7. an accident

199 30 6
                                    

Maaf yah guys. Aku tau ini udah kelewatan banget lamanya. Padahal chapter ini udah selesai ku ketik dari Juli tahun lalu. Tapi mau publish rasanya males banget. Soalnya ngga yakin sama apa yg aku ketik. Setelah kubaca lagi, aku masih ngga yakin tapi juga ngga tau mau diubah gimana. So, yeah. Happy reading :)

.
.


Sinar mentari yang masuk melalui celah gorden yang tidak tertutup rapat itu jatuh tepat di wajah Gun, mengganggu tidur si mungil. Dahinya berkerut. Kelopak dengan bulu mata rimbun itu perlahan terbuka. Gun menatap jam dinding yang menunjukkan jarum pendek sudah melewati angka sembilan.

Ia kemudian bangkit menghampiri gorden. Dibukanya kain yang menjuntai panjang itu. Gun menguap sembari meregangkan otot tubuhnya yang terasa kaku.

Dengan langkah malas ia berjalan menuju kamar mandi. Bibirnya mengerucut saat berhadapan dengan cermin dan mendapati matanya bengkak. Gara-gara Tay Tawan jelek, monolognya.

.
.

Jika ditanya apa Gun masih kesal dengan Tay, ia tidak pernah tidak kesal, hanya saja kali ini lebih dari biasanya. Ia kesal dan marah. Berani-beraninya pria itu berkata seburuk itu kepadanya.

Tapi jika ditanya apa dia masih memusingkan kejadian semalam, jawabannya adalah tidak. Dia benar-benar tidak peduli dengan apapun yang berhubungan dengan pria yang kini sudah menjadi suaminya itu. Jika boleh jujur dia masih sakit hati. Tapi kembali lagi, dia tidak peduli, dia tidak mau memikirkan kejadian yang membuatnya menangis semalam. Persetan dengan mulut pedas pria itu. Gun bersumpah ia tidak peduli.

Gun tidak akan membiarkan siapapun menghancurkan perasaannya. Jadi, mari lupakan. Dan jangan biarkan hal itu merusak harinya.

Maka yang dilakukan Gun adalah berjalan keluar dari kamar miliknya. Tidak peduli apakah dia akan bertatap muka dengan Tay saat ia keluar. Lagipula, jika melihat jam, harusnya Tay sudah pergi ke kantor.

Jadi, dengan santai Gun berjalan menuju dapur. Tidak ada siapapun, seperti dugaannya barusan.

Gun membuka lemari pendingin kemudian mengambil susu kotak yang biasa ia minum. Isinya tinggal sedikit, jadi langsung saja ia meminumnya dari kotaknya tanpa perlu repot-repot menuangkan cairan putih itu ke dalam gelas. Di remasnya karton kosong itu lalu membuangnya ke dalam kotak sampah.

Perutnya berbunyi tanda lapar. Gun lagi-lagi mengerucutkan bibir melihat tempat roti tawar sudah kosong. Ia pun kembali membuka lemari pendingin, bahkan sebutir telur pun tidak ada.

"Hah...sepertinya aku harus ke supermarket. Sudah tidak ada apapun di sini."

.
.

Gun tengah sibuk memperhatikan tumpukkan apel di depannya. Saat hendak mengambil buah berwarna merah itu, justru ada tangan lain yang sepertinya akan mengambil buah yang sama dan berakhir mendarat di punggung tangan miliknya.

Tangan lain itu segera ditarik saat menyadari telah mendarat di tangan orang alih-alih sebuah apel.

"Sorry. Saya tidak sengaja."

"Oh, ya. Tidak apa-apa." jawab Gun tanpa menoleh pada pria di sampingnya.

Gun mengernyitkan dahi, "Tunggu, suaranya seperti tidak asing." segera ia menoleh dan benar, ia mengenali suara itu karna itu suara rekan kerjanya.

"Off?"

Si pemilik nama tersenyum hingga mata yang memang sudah sipit itu semakin sipit membentuk bulan sabit. "Gun..."

"Maaf aku tidak sengaja tadi. Kau sedang berbelanja?" Off berucap sembari melirik troli milik Gun yang sudah mulai terisi telur, roti, susu, beberapa makanan ringan dan minuman.

Marriage Contract (TayGun) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang