Ah, Min Jee

12 2 0
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***

Tenang saja, perpisahan tak menyedihkan.

Yang menyedihkan adalah, habis itu saling lupa

(Fidi Baiq)

***

Hari terakhir dalam pantauan para dokter, bagi Dae Ho rumah sakit seolah sel penjara yang membatasi setiap geraknya.

"Ah ... akhirnya aku terbebas juga, tunggu aku Min Jee!" semangatnya kembali memuncak, wajah kusut Dae Ho tampak riang pun berseri-seri.

Dengan menjingjing tas yang berisi pakaian, Dae Ho pun bergegas meninggalkan kamar yang telah lama menjadi peristirahatannya.

"Dae Ho!" teriak seorang pria dari kejauhan, baru saja tiba dari di depan pintu kamar Dae Ho.

"Eun Sik?" ucapnya dengan santai setelah melihat wajah pria yang baru saja memanggil namanya.

"Berikan tasnya! Aku antar kau pulang," sahutnya setelah berada persis di hadapan Dae Ho.

"Tidak perlu. Aku sudah terlalu banyak merepotkanmu. Aku bisa pergi sendiri."

"Masih saja sikapmu seperti itu Dae Ho. Sudah berulang kali aku bilang, kita itu teman. Mau kau merepotkanku atau tidak. Persetanlah, aku tak peduli. Yang terpenting saat kau butuh aku ada, begitu pun sebaliknya."

Sedikit terpana, bibir Dae Ho melengkung membuat senyuman setelah mendengar kalimat Eun Sik, tanpa jawaban berarti Dae Ho mengulurkan tangan memberikan tas yang dijinjingnya kepada Eun Sik.

"Siap Tuan, aku menjadi sopir anda hari ini. Dan siap melayani anda," candanya dengan mengambil tas yang diberikan Dae Ho. Berlalu dari tatapan Dae Ho menuju mobilnya.

Diperjalanan keduanya pun terlihat sangat akrab, terdengar dari keduanya yang saling melempar cakap bahkan menyelipkan candaan di sela-sela percakapannya.

Belum pun sampai di rumahnya, Dae Ho menghentikan Eun Sik nan tengah menginjak gas dalam kecepetan sedang, "Disini saja," ucapnya dengan pelan.

Mendengar ucapan Dae Ho yang singkat, Eun Sik pun langsung menginjak rem untuk menghentikan laju mobilnya, "Kenapa? Rumahmu bukannya masih ada di depan sana?"

Dae Ho menatap keluar lewat kaca mobil, melihat di sebelah kirinya terdapat taman indah yang memikat gerak mata Dae Ho. "Ini tempat yang sering kudatangi bersama Min Jee, aku ingin diam disini dulu, kau cukup mengantarku sampai sini saja. Terima kasih banyak Eun Sik."

"Baiklah kalau kau hanya mau diantar sampai sini. Aku tak bisa memaksamu, kabari saja jika terjadi sesuatu."

Dae Ho hanya mengangguk, mengambil tasnya lalu turun dari mobil Eun Sik.

***

"Ada gangguan di kepala Dae Ho," ucap dokter yang berada di hadapan Eun Sik.

"Maksudnya ada apa dok?"

"Sepertinya itu adalah luka bekas kecelakaan yang dialami Dae Ho."

"Apa dia akan baik-baik saja dok?"

"Dia akan baik-baik saja, asal dia tak memikirkan hal-hal yang memberatkan pikirannya. Itu akan menimbulkan rasa sakit di kepala Dae Ho, bahkan bisa berakibat buruk pada bagian mentalnya."

"Apa tidak ada hal yang bisa dilakukan dok? Aku ingin Dae Ho baik-baik saja dan sembuh seperti dulu lagi."

"Hanya Min Jee, sepertinya hanya dia yang bisa menyembuhkannya. Karena seorang kekasih akan memberi kedamaian pada pasangannya."

"Tapi kondisi Min Jee saat ini⸺"

"Iya saya paham. Itu tidak akan mudah," memotong ucapan Eun Sik. "Hanya bisa menuruti segala ucapan Dae Ho, tidak membantahnya. Bahkan kalau bisa, ucapkan hanya kata yang bisa menenangkan pikiran dan hati Dae Ho.

***

Sementara itu, pikiran Eun Sik terjebak akan ucapan sang dokter, ia tak bisa membantah keputusan Dae Ho. Dengan berat hati ia pun berlalu meninggalkan Dae Ho karena terburu-buru harus pergi ke kantornya.

Dengan menjinjing tas berisi pakaian, Dae Ho berlalalu lalang di sekitar taman, matanya berkeliling memerhatikan keadaan sekitar, taman yang sering ia datangi bersama Min Jee bahkan hampir setiap hari. Sesekali pikirannya hanyut dalam masa lalu akan kebersamaannya bersama Min Jee. Taman ini pula yang menjadi saksi bisu pengungkapan isi hati Dae Ho pada Min Jee, sebuah hubungan yang romantis bak dua insan yang sudah ditakdirkan untuk bersama.

Matahari yang masih berada di sudut 45 derajat, memberi kehangatan pada tubuh Dae Ho yang membutuhkan asupan vitamin dari cahaya matahari. Dae Ho menjatuhkan badannya di kursi taman, kepalanya mendongak tertuju pada bercak awan putih yang menghias birunya langit.

"Ah ... Min Jee. Sungguh aku merindukanmu," matanya terpejam, hanyut dalam zona kerinduan. Tak ada lagi hal lain, seolah pikirannya hanya dipenuhi tentang Min Jee dan Min Jee.

"Dae Ho," terdengar suara gadis dengan lirih memanggil namanya, Dae Ho nan tengah terbuai ingatannya dibuat tersadar, dengan sekejap pejaman matanya terbelalak, bola matanya menyingkir diiringi gerakan kepala yang menengok sumber suara.

Didapatinya wanita tak terlalu tinggi, bola mata Dae Ho menatap dari ujung kaki sampai ujung rambut wanita berparas cantik itu. "Min Jee ...," ucapnya setelah beberapa detik mengamati wanita yang memanggil namanya.

Sedikit senyum terlukis di bibir tipis wanita yang dipanggil dengan nama Min Jee. "Boleh aku duduk?" ucapnya, melihat bangku yang masih kosong di samping Dae Ho.

"Duduklah," sahut Dae Ho, masih terbuai akan ketidakpercayaan Min Jee yang datang secara tiba-tiba.

Ah, bahagia sekali rasanya. Pujaan hati yang dirindu kini berada di tatapan mata. Sedetik pun, Dae Ho tak mampu memalingkan tatapannya dari Min Jee, bahkan kedipan Dae Ho melambat seolah terjeda. Bola matanya tak ingin lagi kehilangan pandang dari wanita cantik bernama Min Jee.

"Aku merindukanmu, Dae Ho," ucap wanita cantik yang kini duduk di samping Dae Ho.

Dae Ho dibuat terdiam kembali penuh ketidakpercayaan. "Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa sikap Min Jee seketika berubah? Lalu siapa wanita yang waktu itu ditemuinya di rumah sakit?" berontak pikiran Dae Ho dipenuhi ketidaktahuan.

"Min Jee ...," ucapnya lembut, "Apa kau yang kulihat waktu itu di rumah sakit?" rasa penasarannya tak bisa lagi ditahan, entah apa jawabannya, Dae Ho hanya ingin tahu, itu saja.

"Iya, itu aku," pungkasnya tanpa penjelasan untuk memperpanjang kalimatnya. "Apa kau sudah tidak mengenaliku Dae Ho?"

"Bukan Min Jee, aku hanya seperti sedang berhalusinasi saja. Tapi entahlah, yang jelas berada didekatmu aku selalu merasa damai," Ah ... napasnya mendesah, merobohkan kembali tubuhnya, bersandar pada kursi yang kini tengah di dudukinya.

"Lalu kenapa waktu itu kau pergi secara tiba-tiba?" tanya Dae Ho masih kekeh dengan keraguannya.

"Aku tak ingin mengganggumu yang sedang beristirahat. Lagi pun aku yakin, masih banyak waktu dimana aku bisa bersama-sama denganmu."

"Ya, mungkin sekarang waktu yang kau maksud itu."

Min Jee pun lagi-lagi melemparkan senyum pada Dae Ho, seolah memberi jawaban isyarat dari ucapan yang dikatakan Dae Ho. Keduanya pun bertatap seolah melepas rindu yang lama menumpuk di hatinya.

Please, Wake Up!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang