5. Aku dan Buku

288 53 2
                                    


Guys, cerita ini banyak sekali perubahan dari cerita awal. Aku benar-benar merevisi mungkin 80% dari aslinya. Banyak banget tambahan-tambahan, entah kata, kalimat, atau bahkan chapter. Mungkin kalian akan nemuin paragraf yang kalian ngerasa dulu ngga ada. Itu emang aku baru buat. Karna aku ngerasa cerita ini terlalu pendek dan terburu-buru. Makanya aku ubah. Seperti chapter ini, sebelumnya tidak ada sama sekali. Aku harap kalian ngga keberatan. Anyway, happy reading ^^

Gun memutar bola mata malas kala mendapati Tay tengah menyantap sarapan dengan Namtan. Ini akhir pekan, jadi tidak heran di jam sepuluh pagi Tay masih berada di rumah.

Gun melangkah tak acuh, menghampiri rak untuk mengambil gelas kemudian membuka lemari pendingin, mengambil susu kotak yang tinggal setengah lalu menuangnya. Tak memperdulikan sepasang kekasih yang tengah menyantap sarapannya sembari bergurau.

Saat masih sibuk meneguk susunya telinganya menangkap perbincangan Tay dan Namtan. Jangan salah paham, ia tidak bermaksud menguping. Ia masih berada di ruangan yang sama ingat? Jadi wajar jika ia mendengarnya.

"Semalam kau ke mana, babe?" tanya Tay pada Namtan dengan lembut. Diam-diam Gun mencibir nada bicara Tay yang sangat lembut itu. Padanya mana pernah pria itu berbicara dengan nada semacam itu.

"Aku tidak ke mana-mana. Aku bahkan tidur cepat semalam." mendengar jawaban Namtan membuat Gun yang tengah mencuci gelas bekas pakainya itu tersenyum miring.

"Benarkah? Maaf yah. Seharusnya kita pergi semalam, tapi aku malah lembur."

"Si jelek bodoh. Kekasihmu semalam bersama pria lain." Gun hampir saja tertawa. Untung saja dia bisa menahan diri kemudian dengan segera pergi menuju halaman belakang rumah. Peduli setan, biarkan saja suaminya itu dibodohi kekasihnya. Bukan urusanmu Gun Atthaphan Vihokratana. Gun mendengus tak suka setelah menyebut nama sendiri dengan Vihokratana. Ia sudah bukan lagi Gun Atthaphan Phunsawat.

Gun kini duduk di gazebo sembari membaca novel. Novel yang tengah ia baca memiliki cerita yang mirip dengan kehidupannya. Seorang pria dan wanita yang dijodohkan oleh keluarganya. Hubungan mereka tak lebih baik dari miliknya dan Tay pada awalnya, namun seiring berjalannya waktu benih-benih cinta pun tumbuh. Mereka pun hidup bahagia. Apalagi setelah mereka dikaruniai buah hati.

Gun menutup buku novelnya. Menatap dua burung kecil entah apa namanya bercicit di atas rumput seolah tengah berbincang. Langit begitu cerah hari ini. Biru membentang tanpa sedikitpun putih awan yang menodai. Pandangannya turun pada sampul novel di tangannya. Ia bertanya-tanya, apakah ia dan Tay akan seperti pria dan wanita dalam buku itu? Setelah dijodohkan, awalnya tidak saling mencintai, kemudian cinta pun datang memenuhi mereka dan mereka hidup bahagia? Gun tersenyum kecut. Alih-alih tumbuh benih-benih cinta dan berakhir hidup bahagia, tampaknya kehidupan pernikahannya pun tak akan berlangsung lama.

Bukannya pesimis, tapi ia masih ingat betul dengan isi kertas kontrak yang dibuat Tay. Itu bukan hanya kertas berisi peraturan-peraturan selama ia menjadi pasangan Tay. Di sana tertulis, jika setelah satu tahun pernikahan mereka akan bercerai.

Gun merasa bersalah pada kedua orang tuanya. Mereka menginginkan putranya hidup bahagia dengan lelaki pilihan mereka. Tapi malah ia akan bercerai setahun setelah pernikahan. Ia tidak bisa menolak karena Tay memaksanya untuk menandatangani kontrak itu.

Membicarakan ini Gun jadi rindu orang tuanya. Sepertinya ia harus berkunjung ke rumah. Sudah satu minggu juga ia tidak bertemu dengan Ayah dan Ibunya.

.
.

Gun bersenandung kecil, mengikuti lagu yang terputar di radio. Jarinya diketuk-ketukkan pada setir mobilnya. Jalanan ibukota sedikit macet saat ini. Tapi itu tidak sedikitpun merusak suasana hatinya yang tengah bagus. Ia sangat senang setiap kali akan bertemu dengan orang tuanya tanpa Tay. Karna ia bisa menjadi diri sendiri. Seorang anak dari pasangan Phunsawat.

Marriage Contract (TayGun) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang