Saat ini Zura sedang berada di kamarnya. Duduk di atas kasur sambil menekuk kedua lututnya. Rambutnya yang basah karena habis dikeramas dibiarkan tergerai. Pandangan mata Zura fokus melihat pigura kecil yang berada di atas nakas samping tempat tidurnya.
Disitu terlihat seorang ibu yang sedang menggendong anaknya. Di foto itu terlihat kehangatan. Dan itu adalah foto Zura bersama mamahnya. Senyuman manis terukir di bibir pink milik Zura. "Jadi kangen sama mamah." Gumamnya.
Sejak mamah dan papahnya cerai, Zura jadi jarang sekali bertemu dengan mamahnya. Apalagi sekarang Zura dan mamahnya terpisah jarak yang jauh.
Setelah cerai dari Abian, Arita memutuskan untuk pindah rumah ke Malaysia. Setahun sekali Arita akan datang ke Indonesia untuk menemui Zura. Namun Arita tidak datang ke rumah Zura, melainkan mereka berdua janjian di suatu tempat.
Zura mengambil ponsel. Mencari nomor mamahnya, lalu menelepon.
Cukup lama menunggu, namun panggilan darinya tidak kunjung diangkat oleh orang diseberang sana. Zura akhirnya memutuskan sambungan telepon.
Zura memandang ponselnya dengan wajah murung. Mamahnya jarang sekali mengangkat telepon dari dirinya. Apa ia sesibuk itu sekarang?
"Huft." Zura menghembuskan nafasnya. Hari ini ia merasa lelah. Zura berbaring di atas tempat tidurnya. Zura memandang langit-langit kamar. Dan tiba-tiba Zura teringat sesuatu. Buru-buru ia bangkit, lalu duduk di atas meja belajarnya.
Zura mengeluarkan buku catatan milik Elis dari tas sekolahnya. Dan pada saat Zura mengeluarkan buku Elis, Zura melihat seragam milik Rion yang berada di tasnya. "Aduh gue lupa harus nyuci ni baju." Zura menatap lamat-lamat baju yang ada di genggaman tangannya. "Nanti aja deh gue cuci nya." Lalu baju seragam itu ditaruh di atas meja belajarnya.
Zura segera menyalin catatan Elis. Karena tadi dirinya di hukum oleh Bu Asta, Zura jadi ketinggalan materi yang di sampaikan oleh Bu Asta. Belum lagi ia memiliki tugas matematika yang harus dikumpulkan besok. Dan... harus menyuci baju seragam kakak kelasnya. Huft, sepertinya hari ini ia akan tidur larut malam.
"Zura, papah ada urusan sebentar. Kamu papah kunciin dari dalam aja. Udah gak kemana-mana kan?" Abian tiba-tiba saja sudah berada di samping tubuh Zura. Zura menghentikan kegiatannya dan menatap papahnya. "Iya pah. Hati-hati." Lalu Zura mencium punggung tangan Abian.
Setelah itu, Abian keluar dari kamar Zura.
Zura mengambil lagi pulpen yang di taruh di atas meja belajarnya. Saat ingin melanjutkan catatannya, air mata tiba-tiba mengalir. Zura meletakkan kembali pulpennya lalu menghapus air mata yang meluncur di pipinya. "Gue kenapa sih." Gumamnya pada diri sendiri.
Mood Zura seketika hancur. Hatinya terasa sedih. Dadanya sesak. Zura sangat sering mengalami ini namun ia tidak terlalu pedulikan. Zura berpindah ke tempat tidurnya. Berbaring menghadap ke arah jendela. Sepertinya Zura akan tidur sebentar saja untuk mengembalikkan moodnya.
Perlahan mata Zura terpejam. Namun saat akan menemui mimpinya, ponsel Zura berdering. Zura membuka kembali mata yang sudah terpejam itu lalu melihat nama orang yang menelepon dirinya.
Senyum Zura mengembang. Buru-buru Zura mengangkat panggilan dari orang diseberang sana.
"Hallo mah." Sapa Zura riang.
"Hallo Zura sayang.. kamu apa kabar?" Terdengar suara lembut Arita di sana.
"Zura baik-baik aja, mamah gimana kabarnya?"
"Mamah juga baik. Oh iya kamu jangan sampai telat makan yaa. Kesehatannya dijaga okey? Mamah tutup teleponnya ya. Dadah Zura."
KAMU SEDANG MEMBACA
COLD GIRL [HIATUS]
Teen FictionAzura Leteshia yang dulunya merupakan gadis periang, lembut, dan baik hati, kini berubah menjadi orang yang cuek dan selalu memasang wajah datar tanpa ekspresi. Tidak jarang juga Zura melontarkan kata-kata pedas kepada orang yang ingin menginjak-in...