04

34 4 0
                                    

Dengan wajah sumringah Kala menuang bumbu cimol ke dalam plastik. Setelah menimang-nimang hampir 15 menit, akhirnya Kala mengajak Bara berkeliling taman kota. Berburu jajanan kaki lima, sudah lama dia tidak jajan jajanan kaki lima.

"Bar, duduk di situ atau lanjut jalan?" Kala menunjuk salah satu bangku yang berada di bawah pohon beringin.

Bara yang sedang memberi bumbu cimolnya menoleh, pandangannya mengikuti arah telunjuk Kala. "Terserah. Ngikut aja gue, mah. Tapi, kalo duduk di situ apa nggak diganggu bocil?"

"Iya, sih. Lanjut jalan aja, deh," kata Kala, lalu melahap satu buah cimol.

Mereka berdua kembali berjalan menelusuri trotoar setelah selesai berurusan dengan bumbu cimol. Menikmati pemandangan jalan yang penuh kendaraan lalu lalang dan angin hangat yang bersemilir. Dengan mulut yang sibuk mengunyah makanan kenyal berbentuk bulatan kecil, Kala memperhatikan sekitarnya.

Taman dipenuhi penjual kaki lima karena letaknya yang diapit dua SD dan satu SMP. Banyak jajanan ala anak sekolah yang berjajar mengelilingi taman. Membuat siapa pun yang melihatnya pasti lapar mata. Seperti Kalandra.

"Bar, pengen ciloooorrrrr..."

"Buset. Itu cimol di tangan belom abis, udah minta yang laen."

Bibir Kala mengerucut. Dia cepat-cepat menghabiskan jajanan di tangannya. Matanya terus menatap pedagang cilor yang sekarang sudah dipenuhi anak SD.

"Ayo, Bar. Beli cilor." Kala tiba-tiba beranjak dari tempatnya. Menarik lengan Bara yang masih sibuk dengan jajanannya. "Keburu makin rame itu."

"Sabar kenapa, sih? Punya gue belom abis, nih."

"Gue duluan deh," ucap Kala sembari memasukan plastik bekas cimol ke dalam tempat sampah yang tidak jauh dari mereka. Bara hanya membuang napas panjang. Mau tidak mau dia mengekori Kala yang hendak pergi ke seberang jalan. Anak itu sering sembrono kalau nyeberang jalan, suka main nyelonong tanpa lihat kanan-kiri.

"Lo kalo mau nyebrang tuh liat-liat, tengok kanan kiri. Jangan asal nyebrang. Lo mau dicium mobil?" omel Bara yang berdiri di sebelah kanan gadis itu. "Ayo."

"Di sini penuh anak SD, harusnya kendaraan yang tau diri."

Mereka menyeberang jalan, menghampiri pedagang cilor. Bau bumbu penyedap menyeruak saat mereka berdiri di samping gerobak terebut. "Mang, lima rebuan dua, ya. Pedesin semua."

"Siap!"

Selagi cilor dibuatkan, mereka duduk di bangku yang disiapkan si penjual. Bara memperhatikan kelincahan tangan penjual yang mungkin usianya sekitar 30-an itu. Sedangkan Kala, matanya berkeliaran mengamati beberapa gerobak penjual makanan dan minuman. Ada satu lagi yang menarik perhatiannya.

"Bar, pengen telor gulung."

"Ini cilor baru aja dibikinin, udah ngelirik yang lain aja lo."

"Hehe. Gue beli telor gulung dulu," ujar Kala sembari beranjak dari duduk dengan wajah sumringah. Persis anak kecil yang bertemu penjual balon.

"Dasar bocah!" Bara hanya menggeleng saat melihat Kala sudah berlari kecil menghampiri penjual telur gulung dan dia terkekeh.

Maklum, gadis itu hampir tidak pernah merasakan nikmatnya jajanan kaki lima. Dia selalu bersemangat kalau diajak Bara menjelajah begini. Kala sih senang-senang aja, bahkan kalau bisa semua jajanan yang berjajar di sana ingin dia coba. Tapi, Bara jadi takut sendiri kalau anak itu kena radang besok harinya.

"Itu pacarnya?" tanya seorang perempuan yang entah sejak kapan duduk di sebelah Bara, memperhatikan Kala dengan tatapan julid. "Kok norak banget, sih? Gak malu? Gue malu sih kalo jadi lo."

Sebelum Matahari TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang