Pekerjaan Khai selesai lebih cepat rupanya. Jam telah menunjukkan pukul 11:35 saat ia dan Maisya mengembalikan mobil Bang Adim ke pasar, mengambil bayaran lalu pulang. Saat ini ia dan Maisya tengah ada di depan teras Masjid, beristirahat sambil meminum jus alpukat yang baru saja mereka beli untuk meredakan haus.
"Khai, habis ini lo ke mana lagi?" tanya Maisya.
Wajah gadis itu lembap dengan keringat, namun tetap saja cantik. Maisya selalu cantik di mata Khai. Gadis itu benar-benar kuat, ia tidak mengeluh seharian ini. Jadi benar ucapannya tentang ia akan berusaha untuk jadi anak mandiri, ia benar-benar melakukannya.
"Pulang, soalnya bengkel Bang Gani buka setelah Maghrib."
Maisya cemberut. Membuat Khai mengernyit tak paham.
"Kenapa?"
"Gak mau pulang." katanya, nah ... kali ini ia merengek. Aneh sekali, bukannya merengek meminta pulang karena lelah, ia malah merengek pada Khai agar tidak pulang.
"Terus mau ke mana?"
"Ayo kita ke sekolah." katanya. Khai tersedak.
"Apa?! Ngapain?"
"Ayolah, sini ... mana handphone lo?"
Khai menggeleng, "Pertama-tama, gue pengen meralat panggilan lo ke gue."
"Maksudnya?"
"Mulai sekarang, lo gak boleh pake kata 'lo' atau 'gue' kalo bicara sama gue. Sekarang, gue kakak lo. Lo harus hormat sama gue."
Maisya memutar bola mata malas. "Jangan aneh-aneh, Khai." katanya, merasa lucu dengan tuntutan Khai itu.
"Mulai sekarang, pakai 'aku' atau 'kamu'. Itu kedengarannya lebih ... manis."
"Deal." ucap Maisya sepakat. Ia sama sekali tidak keberatan dengan itu. Mudah saja baginya mengubah cara bicaranya dengan siapa pun, Maisya bisa lakukan itu pada siapa pun jika ia mau.
Catat, jika ia mau.
Maisya rasa, Khai sama sekali tidak ada salahnya. Anggap saja ini proses untuk memperbaiki dirinya.
"Oke, aku pinjam handphone kamu." ucap Maisya. Khai tersenyum geli mendengar itu, rasanya sungguh lucu mendengar gadis nakal itu bicara manis padanya, seperti jika ia bicara dengan ayahnya, ibunya, atau keluarganya. Benar-benar menggemaskan.
Memberikan ponselnya pada Maisya, Khai melihat gadis itu mengotak-atiknya. Lalu terdengar seseorang bicara diseberang sana.
"Halo?"
Itu suara Rhavan.
"Rhavan, ayo kita ke sekolah. Kita ketemu di gerbang belakang sekolah setelah Dzuhur. Pakai hoodie dan celana olahraga ya. Aku tunggu di sana." ucap Maisya. Lalu tanpa mendengar penjelasan lebih lanjut dari Rhavan, gadis itu memutus sambungan telepon.
Begitu selanjutnya yang ia lakukan pada semua teman dekatnya, yang notabene-nya teman Khai juga. Semuanya Maisya hubungi agar bertemu di gerbang belakang sekolah setelah Dzuhur, memakai setelan seperti yang tengah ia dan Maisya pakai, - jaket sweter dan celana olahraga.
Tak ingin menanyakan apa yang akan gadis itu lakukan, Khai diam dan mengikutinya saja. Toh, dicegah pun, tidak akan ada hasilnya.
--------
Sesuai dengan permintaan Maisya sebelumnya, kini orang-orang yang Maisya hubungi itu telah berkumpul di gerbang bagian belakang sekolah. Gerbang yang tidak banyak diketahui siswa sekolah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTRUISTIK [On Going]
RomanceMasa lalu sang ayah membuat Maisya Laily Syamma jengah berada di rumah sebab hadirnya seorang Ranna Rabisha Syamma, sepupu yang tiba-tiba menjadi adiknya dan menjadi objek yang selalu dibandingkan dengan dirinya. Jiwa pemberontak yang sudah melekat...