***
Kamu adalah fatamorgana yang tak bisa menjadi nyata.
Perihal memilikimu hanyalah cita-cita,
yang pada akhirnya sebatas dieja cerita tanpa tercipta
***
Malam yang tak terlalu dingin dengan seburat purnama memberi remang caya di hitamnya langit, sepasang jiwa berjalan berdampingan dengan jari jemari yang saling bergenggam. Dae Ho berbalut jaket hitam di tubuhnya memberi kesan stylist.
"Kemana kita akan pergi malam ini Min Jee?" tanya Dae Ho tanpa melonggarkan sedikit pun genggamannya.
Min Jee sedikit menghela napas, "Terserah ...," sahutnya dengan singkat.
"Ah ... jawaban yang selalu buatku mual."
Pada akhirnya keduanya pun pergi ke restoran yang terlihat sepi, bahkan hanya ada meja yang di duduki, itu pun Dae Ho dan Min Jee.
Namun, setelah Dae Ho memesan beberapa menu makanan di restoran itu, pelayan restoran menatap Dae Ho dengan aneh, seolah Dae Ho tidak waras. Tapi, ah siapa peduli. Yang terpenting ada pengunjung dan mau membayar, itulah tujuan sebenarnya dari suatu restoran.
Dae Ho pun kembali meraih tangan Min Jee yang tergeletak di meja, menatap bola mata indah milik Min Jee.
"Aku sangat mencintaimu Min Jee. Dulu, bahkan sampai saat ini perasaanku tak berpaling sedikitpun terhadapmu," Dae Ho sedikit tertunduk, ucapan yang tulus terlukis dari bola matanya yang mulai berbinar, "Iya mungkin malam itu kita berselisih sampai kecelakaan, aku minta maaf Min Jee. Aku hanya tak ingin kehilanganmu, kau boleh marah terhadapku, tapi aku mohon jangan tinggalkan aku."
Tiba-tiba Min Jee melepaskan genggamannya dari tangan Dae Ho, menatap tajam kedua bola mata Dae Ho, "Dae Ho ...," ucapnya nampak sangat serius pula. "Aku ingin bertanya satu hal padamu."
Dae Ho mengangkat kedua alisnya, "Apa?"
"Jika aku pergi apa yang akan kamu lakukan Dae Ho?"
"Bicara apa kau Min Jee? Jelas-jelas kau ada didepanku, tak seperlunya aku menjawab pertanyaanmu yang tidak ada jawabannya. Lagi pun aku tak akan membiarkanmu pergi. Aku tak akan melepaskanmu."
"Bukan tentang aku atau kamu yang ingin berpaling, tapi takdir yang memintaku pulang."
"Apa yang sebenarnya kau katakan? Pertanyaanmu merusak suasana malam kita," ketus Dae Ho seolah muak dengan perkataan yang terujar dari mulut Min Jee.
"Aku serius Dae Ho, bisa saja yang kau tatap saat ini⸺"
"Cukup Min Jee," tegas Dae Ho memotong ucapan Min Jee, "Kau kembali padaku artinya kau mencintaiku kan? Kau peduli terhadapku artinya kau menyayangiku kan? Aku mohon Min Jee jangan ucapkan kalimat itu lagi, aku tak ingin mendengarnya."
Min Jee pun hanya terdiam dengan lengkungan bibir tanpa ada kerutan sedikitpun di dahinya, seolah memberi tanda jika senyumnya hampa, penuh dengan keraguan dan iba.
"Permisi pak," ucap seorang wanita berbalut pakaian putih dan rok sebatas lutut berjalan dengan membawa beberapa makanan, "Ini pesanannya pak."
Dae Ho berbalik setelah mendengar ucapan yang seolah tertuju padanya, "Baik, terima kasih."
Pelayan itu hanya membalas senyum lalu berbalik dan kembali menuju tempat kerjanya, "Apa lelaki itu sudah gila?" gerutunya dalam hati, bertanya pada diri sendiri.
***
Di sisi lain, Eun Sik datang ke rumah Dae Ho, kondisinya cukup berantakan dan tak karuan, "Ada apa ini? Aku tahu betul Dae Ho bukan orang yang malas, aku juga yakin Dae Ho tidak pernah membiarkan rumahnya seberantakan ini."
Eun Sik merupakan teman dekat Dae Ho, bisa dikatakan seperti saudara beda rahim. Sejak kecil mereka selalu bersama, bahkan hampir setiap hari Eun Sik selalu datang ke rumah Dae Ho hanya untuk sekedar bermain-main, entah itu game atau yang lainnya. Setelah kepergian kedua orang tua Dae Ho saat berusia 20 tahun, Eun Sik satu-satunya orang yang selalu ada disamping Dae Ho.
Namun, pada kenyataannya sahabat tetaplah sahabat. Semenjak kedatangan Min Jee pada kehidupan Dae Ho, posisi Eun Sik seakan tergantikan, bahkan keduanya pun sudah mulai merenggang, percakapan diantara keduanya pun hanya sekedar menyapa, tidak ada berkumpul bersama untuk bercanda atau saling bertukar pemikiran.
Hal itu tak membuat Eun Sik goyah, pada kenyataannya mereka memang sudah beranjak dewasa, sudah sepantasnya mencari kehidupannya masing-masing, karena dua laki-laki tak bisa duduk berdampingan di pelaminan. Walau begitu, baginya Dae Ho adalah saudara.
***
Dae Ho dan Min Jee baru saja keluar dari restoran. Di bawah semburat rembulan keduanya berjalan berdampingan dengan jari jemari yang saling menggenggam erat, seolah tak boleh ada orang lain yang mengambilnya, oh tidak rasanya berpisah pun tidak ingin.
"Sebenarnya ada satu halyang ingin aku tanyakan padamu Min Jee," ucap Dae Ho menatap wajah cantik Min Jee.
Min Jee hanya mengangkat kedua alisnya seolah tanpa melontarkan sepatah kata pun.
Dae Ho sedikit ragu, ia menundukkan kepalanya, menocoba sedikit memalingkan wajahnya dari pandangan Min Jee.
"Apa yang ingin kau tanyakan Dae Ho?" lirih Min Jee dipenuhi kebingungan.
"Setelah kejadian itu, setelah kecelakaan, apa kau baik-baik saja? Sepertinya tidak ada luka sama sekali di tubuhmu."
Min Jee mencoba menatap wajah Dae Ho, dengan melengkungkan bibirnya membuat senyuman, "Aku baik-baik saja Dae Ho. Seperti yang kau lihat saat ini."
"Baguslah."
Dae Ho hanya tersenyum dibalik keraguannya. Pikirannya entah berkelana kemana. Siapa sebenarnya wanita yang berada di hadapan Dae Ho saat ini? Apa mungkin dia bukan Min Jee? Tidak, dia benar-benar Min Jee, tapi entah mengapa hatinya hampa. Dia mampu melihat jelas fisik Min Jee, tapi ia seolah tak merasakan kehadiran Min Jee di sampingnya.
Dae Ho seakan terjebak di pertanyaan yang sama secara berulang kali, siapa? Siapa? Dan siapa?
Sementara itu, Eun Sik terlihat kesal, tujuannya entah berada dimana, Eun Sik pun memutuskan untuk berpulang.
Saat di tengah perjalanan, terlihat seorang pria berbalut jaket hitam tengah asik berbicara sendiri.
"Dae Ho," ucap Eun Sik yang melihatnya dari kejauhan.
Ia pun mencoba untuk menghampiri Dae Ho, tapi secara tiba-tiba ia menghentikan langkahnya setelah menyaksikan gelagat Dae Ho.
Ia mengusap-usap matanya seakan tak percaya. Sedang berhalusinasi, tidak. Dia menampar pipinya, "Aw ... sakit," desisnya dengan bertingkah seolah orang bodoh. "Aku tidak berhalusinasi kan? Tapi kenapa Dae Ho berbicara sendiri?" tanyanya pada diri sendiri seakan apa yang ditatapnya saat ini adalah ketidakbenaran yang penuh halusinasi.
"Apa yang sebenarnya terjadi, semenjak keluar dari rumah sakit tingkah Dae Ho sangat berubah. Aku harus segera menyelesaikan semua ini. Tenanglah Dae Ho aku janji padamu."
Eun Sik tak kuasa menghampiri Dae Ho, ia hanya menatapnya dengan iba. Teman dekatnya saat ini bertingkah bak orang tidak waras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Wake Up!
Romance"Bangunlah! Katakan jika kau mencintaiku." Kalimat yang hanya menjadi misteri tanpa adanya jawaban sedikitpun, sebelum pada akhirnya, "Selamat jalan."