian menghidupkan kendaraanya. Kemudian melajukannya, membelah gerbang sekolah yang sudah terbuka. Jeritan histeris para kaum hawa terdengar menyakitkan sekali bagi Ara. Tapi, Ara seharusnya sadar jika yang mencintai dalam diam harus siap tersakiti juga dalam diamnya. Mata Ara berkaca-kaca menatap nanar punggung Raina yang mulai jauh bersama Rian.
"Lo harusnya sadar, Ra. Kejadian barusan membuktikan kalau setiap lo perjuangkan Rian, maka yang lo dapatkan hanya sakit hati. Sadar, Ra!" ucap Hilya.
"Ngomong itu gampang, Lya. Tapi, gue nggak bisa menjalankan apa yang lo katakan dan mau!" bentak Ara.
"Ra, lo itu terlalu egois dan terobsesi sama Rian. Gue tahu lo mencintai Rian, tapi perasaan lo ke dia susah untuk terbalaskan."
Ara berdiri, menatap Hilya sendu. "Asal lo tahu, Lya. Lo nggak pernah ada di posisi gue, lo juga belum pernah merasakan jatuh cinta, dan memang perkataan lo benar. Tapi, jika lo nyuruh gue buat berhenti ngejar Rian, maaf, gue nggak bisa, Lya!"
"Gue emang belum pernah merasakan jatuh cinta, tapi apa salahnya gue mengingatkan dan memberi nasihat lo, Ra?!" ucap Hilya dengan napas mengebu.
"Enggak ada yang salah, Lya. Gue tahu, gue emang bodoh mencintai cowo kayak Rian. Gue nggak begitu cantik, pintar, dan cuek kayak lo. Lo banyak disukai cowo, sedangkan gue selalu merasakan kecewa tiap kali gue menaruh perasaan ke seseorang."
"Ra, lo nggak boleh membanding-bandingkan diri lo dengan orang lain. Kita punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Saat lo merasa kecewa, anggap aja Allah sedang menguji lo, bahkan mematahkan hati lo karena lo salah jalan." Hilya menggenggam jemari Ara.
Memang, banyak yanv menyukai Hilya. Namun, tidak ada seseorang yang belum bisa mencuri hati Hilya. Kata Ara selera Hilya terlalu tinggi, ia mengharapakan bisa dekatn dengan seorang abdi negara. Hilya mengakaui jika seleranya tinggi. Akan tegapi, ia juga sadar apa yang diinginkan Hilya hanya sebatas rasa kagum atas perjuangan mereka menjaga NKRI.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Pintu SMK (On Going)
Novela Juvenil𝘒𝘪𝘴𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘭𝘪𝘬 𝘨𝘢𝘥𝘪𝘴 𝘚𝘔𝘒 𝘥𝘢𝘯 𝘨𝘰𝘳𝘦𝘴𝘢𝘯 𝘵𝘢𝘬𝘥𝘪𝘳 𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘰𝘭𝘪𝘴𝘪. Takdir yang tersembunyi membawa sejuta kisah cinta antara dua gadis SMK. Diara Ananda Raisya, yang menyukai seseorang dalam diamny...