Gue menatap kotak persegi dengan ukuran cukup besar yang dibungkus kertas kado berwarna merah muda dengan motif bunga mawar. Gue menggoyang-goyangkan kotak itu, mencoba menebak isi di dalamnya.
Gue yang enggak bisa menahan rasa penasaran itu, langsung saja merobek kertas kado itu dan membuka kotaknya. Bukannya mendapat isinya, gue malah dapat kotak lagi. Kembali membuka, lagi-lagi masih muncul kotak. Gue terus membuka kotak itu, sampai kasur gue udah penuh oleh bekas robekan kertas kadonya. Tapi, gue belum juga menemukan isinya.
"Kayaknya Ardhal ngerjain gue deh. Gue udah capek buka kotaknya." Gue melempar kotak itu ke ujung kasur dengan kesal. Dia kira enggak capek apa buka kotak sebesar itu.
Gue mengambil hp dan memutuskan menelpon Ardhal. Terdengar nada sambung, tapi si pemilik belum juga menjawabnya. Kembali menelpon dan akhirnya di angkat juga.
"Kenapa?" tanya Ardhal dengan suara serak khas orang yang baru bangun dari tidur.
"Lo yang kenapa." Gue membalasnya sewot.
"Maksudnya gimana sih?"
"Maksud lo yang apa, hah!"
"Syah, gue serius nanya tau." Terdengar nada frustasi di ucapan Ardhal.
"Lo kira gue bercanda, Dhal?"
"Sorry, deh kalau gue ada salah."
"Itu nyadar."
"Yaudah cerita, lo kenapa nelpon?"
"Kenapa lo ngebohongin gue?" Gue mengucapkan dengan suara pelan.
"Bohong? Kapan gue ngebohongin lo?"
"Kotak yang lo kasi, kenapa nggak ada isinya?" tanya gue sambil menangis.
Gue kok malah cengeng banget sih? padahalkan masalahnya sepele doang. Kayaknya ini bawaan pms deh bikin mood gue jadi berantakan. Pantas aja, pas dari tadi pagi perut gue sakit eh taunya itu gejala kalau waktunya udah tiba.
"Ada kok, emangnya lo udah buka sampe habis? Ck, malah nangis," gerutu Ardhal di seberang sana.
"Ya belum, gue capek tau ngebukanya. Kamar gue udah berantakan gara-gara itu." Gue masih sesegukan.
"Makanya kotak itu lo buka sampai habis, jangan langsung marah-marah trus nangis."
"Salah lo sendiri, katanya ngasi oleh-oleh kok malah kayak ngasi kado ulang tahun yang bungkusnya banyak banget sampai bikin gue kesel."
"Hahaha biar beda dari yang lain. Lagian kan orang gan----"
"Orang ganteng mah bebas." Gue mengikuti gaya bicaranya.
"Nah itu tau." Terdengar Ardhal terkekeh dengan puasnya.
"Bye!"
Gue langsung mengakhiri panggilan itu. Mengambil kotak yang semula gue buang. Membukanya dengan pelan dan berharap ini adalah kotak yang terakhir, tapi lagi-lagi gue kecewa karena masih terdapat kotak lagi. Kembali membukanya dengan kasar, gue tersenyum lega setelah tau bahwa itu kotak adalah kotak yang terakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agista
Teen FictionIni kisah tentang seseorang yang bernama Altina Regita Stasyah. Gadis remaja yang berharap bahagia di hari spesialnya, namun nyatanya dia malah mendapat kenyataan yang merubah kehidupannya. Mungkin inilah yang dinamakan, ekspektasi tak semanis reali...