4 . Hari pertama kerja

279 51 4
                                    


Bunyi alarm dari gawai Gun terus berbunyi memekakan telinganya. Pria mungil itu pun membuka matanya kemudian mematikan alarm. Pukul 22.00. Dengan segera ia bangkit untuk bersiap-siap berangkat bekerja di bar milik Singto. Gun sengaja tidur sebentar tadi. Berharap saat bekerja nanti ia tidak terlalu mengantuk.

Gun hanya mencuci wajahnya, menghilangkan muka bantal efek tidur tadi. Kemudian berganti pakaian. Selesai mengganti pakaiannya ia bercermin. Tersenyum geli melihat pantulan dirinya sendiri. Ia mengenakan jas. Tapi untunglah, untuk bawahannya ia hanya memakai jeans bukan celana bahan, beserta kaos polos berwarna putih. Jadi pakaiannya tetap santai. Pria itu kemudian melepas jasnya hanya untuk ia sampirkan di lengannya. Dengan jam tangan yang sudah melingkar di pergelangan tangan kirinya dengan apik, Gun sekali lagi menatap ke cermin untuk sedikit merapikan rambutnya.

"Baiklah, let's go!" Ucapnya pada diri sendiri.

Gun berjalan menuruni tangga, langkahnya terhenti saat berpapasan dengan Tay yang terlihat sedikit lesu. Sepertinya baru saja pulang dari kantor? Entahlah, ia tidak peduli. "Kau mau ke mana?" Gun mengernyit bingung. Ada apa dengan pria ini? Tidak biasanya ia peduli dengan apa yang Gun lakukan. Ingat, mereka bahkan hampir tidak pernah bertegur sapa sebelumnya.

"Kau melihatku? Kukira aku hantu yang tidak pernah terlihat di rumah ini." ucap Gun sarkas.

"Apa yang kau bicarakan?"

"Tidak, lupakan. Aku ada janji dengan temanku. Jika kau memang betulan ingin tahu tentu saja." ucap Gun acuh tak acuh.

"Semalam ini? Bertemu dengan siapa? Di mana?"

"Oh, wow... Apa aku tidak salah dengar? Sejak kapan kau peduli?" bukannya menjawab, Gun justru bertanya balik pada Tay. "Dengar, Tay. Aku akan ke mana bukan urusanmu."

Baru saja Gun akan melangkah, Tay sudah menahannya dengan memegang pergelangan tangannya, "Aku suamimu jika kau lupa." ujar Tay dingin. Gun menghempaskan genggaman Tay kemudian melanjutkan perjalanannya menuruni tangga tanpa berniat menjawab perkataan Tay.

"Dasar pria gila." batin Gun.

-

Gun pikir urusannya dengan Tay sudah selesai, namun ia salah. Pria itu dengan cepat ikut turun dan kini menghadangnya.

"Apa yang kau lakukan? Minggir, aku sudah hampir terlambat."

"Kau tidak melihat jam? Masuk ke kamarmu sekarang!" perintah Tay. Gun menatap pria di depannya dengan nanar. Bibirnya terkunci, giginya gemeretak. Seketika darah Gun mendidih.

"Kau bebas melakukan apapun yang kau mau. Pergi ke mana, dengan siapa, pulang jam berapa. Aku tidak pernah sama sekali mencampuri urusanmu. Kau pun biasanya melalukan hal yang sama padaku. Lalu apa yang kau lakukan sekarang? Urusi saja kekasihmu. Aku tidak butuh!" ucap Gun penuh amarah kemudian menyingkirkan tubuh Tay dan meninggalkan pria itu yang kini hanya terdiam menatap punggung sempit Gun.

-

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 15menit, Gun pun sampai di bar milik Singto. Pria mungil itu pun segera memarkirkan mobilnya. Gun memandang huruf menyala pada bangunan itu. Lion Bar... Ia tidak pernah sekalipun menginjakkan kakinya pada tempat semacam ini sebelumnya. Hidupnya teramat bersih, jauh dari minuman beralkohol. Sebenarnya Gun sedikit ragu, apakah dia harus melanjutkan niatnya bekerja di bar atau tidak.

Gun belum pernah bekerja, dan sekalinya bekerja ia malah melamar kerja di tempat seperti ini. Bar bukan tempat buruk, hanya tempat orang-orang minum. Paling tidak itu yang Gun tahu. Tapi tetap saja, sebagai orang yang tidak pernah menyentuh minuman beralkohol, bekerja di tempat seperti ini terasa tidak tepat. 

Setelah menenangkan debar jantungnya akibat gugup, Gun pun keluar dari mobilnya kemudian berjalan memasuki bar lewat pintu samping. Sesampainya di dalam Gun disambut oleh sang pemilik bar.

"Ku kira kau tidak akan datang, Gun."  ucap Singto sembari tersenyum pada Gun.

"Bagaimana mungkin, Kak. Aku sangat membutuhkan pekerjaan ini."

"Haha. Jujur saja aku sedikit ragu kau benar-benar akan bekerja di sini. Tapi melihatmu berada di sini sekarang rupanya kau bersungguh-sungguh ingin bekerja, huh?" ucapan Singto membuat Gun merengut. "Jangan meledekku, Kak," bibirnya semakin maju, "Aku serius tahu, ingin bekerja."

"Baiklah...baiklah... Maafkan aku. Jadi, Gun. Seperti yang aku katakan tempo hari. Tugasmu di sini sebagai pelayan. Nanti akan ada yang membimbingmu karna ini hari pertamamu bekerja."  

"Baik, Kak. Terimakasih."

"Karena ini sudah malam, aku akan pulang. Tapi sebelum itu aku akan memperkenalk-
anmu dengan pekerja yang lain dan memberitahukan tugasmu di sini pada mereka."

-

Gun sudah melakukan sesi perkenalan. Salah satu rekan kerjanya ialah pria bernama Off. Si pria jangkung bermata sipit, salah satu bartender andalan Lion Bar.

"Semoga betah yah kerja di sini." ucap Off pada Gun.

"Terimakasih, Off. Aku mau ke toilet dulu."

"Apa perlu kuantar?" Gun menggeleng, "Tidak perlu. Aku bisa sendiri." Gun tersenyum memamerkan lesung pipinya.

Bar milik Singto sangat luas, Gun terus berjalan menuju toilet. Sesampainya di toilet, ia dikejutkan dengan sepasang wanita dan pria tengah bercumbu. Dengan segera ia bersembunyi di balik tembok.

"Tunggu? Apa yang aku lakukan? Kenapa pula aku harus bersembunyi? Dasar Gun bodoh. Di tempat seperti ini tentu saja banyak hal-hal seperti ini terjadi." monolog Gun. Tetapi karna rasa penasarannya, Gun pun sedikit mengintip. Seketika matanya membola.

"Namtan?"

Gun tentu saja kaget melihat kekasih suaminya sedang berciuman dengan pria lain. Wanita itu berselingkuh!! Tanpa pikir panjang Gun pun mengeluarkan gawainya. Diam-diam merekam kegiatan Namtan dengan pria asing itu.

Gun melupakan tujuannya ke toilet. Setelah merekam ia segera kembali bekerja. Sambil memikirkan tindakannya barusan. Untuk apa dia merekam? Apakah ia perlu menghapusnya? Lagipula Namtan berselingkuh atau tidak itu bukan urusannya. Peduli setan, biarkan itu menjadi urusan Tay dan kekasihnya itu.

Tapi ia tetap penasaran. Baiklah, nanti ia akan bertanya pada salah satu pekerja di sini. Seperti Off misal? Mungkin ia tahu sesuatu tentang pelanggan- pelanggan di bar ini.

-

"Off, boleh aku bertanya?"

"Tentu saja."

Gun celingak celinguk, kemudian kembali menatap ke arah Off. "Apa kau mengenal mereka?" tanya Gun menunjuk ke arah Namtan dan pria asing tadi yang kini sedang duduk bersama di sofa merah.

Off melihat ke arah di mana Gun menunjuk, "Memangnya kenapa?"

"Aku tadi melihat mereka berciuman." jawab Gun jujur. Off terkekeh. "Hanya berciuman? Hal semacam itu biasa terjadi di tempat seperti ini Gun."

"Aku tahu. Cuma... Ah, lupakan."

"Pria itu pelanggan di sini," Off bersedekap sembari memperhatikan sosok yang tengah dibicarakan, "pelanggan VIP lebih tepatnya. Ada lagi yang ingin kau ketahui, Gun?" Off menatap rekan kerja barunya yang mungil itu.

"Ummm... Kalau wanita itu?"

"Aku tidak tahu hubungan mereka apa, tapi dia memang sering membawa wanita itu dan menyewa kamar di lantai atas."

"Di lantai atas ada kamar?"

"Yah, ada beberapa. Ini rahasia. Dan yang biasanya menyewa itu para tamu ber-uang."

"Untuk apa? Tidak mungkin berhubungan kan?"

"Gun, mana kutahu apa yang tamu-tamu di sini lakukan saat sudah masuk ke kamar lantai atas? Lagipula kalaupun berhubungan sex memangnya kenapa? Mereka orang-orang dewasa. Hal yang wajar."

"Wajar untuk kalian, bukan untukku."

"Jadi, kau penganut sex setelah menikah?"

Gun hanya diam. Tidak berniat menjawab. Off diam-diam memerhatikan Gun yang tengah fokus melihat ke arah pria dan wanita yang sedari tadi mereka bicarakan. Pria mungil ini menarik. Batinnya.

Marriage Contract (TayGun) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang