Senin adalah hari libur Albar Kafe. Kafe selalu tutup pada hari Senin dengan tujuan memberi ruang istirahat dan liburan bagi para pegawai. Meski sejujurnya liburan di hari itu agak aneh. Siapa orang yang ingin berlibur pada hari Senin? Jakarta adalah kota sibuk, jalanannya selalu macet tiap waktu. Jangan berharap perjalanan hari Senin-mu tepat waktu.
Pekan kemarin adalah pekan ujian bagi Maisya. UN sudah ia lalui dengan lancar tanpa hambatan. Maisya terlampau santai, ia bahkan tidak meliburkan diri dari Kafe ketika teman-temannya yang lain fokus berkutat pada buku seharian. UN sama sekali tidak menyeramkan baginya.
Terlepas dari nilainya bagus atau tidak, yang terpenting ia sudah berusaha. Selama kurang lebih tiga tahun malah. Ia selalu belajar dan belajar meskipun dengan kelakuannya yang lebih cocok disebut berandalan.
Tapi katanya, akhlak lebih utama daripada ilmu. Ilmu tanpa akhlak sama aja bohong. Makanya, Maisya lebih di cap sebagai anak pembuat onar daripada anak cemerlang yang banyak prestasi. Meskipun prestasinya tidak sedikit dan kemampuan akademiknya tidak terlalu minus.
"Aku ngerasa kamu jaga jarak sama aku Lail. Aku gak tau alasannya apa, tapi rasanya kayak ... kita asing." Ucap Khai pada hari terakhir ujian. Saat itu Maisya tengah di kantin dan menikmati batagor. Lelaki itu datang dan duduk di depannya.
"Gak jaga jarak, jaga batasan aja. Kamu tau kan aku lagi proses memperbaiki diri. Kita bukan muhrim." Dan aku lagi berusaha menghargai perasaan Kalila ke kamu.
Wajah Khai terlihat seperti tidak terima saat itu. Ya mau bagaimana lagi, Maisya itu anak yang jujur. Saking jujurnya ia seringkali tidak memikirkan perasaan orang yang tengah bicara dengannya.
"Ya tapi kan gak sampe sejauh itu kali. Sampe kamu tuh gak mau buat sekedar ngobrol sama aku! Padahal ngobrol juga di tempat rame."
Khai menggerutu dengan wajah kecutnya. Ia benar-benar kesal karena Maisya terlalu totalitas dalam segala hal. Termasuk dalam hal menjauhi dirinya.
Tidakkah gadis itu merasa sedih atau rindu padanya? Padahal Khai-lah orang pertama yang selalu ada di sisinya dan menolongnya ketika butuh. Sekarang, ketika gadis itu sudah bisa mandiri, ia dicampakkan.
Dasar perempuan. Batin Khai dalam hati.
"Ya ngobrol apa. Gak ada yang mau aku obrolin sama kamu." Ucap Maisya datar. Ia bahkan hanya fokus pada piring batagor yang ada di hadapannya.
Kampret! Maki Khai dalam hati tentunya. Sudah di bilang tadi, bukan? Bahwa Maisya adalah anak yang terlampau jujur.
"Lanjut kuliah, kan? Awas aja kalo bilang enggak."
"Lanjut. Aku mau ambil Desain Komunikasi Visual kayaknya."
"Wih... Gak jadi masuk Seni Rupa?"
"Enggak. Kamu ambil jurusan apa?"
"Hukum atau Bisnis Internasional."
Maisya tersedak jus jambu yang ia teguk. Sampai jus itu mengotori meja dan wajah Khai.
"LAILY JOROK BANGET SIH!" Khai berteriak kesal dan mengambil tisu.
Khai mengelap wajahnya yang terkena cipratan jus jambu dari mulut gadis itu. Tak lupa juga membersihkan mejanya. Bisa-bisanya gadis itu menyemburkan isi mulutnya di depan Khai. Menyebalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTRUISTIK [On Going]
RomanceMasa lalu sang ayah membuat Maisya Laily Syamma jengah berada di rumah sebab hadirnya seorang Ranna Rabisha Syamma, sepupu yang tiba-tiba menjadi adiknya dan menjadi objek yang selalu dibandingkan dengan dirinya. Jiwa pemberontak yang sudah melekat...