"Kalandra."
Yang punya nama diam. Jantungnya berdetak tidak karuan. Baritone itu kembali terdengar dengan nada yang lebih tinggi, disusul dengan ketukan pintu yang lumayan kasar. Membuat si gadis semakin tidak karuan. Salah apa dia kali ini?
"Kalandra, buka pintunya!"
Kala bergerak menuju pintu. Gerakannya sedikit lambat karena dia takut.
"Ada apa, Pa?"
Juno langsung menghantamkan telapak tangannya ke pipi Kala saat anak itu sudah berdiri di hadapan. Tamparan yang cukup kencang sampai membuat gadis itu terhuyung ke samping.
Kala hanya diam menikmati rasa panas dan nyeri atas tamparan yang diberikan sang ayah tanpa tahu apa salahnya.
"Papa kenapa?"
Bukan, bukan Kala yang bertanya. Dia bahkan tidak berani berbicara sekarang. Sekedar menatap Juno saja tidak berani. Dia hanya menunduk dalam-dalam.
"Papa ngapain tiba-tiba nampar Kala?" tanya Juan sembari mendekati mereka berdua. Lalu dia menarik lengan Kala agar gadis itu berdiri di belakangnya. "Papa tuh kenapa sih? Juan nggak paham, deh. Kala salah dikit aja Papa marahin habis-habisan. Padahal cuma masalah sepele, nggak perlu pake nada tinggi apa lagi main tangan."
"Kamu nggak usah belain dia, ya!" ucap Juno pada Juan, yang kemudian mengalihkan tatapan pada anak perempuan di depannya. "Kalandra, kalo jam sekolah tuh ya SEKOLAH! BUKAN NGELAYAP NGGAK JELAS! PUNYA APA KAMU BERANI-BERANINYA BOLOS SEKOLAH? MAU JADI APA?"
"Aku... nggak... bolos, Pa," ucap Kala tergagap.
"Udah berani bohong ya sekarang? Sini kamu." Juno menarik lengan Kala yang terhalang Juan. Menyeretnya ke belakang rumah.
Juan berusaha menahan papanya. Namun, tenaganya kalah besar. Usahanya tidak berhasil menghalau Juno yang sudah berada di luar rumah sekarang. Juan berhenti ketika ia sampai di ambang pintu kaca berlapis anti ultraviolet.
Di luar cuaca benar-benar sedang panas. Sinar matahari yang memanasi rumput di belakang rumah seolah sedang mengejek Juan yang tidak bisa berbuat apa-apa, sementara adiknya sudah basah kuyup diguyur air bekas cucian oleh Juno. Dia bisa melihat si bungsu sulit bernapas akibat air yang tidak berhenti mengenai wajahnya.
"Siapa yang ngajarin kamu bohong?" Juno menyiram puncak kepala gadis itu.
"Pasti laki-laki tadi, iya?" Satu gayung kembali Juno tuangkan di atas kepala anaknya. Pria itu terus menyiramkan air sembari bertanya tanpa memberi Kala kesempatan untuk menjawab.
Saat akan melakukan rapat di luar kantor, Juno melihat Kala sedang berada di taman kota. Dia yang lupa dengan jadwal sekolah Kala, membuat asumsi sendiri di kepala. Yang Juno ingat itu cuma bayar SPP sama uang gedung. Pria itu juga tidak pernah datang ke sekolah Kala untuk sekedar mengambil rapor. Dia selalu menyuruh Purnama, supir pribadi keluarganya yang juga merangkap sebagai tukang kebun.
Kala dengan posisi berlutut hanya menangis dalam diam. Berusaha sekuat tenaga menahan suara keluar dari mulut walau pundaknya sudah bergetar.
"NYEKOLAHIN KAMU ITU BUTUH DUIT, KALANDRA! BAYAR SEKOLAH KAMU ITU PAKE UANG SAYA, HASIL KERJA SAYA, DAN KAMU MALAH BOLOS? KAMU TAU NGGAK KALO BIAYA SEKOLAH KAMU ITU MAHAL?" Juno melempar gayung yang ia genggam ke lantai. Menyebabkan benda berbahan plastik itu terpecah belah saking kencangnya lemparan pria itu.
"Kamu pikir bolos sekolah itu keren?" Juno melepas sabuk yang ia pakai, mempertemukan kedua ujung benda berbahan kulit tersebut. Ia mengayunkan sabuknya, bersiap memukul si bungsu. "MASIH UNTUNG SAYA MAU NAMPUNG KAMU DI SINI! KAMU EMANG NGGAK-"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebelum Matahari Terbit
General Fiction[An orific, with Jung Jaehyun as a face claim] "Nangisnya jangan lama-lama, ya. Nanti napasnya susah, lho." "Aku harus gimana lagi, Kak?" Secuil kisah tentang kakak beradik. Si Sulung yang berusaha menjadi kakak terbaik dan si Bungsu yang berusaha m...