Bab XVI

153K 8.2K 156
                                    

Rafael's POV (3)

"Hey, kamu sudah sadar?" Matanya terbuka. Hampir saja aku ingin memelukkya erat apalagi saat ia memanggil namaku.

"Jangan pernah ngelakuin itu lagi! Untung aku mencek kamu di dalam! Gimana kalo seandainya aku ga ngecek dan mendobrak kamar mandi?!" Aku khawatir. Tapi yang keluar hanya kemarahan.

"Maaf" Ah, lagi-lagi minta maaf. Wajahnya penuh rasa bersalah. Membuatku kesal pada diriku sendiri dengan egoku yang masih kutahan untuk meminta maaf.

Meski tidak bisa mengatakan permintaan maaf, sebagai gantinya dengan perhatian yang kuberikan padanya. Menemani dan merawatnya. Ingin sekali aku mengajaknya ke kamarku tapi jika itu kulakukan aku bisa menyerangnya. Akan sangat berbahaya pada calon bayi kami.

Dan, meminta Adre bed rest total seperti menyuruh anak kecil yang suka sekali melawan. Hanya bertahan 2 hari, ia malah memasak sarapan untukku. Senang tetapi tetap saja ia harus istirahat. Bagaimana kalau ia kelelahan lalu kandungannya.. ah, memikirkannya saja membuatku semakin khawatir.

Apa karena pengaruh kehamilannya, ia melanggar perintahku? Sepertinya begitu. Ia terlihat kesal dan bersikap dingin sesaat. Seperti ada yang dipikirkan. Tidak. Adre ga boleh banyak pikiran. Nanti berpengaruh dengan kandungannya. Untung saja tadi malam Shila sudah datang lebih cepat dari janjinya.

"Aku minta salah satu pelayan di rumah papi buat bantu kita di sini. Namanya Shila" 

Aku meneliti wajahnya yang memprotes bisa membersihkan rumah sendiri. Dasar keras kepala.

"Tetap ga boleh! Shila akan bantu kamu di rumah ini dan kalau ada apa-apa dia bisa dengan cepat nolongin kamu"

Ia terdiam lama dengan wajahnya yang muram. "Aku ga akan melakukan hal bodoh itu lagi"

Ingin rasanya aku memeluknya, menciumnya. Aku yakin ia tidak akan melakukan hal seperti itu lagi. yang kupikrkan adalah dia dan calon bayi dikandungannya.

"Bukan itu. Aku ga mau terjadi apa-apa dengan kamu. Pokoknya kamu harus ditemani Shila"

Aku harap ia bisa mengerti dan menerima Shila membantunya.

*****

Dengan adanya Shila, ia dapat beristirahat. AKu lega ternyata Shila dapat cepat mengakrabkan diri dengannya. Meski kadang tidak suka dengan pertengkaran Shila dan Adela yang sangat menganggu. Aku harap ia tidak terlalu memikirkan kelakuan mereka berdua.

Hari ini aku sudah bisa fokus bekerja. Rasanya tenang ada yang bisa menemaninya di rumah. Suara pintu terbuka menghentikan pekerjaanku. Terkejut dengan hadirnya Adela yang ke kantorku.

Kenapa ia ke sini? Aku mempersilahkan Adela duduk di sofa. Menatap kotak bekal yang biasa Adre bawa untukku. ”Ada apa?”

”Aku bawain makan siang untuk kamu” Ia meletakkan kotak bekal lalu membuka dan meletakan kotak-kotak yang tersusun di atas meja. Dari wanginya saja aku tau ini masakan istriku.

”Adre meminta kamu membawakan masakan ini?” tanyaku sambil menyicipi masakan istriku.

”I,iya. Makan aja” Adela ikut duduk di sebelahku. Melayaniku walau aku merasa risih dengan perlakuannya.

”Stop, Del. Aku bisa ambil sendiri” Aku mengambil potongan daging ayam goreng.

”Aku hanya ingin berterima kasih. Kamu udah merawat aku selama aku sakit” aku tau ia sengaja memancarkan pesonanya. Tapi aku lebih tau tipe wanita seperti ini baanyak jaring untuk merangkap mangsanya.

”Jangan salah sangka. Kamu saudarinya Adre. Tidak mungkin aku membiarkan kamu sakit di rumahku” ucapku dengan nada dingin. Biar dia tidak berharap akan pertolonganku saat ia sakit.

AdreanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang