Prolog

138 102 54
                                    


Maisya Laily Syamma terbiasa menerima teguran dari siapa pun, di mana pun dan dalam keadaan apa pun. Gadis itu telah kebal akan teguran, menganggap bahwa terguran hanyalah sapaan belaka. Jiwa pemberontak telah tertanam dalam darahnya sejak lahir, tentu saja itu menurun dari ayahnya; Haqqi Assyamma.

Keturunan ke dua dari keluarga Assyamma yang memiliki limpahan emas dan harta di mana-mana. Perusahaan dengan label namanya telah tersebar di beberapa daerah di negara ini dan juga negara lain. Ibunya, Nausya Kohli adalah gadis keturunan Pakistan.

Semua berawal dari ujian cinta Haqqi dan Nausya. Malapetaka yang menimpa kakaknya Haqqi mengharuskan pemuda itu menikahi kakak iparnya sendiri atas permintaan terakhir sang kakak. Merasa bertanggung jawab atas kematian kakaknya, Haqqi menikahi Lana dan menjadikannya istri kedua setelah Nausya

Tidak sebaik Sarah yang rela berbagi suami dengan Hajar, Nausya memutuskan untuk meninggalkan rumahnya. Meninggalkan Maisya yang baru menginjak umur delapan tahun.

Maisya yang terbiasa hidup dengan limpahan kasih sayang penuh dari ayah dan ibunya terpaksa harus berbagi dengan sepupunya yang kini menjadi adik tirinya; Ranna dan Kanna. Umur Ranna dan Maisya sama, sementara Kanna baru berusia dua tahun saat menjadi adiknya Maisya.

Segalanya semakin runyam ketika Haqqi tak ingin melepaskan Nausya, tak ingin pula menelantarkan Lana. Dengan terpaksa, Haqqi menyetujui permintaan Nausya agar mereka pisah rumah. Bukan karena Nausya membenci Lana, tapi siapa yang rela berbagi suami?

Nausya bukan Sarah, bukan Khadijah, bukan Aisyah. Nausya tidak sebaik perempuan penghuni surga, Nausya tidak bisa membagi cintanya dengan ikhlas bersama perempuan lain.

Terlebih ini adalah kakak iparnya, semuanya terasa begitu menyakitkan. Perlahan tapi pasti, Nausya menerima keputusan Haqqi yang mengambil alih tanggung jawab kakaknya atas Lana dan anak-anaknya. Dengan syarat bahwa mereka tidak tinggal serumah.

Hal itu sungguh berpengaruh pada pertumbuhan Maisya. Gadis itu kini tumbuh sebagai pemberontak ulung. Nausya telah menyerah jika mengenai putrinya itu. Seperti sekarang, ingin rasanya Nausya membenturkan kepalanya ke dinding ketika mengetahui apa yang telah putrinya perbuat kali ini.

"Kami selalu mengharapkan yang terbaik untuk putra-putri kami di sekolah ini. Karena itulah kami memanggil kalian untuk menindaklanjuti apa yang telah dilakukan oleh Maisya." kata kepala sekolah.

Nausya menghela napas dalam-dalam, siap untuk mendengarkan aduan tentang putri satu-satunya itu. Begitu juga dengan Haqqi, ia telah menyiapkan telinga dan mentalnya untuk mengetahui apa lagi ulah yang dibuat oleh gadis nakal itu. Haqqi tidak habis pikir bagaimana Maisya begitu menuruni sikap dan kelakuannya dahulu, gadis itu seperti duplikatnya.

"Maisya menjadi tokoh utama atas penyebab tawuran antar sekolah."

Baik Haqqi mau pun Nausya telah menduga itu saat mendapati putrinya pulang dengan keadaan babak belur dan lengan atas yang perlu dijahit akibat luka sayatan.

Gadis itu seperti tidak punya rasa takut dan jera. Seperti tidak pernah merasakan sakit. Ketika Haqqi bertanya mengapa dia terluka, jawabannya membuat Haqqi ingin menenggelamkan diri di sumur.

"Aku habis menegakkan keadilan, Pa. Jadi gak apa-apa, jangan khawatir. Kata Papa orang yang menegakkan keadilan itu mulia di mata Allah. Jadi jangan marahin aku kalo besok kepala sekolah panggil Papa ke sana. Bilangin ke beliau, Maisya pahlawan bangsa baik-baik aja."

Kini Haqqi geram mengingat perkataan gadis itu tentang 'pahlawan bangsa'. Mengetahui tindakan Maisya berlabel 'tawuran', apakah bisa disebut anak itu adalah pahlawan bangsa?

Mana ada pahlawan yang melakukan tawuran antar sekolah seperti itu. Apa sih yang mereka ributkan? Keadilan apa yang anak itu tegakkan dengan cara seperti ini? Mengapa pula Maisya selalu terlibat dalam keadaan seperti ini?

"Saya dan pihak kepolisian masih menyelidiki kasus ini, tentang apa saja penyebabnya, saya masih belum mengetahui secara jelas dan pasti. Kami memutuskan untuk menskors Maisya selama satu minggu. Mohon kerja sama ibu dan bapak untuk mengawasi ananda Maisya selama di rumah."

"Baik, Pak. Terima kasih atas informasinya. Kabari saja jika ada hal lain yang perlu dibantu. Saya telah mengirim beberapa suruhan saya untuk menyelidiki kasus ini. Saya sungguh minta maaf atas apa yang telah dilakukan anak saya." ucap Haqqi.

"Terima kasih atas bantuan dan kerja samanya, Pak Syamma. Semoga ananda Maisya lekas pulih."

Haqqi dan Nausya mengangguk, setelah berterima kasih, mereka meninggalkan ruang kepala sekolah itu dan pulang ke rumah Nausya. Bersiap menyerang Maisya dengan berbagai pertanyaan mereka yang belum sempat dijawab oleh anak itu karena kemarin beralibi bahwa dia sakit dan hampir mati katanya, gara-gara obat bius kurang mempan ketika jahitan dimulai.

Haqqi lagi-lagi menghembuskan napas lelah, mengapa mengurus anak satu itu begitu susah?

--------

ALTRUISTIK  [On Going] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang