3 . Palsu

296 51 7
                                    

Palsu, semuanya palsu. Semuanya dipenuhi dengan kebohongan. Pernikahannya sudah menginjak satu bulan, dan hubungannya dengan Tay jauh dari kata membaik. Bahkan lebih buruk. Hanya di depan keluargalah Tay akan bersikap sangat manis padanya dan itu membuatnya muak sekaligus merasa bersalah dengan orang tuanya juga mertuanya.

Perjanjian sialan! Tidak pernah sekalipun Gun pernah menyetujui isi perjanjian yang Tay buat. Tapi Tay tetap bertindak semaunya. Malam itu, sepulangnya Tay dari kantor, Gun sudah memprotesnya. Ia jelas tidak bisa menerimanya. Apalagi saat Gun ingin mengajukan permintaannya juga. Seenaknya saja Tay yang membuat peraturan dan Gun tidak diizinkan melakukannya juga. Tetapi pria itu lagi-lagi tidak memperdulikan ocehan Gun.

Baiklah, lupakan malam itu. Atau kepalanya akan berasap sekarang juga.

Mereka menjalani hidup layaknya orang asing yang tinggal bersama. Tidak pernah bertegur sapa, bahkan menikmati santap bersama sekalipun tidak pernah mereka lakukan. Untuk kamar, tentu saja mereka tinggal di kamar yang berbeda.

Kegiatan Gun sehari-hari hanya tidur, bangun, membuat sarapan untuk dirinya sendiri, menonton teve atau membaca buku. Kadang pergi keluar jika memang sudah sangat bosan di dalam rumah.

Omong-omong, keduanya kini tinggal di rumah baru yang orang tuanya Gun berikan. Hadiah pernikahan untuk putra kesayangannya, katanya. Tay sempat menolak, karena ia ingin mereka tetap tinggal di apartemen milik Tay. Tapi orang tua mereka bersikeras memaksa Tay dan Gun tinggal di rumah baru yang memang sudah disiapkan.

Meskipun itu rumah dari orang tua Gun, tetapi Tay tetaplah Tay. Pria itu tetap bertindak seenaknya. Ada waktu di mana Gun dibuat jengkel setengah mati. Bagaimana tidak? Pria itu dengan berani membawa kekasihnya ke rumahnya dan mereka bercinta di kamar Tay. Jika kalian bertanya bagaimana Gun bisa tau tentu saja karna ia mendengarnya dengan jelas. Ia tidak peduli Tay bercinta dengan siapa asal tidak di rumahnya. Pertama kali Tay melakukannya, ia jelas marah besar padanya. Tapi pria itu tidak mendengarkannya sama sekali dan tetap melakukannya. Jadi Gun memilih untuk membiarkannya.

Semenjak menikah, Tay pun tak pernah memberinya uang. Beruntung Gun sendiri memiliki tabungan. Bisa saja ia meminta uang kepada orang tuanya, tetapi itu akan menimbulkan masalah baru. Orang tuanya pasti akan menanyakan apakah Tay tidak memberinya uang. Dan Gun, jika sampai hal itu terjadi, ia tidak tahu akan beralasan bagaimana.

Suaminya lebih suka menghamburkan uangnya untuk kekasihnya. Ia tidak bisa membayangkan jika sampai orang tuanya juga orang tua Tay mengetahui hal itu. Baiklah, memang benar kalaupun orang tua mereka tahu pastilah hanya Tay yang bermasalah. Tapi tetap saja, lebih baik tidak ada yang mengetahuinya. Gun ingin hidup tenang. Biarkan saja Tay bertindak semaunya. Itu adalah urusannya. Selama pria itu tidak macam-macam dengannya apalagi kasar. Lebih baik seperti ini. Menjalani hidup masing-masing.

-
-

" Ayolah Krist, pasti ada lowongan pekerjaan untukku, kan? Aku benar-benar ingin bekerja."

"Astaga, Gun. Kau dari keluarga kaya raya. Bahkan harta kedua orangtuamu tidak akan habis tujuh generasi ke depan. Dan kau pun memiliki suami yang sama kayanya. Lalu kenapa kau mengemis pekerjaan padaku? Kau tinggal duduk manis di rumahmu dan kau tidak akan kehabisan uang. Apa semua uang dari orang tua dan suamimu tidak cukup?" ujar Krist yang sudah jengah mendengar rengekan yang sama dari Gun sedari tadi.

Krist, Krist Perawat adalah sahabat Gun. Meskipun begitu ia tidak tahu menahu perihal bagaimana kehidupan pernikahan sahabatnya. Gun sangatlah tertutup tentang kehidupan rumah tangganya dan Krist tidak pernah berniat menguliti Gun perkara itu. Jika Gun tidak bercerita apapun berarti memang tidak ada yang perlu diceritakan. Begitulah menurutnya.

"Kumohon Krist, aku sangat bosan di rumah. Aku ingin bekerja dan ku mohon pastikan orangtuaku dan suamiku tidak mengetahuinya."

