2.Hari Pernikahan

354 56 5
                                    

Dua minggu bukanlah waktu yang lama untuk menyiapkan pernikahan. Terlalu banyak hal yang perlu diurus. Selain fitting baju, Tay tidak pernah ikut andil dalam hal mempersiapkan pernikahannya. Sibuk bekerjalah yang selalu menjadi alasan untuk menolak ajakan Ibunya. Hanya Gun, Ibu Gun dan calon Ibu mertuanyalah yang benar-benar ikut mengurus persiapan pernikahan yang cukup dadakan itu.

Gun menatap keluar jendela. Jantungnya berpacu sangat cepat. Berkali-kali ia menarik nafas dalam mencoba menetralkan detak jantungnya yang kelewat cepat itu. "Gun, ayo." ucap sang penata rias. Lelaki itu menoleh, mengerti dengan maksudnya, Gun pun sekali lagi menarik nafas sedalam-dalamnya untuk yang terakhir kali sebelum keluar dari ruangan. Selama perjalanan kepala Gun sedikit pening. Setelah ini hidupnya akan berubah total. Ia akan memiliki suami yang bahkan baru dua minggu ini ia kenal.

Pintu besar dibuka, Gun dengan lengannya yang melingkar apik di lengan sang Ayah mulai melangkah masuk. Jantungnya semakin tidak karuan, pacuannya semakin cepat. Berbanding terbalik dengan langkah kakinya yang teramat pelan. Ditatapnya lelaki di depan sana yang tengah berdiri tegap di altar. Harus Gun akui, Tay memanglah tampan. Namun sayang, perilakunya sama sekali tidak sama dengan wajahnya.

-

Pernikahan Tay dan Gun berjalan dengan lancar. Terlalu lancar hingga rasanya aneh. Baiklah, ini hanya perasaan Gun karna ia sama sekali tidak menyukai pernikahan ini. Karena sejatinya, acara pernikahan yang lancar adalah harapan setiap pasangan yang akan menikah.

Keduanya mendapatkan ucapan-ucapan selamat atas pernikahannya oleh para tamu. Para orang tua dari sepasang pengantin itu nampak sangat bahagia melihat putra mereka akhirnya resmi menjadi pasangan yang sah.

-

Tay dan Gun memasuki kamar pengantin yang berada di hotel di mana mereka melangsungkan pernikahan. Tay masuk terlebih dahulu dan diikuti Gun di belakangnya.

"Aku akan mandi sekarang dan setelah itu beristirahat. Dan kau jangan pernah naik ke atas tempat tidur ini. Terserah kau tidur di mana aku tidak perduli." ucap tay sembari melepas dasi kupu-kupu dan jasnya kemudian bergegas masuk ke kamar mandi.

Lelaki mungil itu membuang napas kasar sesaat setelah pintu kamar mandi tertutup. Pandangannya mengitari seluruh ruangan. Kamar ini dibuat sedemikian rupa. Dengan kelopak mawar merah di mana-mana terutama pada kasur. Dan jangan lupakan lilin-lilin yang menambah kesan romantis. Untuk pasangan pengantin pada umumnya pasti sangat menyukai suasana kamar ini. Tapi tidak untuk Gun. Rasanya percuma, dia lebih baik pulang dan tidur di kamar miliknya. Tapi hal itu tidak mungkin ia lakukan. Kenapa ia harus menikahi pria semacam Tay sih? Pria itu tidak pernah memperlakukannya dengan baik.

Gun mendudukkan dirinya di sofa yang berada di kamar. Sembari menunggu Tay selesai dengan urusannya di kamar mandi, Gun menimbang-nimbang. Apakah ia harus mengambil selimut itu? Ia tidak masalah tidur di sofa. Tapi paling tidak tubuhnya tidak boleh kedinginan.

Bunyi air dari shower tiba-tiba berhenti menandakan Tay sudah selesai. Tak lama Pria itupun keluar.

"Siapa yang menyuruhmu menggunakan selimut?" tanya Tay ketus. "Apakah kau ingin aku kedinginan? Bisakah kau lebih berperasaan sedikit saja? Bahkan aku sudah mau mengalah untuk tidak tidur di kasur itu. Jika kau tak suka terserah, aku akan mandi." jawab gun dan berlalu ke kamar mandi.


Saat Gun selesai, hal pertama yang ia lihat adalah sosok Tay yang tengah berbaring dengan selimut menutupi sebagian tubuhnya. Sialan, apakah lelaki itu sungguh tidak punya hati nurani? Kesalahan Apa yang Gun perbuat di masa lalu sehingga harus memiliki suami yang kejam dan tidak berperasaan seperti ini.

Dan ya, Gun seperti biasa hanya terdiam. Ia malas jika harus berdebat dengan pria keras kepala seperti Tay. Lagipula tubuhnya sudah sangat lelah. Ia ingin cepat-cepat tidur.

-

Samar-samar Gun mendengar seseorang tengah berbicara. Meskipun samar, tetap saja itu cukup mengganggu tidurnya. Gun membuka mata dan melihat jam pada gawainya. pukul dua dini hari. Gun melihat Tay berada di balkon. Ia bertanya-tanya, dengan siapa pria itu berbicara. Baiklah, lebih baik ia tidur dan jangan pedulikan pria itu. Karena Gun tidak ingin berurusan dengan Tay Tawan, pria kejam dan keras kepala.

"Ayolah, honey... aku menikah dengannya bukan karena aku mencintainya. Kau tahu kan kalau aku hanya mencintaimu. Orang tuaku memaksa, aku juga sudah menolaknya tapi tidak bisa. Aku berjanji padamu, aku akan mencari cara agar dia muak lalu meceraikanku secepatnya.  Karena jika aku yang menceraikannya itu tidak mungkin. Mama dan Papa akan membunuhku jika hal itu terjadi."

Gun mendengarkan itu semua entah bagaimana matanya mulai basah. Cairan bening itu turun membasahi pipinya. Dadanya seperti diremas. Ia ingin pulang.

"Honey, kau harus percaya padaku. Aku akan membuat dia tidak nyaman denganku. Tunggu yah... tentang bocah gay sialan itu, aku sama sekali tidak peduli. Sebagai permintaan maaf aku akan mengirimmu uang dan kau bisa pergi liburan. Bagaimana?"

Gun meremat piyamanya. Ia sangat marah tetapi tidak ada yang bisa ia lakukan selain diam dan pura-pura tidur. Ingin sekali Gun menghantam mulut sialan pria itu.

"Ya, thanks honey. Terimakasih telah mempercayaiku dan memaafkanku . Besok aku akan ke kantor. Kau bisa mampir jika ingin. Dan jangan pedulikan gosip-gosip murahan tentang pernikahan sialanku. Karena aku benar benar tidak peduli. Hanya kau yang aku cintai, Namtan. Aku bersungguh-sungguh."

Nyatanya keputusan orang tua nya menikahkan Gun agar gun bahagia itu omong kosong belaka. Bahkan baru beberapa jam ia menikah dan yang ia rasakan sekarang jauh dari kata bahagia.  Ingin rasanya Gun pulang ke rumah orangtuanya mengatakan semua apa yang Gun rasakan, dan lagi-lagi hal itu tidaklah mungkin bisa ia lakukan.

Membuat keluarganya sedih adalah hal yang sama sekali tidak ingin Gun lakukan. Jadi, untuk sekarang, lebih baik ia pendam saja semuanya. Ini baru hari pertama, perjalanan pernikahannya masih begitu panjang. Setidaknya itu yang ia pikirkan. Meskipun ia tidak tahu seberapa lama ia akan tahan dengan sikap Tay.

Gun tidak ingin membuat kedua orangtuanya sedih. Keluarganya sudah berekspektasi sangat tinggi terhadap pernikahan putranya. Dan Gun tidak ingin menghancurkan itu.

-

Gun tidak ingat pukul berapa ia kembali terlelap, yang jelas suara Tay lagi-lagi membangunkannya.

"Apa kau tidak akan bangun? Bangun dan baca isi kertas yang ada di meja itu. Aku akan pergi ke kantor sekarang" ucap Tay lalu bergegas pergi meninggalkan Gun sendirian di kamar hotel.

Gun bangkit dan mengecek jam pada gawainya. Pukul delapan. Dengan malas ia menghampiri meja di mana kertas yang Tay bicarakan tadi berada. Mata yang tadinya masih enggan terbuka Karna masih mengantuk tiba-tiba membola. Sungguh menyebalkan!! Pria itu yang sialnya adalah suaminya benar-benar menyebalkan.

1. Tidak Boleh Mencintaiku.
2. Tidak boleh mencampuri urusan percintaanku dengan kekasihku atau dengan wanita manapun.
3. Tidak boleh memberitahu keluarga kita bahwa aku masih berhubungan dengan kekasihku.
4. Harus Mesra di hadapan keluarga kita. Dan kau harus meyakinkan mereka bahwa kita baik baik saja.
5. Tidak boleh membuat masalah yang akan membuat nama baikku jelek di depan orang lain.

Apa-apaan ini? Apa pria itu gila? Ingin sekali gun merobek kertas sialan ini. Tapi dibanding itu, ia lebih ingin mencakar wajah Tay. Semua isinya tidak ada yang menguntungkan Gun sama sekali. Semuanya hanya untuk menjaga image Tay. Jika saja bisa, ingin rasanya ia menjambak rambut pria jelek itu. Lupakan pujiannya kemarin saat pernikahan. Tay Tawan tidak tampan. Pria gila, jelek, keras kepala, kejam, tidak berperasaan, suka mengatur. Gun benar-benar ingin mencabik-cabik wajah jeleknya itu.

TBC

Marriage Contract (TayGun) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang