"Bayangkan saat kamu bertemu lagi dengan seseorang yang sempat membuat duniamu ramai. Datang di saat duniamu sesepi rumput musim semi yang diguyur hujan di siang hari yang cerah."
"Kenapa lo dateng lagi?"
"Makan bareng lagi."
"Dan kenapa harus bawa preman-preman kelas itu juga?"
Loei tersenyum lebar menampakan deretan gigi putihnya. Padahal sebelum ini ia sudah berjanji tidak akan membuat kegaduhan jika ingin bergabung dengan beruang kutub macam Sanda di atap. Oh iya, Sanda belum lupa bagaimana sikap anak-anak itu saat mengusirnya dari bangku Loei tempo lalu.
"Ini bukan milik lo juga kali, San."
Sanda mendengus tapi tetap bersila di depan makanan, entah perasaannya saja atau memang menunya bertambah. Tidak tahu sihir apa yang menariknya cukup jauh dari sosok Sanda yang kelabu, ia merasa nyaman.
Selama ini Sanda bukan tidak mau berbaur dan mengubah diri, ia hanya lelah dan marah menghadapi kehidupan pribadi yang terkadang lebih menjengkelkan dari duri ikan yang nyangkut di giginya saat ini.
"Kaya piknik kita, Lu, hehe ..."
Naren terlihat antusias, mulai hari ini ia putuskan untuk selalu membawa bekal dari rumah agar bisa makan bersama sahabat-sahabat bahkan musuhnya.
"Apa lo?"
"Ch ..."
Sanda berdecih setelah mendapat tatapan garang Naren, tak mengerti kenapa anak itu begitu bersemangat memusuhinya sejak hari pertama, bu Rita mengiyakan Sanda yang ingin duduk di bangku Loei saat itu, untuk sementara maksudnya. Memang dasar Naren itu anaknya tukang drama.
"Kaaak!!"
Demi apa suara itu berhasil menerbangkan nyawa Sanda untuk beberapa saat, mengapa hari ini terasa begitu ramai? Gadis manis dengan rambut terikat ke samping berlari heboh dan mendudukan diri di samping Loei. Em Cantik. "Ekhem," Sanda berdehem, menghilangkan dahak di tenggorokan, otaknya terasa aneh sejak kemarin siang, dia harus menyalahkan Loei jika dirinya semakin aneh lagi besok. But, hubungan antara dahak sama otak apa ya, San?
"Wih, rame gini, Kak?"
Dua orang lagi datang menenteng keresek putih berisi minuman dan beberapa jenis camilan. Sanda seperti pernah melihatnya.
"Sanda? Wah kaget banget gue liat lo di sini."
Apa lagi ini? Kenapa kakak sepupunya juga ada di sini?
"Bang Pandu ngapain?"
"Makan lah."
"Kok di sini?"
"Nemenin Aksa."
Aksa? Awalnya Sanda bertanya-tanya siapa Aska, kenapa kakak sepupunya harus repot-repot menemani pria berahang tegas itu makan di atap bersama anak-anak lainnya. Beberapa hari terakhir ia sempat mencari tahu sosok kapten tim basket sekolah yang populer itu, sering membawa timnya menjuarai turnamen, tinggi bugar dan berkulit tangan sedikit kecoklatan karena terpapar matahari. Begini-begini juga Sanda kepo apalagi dia punya maksud bergabung di tim berkelas itu. Dan dari obrolan panjang plus ramai yang dilontarkan anak-anak akhirnya dia menemukan bahwa Aksa adalah kakaknya Loei. Wah kalau saja dia orang julid, pasti sudah Sanda pelet orang-orang di sekitar Loei, kenapa anak itu seolah punya apapun yang orang-orang inginkan. Tapi ya sudah lah yang penting makan dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kakak 🌻
General FictionTentang Gema yang dipaksa belajar ikhlas saat kebahagiannya direnggut secara tiba-tiba. Semesta runtuh tepat di pertengahan malam satu hari terakhir bulan Desember dua tahun lalu. Gema tak pernah mengira, hidup dalam baluran kebohongan akan lebih me...