"Kau gila? Dengan orang tuamu bisa saja kau menyembunyikannya, tapi pada suamimu?"

"Suamiku akan sangat rewel jika mengetahuinya." Ucap Gun beralasan. Padahal ia tahu pasti, Tay tidak akan peduli. Bahkan mungkin kalau Gun tidak pulang berhari-hari pun Tay tidak akan menyadarinya.

Krist menimbang sesaat. Pasalnya Gun nampak benar-benar sangat membutuhkan pekerjaan. "Kau tahu kan jika bar milik Singto buka saat malam hari? Bagaimana bisa kau bekerja di jam di mana seharusnya kau bersama suamimu? Ia pasti akan curiga padamu. Itu akan sangat sulit. " Gun menekuk bibirnya mendengar perkataan Krist. Gun ingin sekali mengatakan yang sebenarnya bahwa suaminya tidak akan peduli. Tapi ia menutup bibir rapat. Tidak, Krist tidak perlu tahu.

Krist menatap Gun penuh selidik, "Katakan padaku, pasti ada sesuatu yang terjadi kan?" Bibir Gun semakin menekuk. Kenapa sahabatnya ini pintar sekali sih? Ia tidak mungkin menceritakan perihal apa yang terjadi dalam pernikahannya. Suamiku tidak memberiku uang dan aku terlalu malu untuk meminta kepada orang tuaku, Krist. Gun mengesah. Tidak, dia harus mencari alasan lain.

"Aku...aku ingin memberikan hadiah untuk Tay. Iya. Beberapa bulan lagi ia akan ulang tahun dan aku ingin memberinya hadiah dari uangku sendiri.Tabunganku tidak cukup. Soal Tay, nanti aku akan mencari alasan agar ia tidak curiga kenapa aku sering keluar malam." please, percayalah Krist, please...

Krist menghela napas kasar. "Baiklah. Nanti aku coba tanyakan pada Singto dulu." seketika mata Gun berbinar kemudian memeluk tubuh sahabatnya. "Kau memang yang terbaik, Krist. Aku mencintaimu." ucapnya senang kemudian mengecup pipi sahabatnya.

"Berhenti mencium orang sembarangan!" Krist berpura-pura mengelap pipi bekas kecupan Gun seolah jijik. Si mungil terkekeh geli. Mengetahui sahabatnya itu hanya pura-pura.

Krist merasakan gawainya di dalam kantong bervibrasi, "Nah, kebetulan Singto menelpon. Aku angkat telepon dulu sekalian mengatakan soal kau ingin bekerja di barnya." Gun mengangangguk senang, sementara Krist beranjak meninggalkannya mencari tempat yang lebih sepi karena saat ini mereka berada di cafe yang sedang ramai dan sedikit bising.

-
-

Sekembalinya Krist dari urusan menelponnya dengan Singto, Gun menatap sahabatnya itu dengan harap-harap cemas.
"Gun, Singto bilang, jika kau mau memang ada untuk hari senin sampai kamis. Tapi jam sebelas malam hingga empat pagi, apa tidak apa-apa?"

Mendengar itu Gun sedikit menimbang. Sebenarnya ia tidak masalah jam berapapun. Tapi ia tidak yakin jika ia sanggup terjaga semalamam untuk bekerja. Tetapi tidak ada salah salahnya mencoba kan?

"Tidak apa-apa, Krist. Terima kasih yah."

"Kau yakin?" tanya Krist memastikan. Gun pun mengangguk mantap.

"Bagaiman dengan suamimu? Aku rasa ini sama sekali tidak bisa disembunyikan, Gun. Kau tidak mungkin kan diam-diam pergi saat suamimu tengah tertidur?"

Gun mencengir mendengar perkataan Krist, "Tidak, aku akan mengatakan pada Singto kalau kau batal bekerja di sana." seketika cengiran Gun hilang digantikan ekspresi sedih.

"Dengar, Gun. Kau tetap harus meminta ijin pada suamimu. Kalau tidak mau semuanya batal. Aku tidak akan membiarkanmu bekerja di sana tanpa persetujuan dari suamimu. Dan hentikan eskpresi sedih itu. Tidak akan membuatku luluh."

"Oke oke. Aku akan meminta ijin pada Tay."  tentu saja Gun berbohong. Ia tidak perlu meminta ijin pada pria itu. Lagipula, Tay juga tidak akan peduli dengan apa yang Gun lakukan. Untuk saat ini yang terpenting adalah bagaimana ia bisa meyakinkan Krist.

"Ya sudah, nanti kabari saja jika suamimu memang mengijinkan. Sekarang aku harus pergi dulu. Atau kau mau keluar bersamaku?" Gun menggeleng. "Tidak, aku masih ingin di sini." Dengan begitu Krist pergi meninggalkan Gun yang tersenyum menang.

Marriage Contract (TayGun) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang