"Dalam suatu kesempatan, kamu akan merasa kesulitan untuk bisa memahami perasaanmu sendiri."
– Lost in the Sea🚢
Lucia kembali merasakan sakit pada bagian tengkuknya. Ia mengerjap beberapa kali, kemudian mengangkat wajah, menghadapkannya ke langit-langit yang dihiasi lampu gantung di pusatnya. Pupilnya seketika menerima terlalu banyak cahaya, membuatnya dengan spontan kembali menutupkan mata.
Kepalanya berdenyut, pusing menyengat. Akan tetapi, ia merasa hal ini sudah jauh lebih baik daripada apa yang ia rasakan sebelumnya. Mual tak lagi terasa menggelayuti lambungnya, pun lemas yang semula menggerogoti tubuhnya.
Ia tidak lagi memedulikan penampilannya. Pernak-pernik perhiasan miliknya seperti cincin, gelang, kalung, maupun anting-anting telah lenyap saat kali pertama ia membuka mata di tempat asing tersebut. Gaun indah yang kerap dikenakannya pun telah berganti menjadi gaun sederhana berlengan pendek yang berwarna gelap. Tak ada lagi benda-benda mewah yang dapat ia tunjukkan saat ini.
Pandangan Lucia menyapu seluruh sudut ruangan. Ia bersikeras mengabaikan rasa sakit yang masih sedikit menusuk persendiannya. Dari tempatnya terduduk, ia dapat melihat sosok Steven yang tengah berdiri di salah satu sudut. Pemuda rupawan itu tengah mengamati keadaan di luar sana dari jendela kaca yang tersedia.
Steven yang pendiam, misterius, tetapi hangat, juga perhatian. Bahkan terkadang, Lucia sempat berpikir bahwa pria itu mampu membaca isi hatinya, mengingat tebakan akan perasaannya acap kali benar. Hal itulah yang membuat Lucia tertarik padanya.
Di sudut lain, ia mendapati Mikhail yang sedang bergeming menelisik jam tugu yang beberapa saat lalu, dentangan loncengnya membuat mereka semua terjaga. Ya, Mikhail, teman sekelasnya yang hampir selalu bersikap tenang di setiap keadaan, memiliki kharisma yang begitu tinggi, dan juga mampu menggunakan kepala dingin untuk menyelesaikan suatu masalah.
Setidaknya, itulah sosok Mikhail yang Lucia kenal. Ia sendiri merasa tidak bisa bermain-main jika sedang berbicara dengan Mikhail, menjajaki sikap lelaki tersebut yang sering kali menganggap serius suatu pembicaraan.
"Aku sepertinya tertidur lagi, ya?" gumam Lucia pada dirinya sendiri. Ia menatap jarum jam bandul yang berada di samping replika kapal. Jarum panjangnya berada di angka enam, sedangkan jarum pendeknya berada di antara angka dua belas dan angka satu. "Hmm … tidak terlalu buruk juga, sih," imbuhnya.
Gadis bersurai marun yang selalu memangkas rambutnya ketika panjangnya sudah mencapai bahu itu bergerak untuk bangkit dari tempat duduknya. Ia mengusir rasa kantuk yang tadi membuatnya kembali terlelap walau hanya sebentar.
Lucia melangkah, mendekati tempat Mikhail diam mematung di depan kaca jam bandul, karena letak pria itu lebih dekat dengannya saat ini. Tangannya langsung menepuk bahu pemuda bermanik biru itu tanpa aba-aba, dan ia berhasil membuat Mikhail sedikit terkejut.
"Bagaimana keadaanmu, Lucia?" lontar Mikhail begitu melihat Lucia berdiri di sebelahnya.
Gadis itu tersenyum lebar. "Jauh lebih baik."
"Syukurlah kalau begitu." Pandangan Mikhail beralih menatap pintu keluar. "Kau tahu, Lucia? Sejak dirimu terlelap tadi, kami berdua tetap berada di ruangan ini. Akan tetapi, di luar sana banyak sekali terdengar suara benda jatuh. Kami berdua belum bisa memastikan secara tepat dari mana asalnya, ataupun apa penyebabnya."
"Oh ya? Tapi, yang lainnya sudah berada di luar, bukan? Mungkin saja itu adalah salah satu ulah mereka," timpal Lucia sambil terkekeh kecil.
"Terlalu jahil jika sampai harus memecahkan benda yang terbuat dari kaca." Sorot matanya yang tajam masih mengarah ke luar sana dengan waspada. "Apakah kita perlu memeriksanya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost in the Sea [Hiatus]
Mistero / ThrillerApa yang akan kamu lakukan jika terjebak di dalam kapal pesiar tak berawak? Beberapa remaja terbangun di dalam kapal pesiar yang kosong. Tidak ada penumpang yang lain, tidak ada kru yang bisa ditemui. Hanya mereka yang berada di dalam geladak, berba...