Chapter 1 - The Dream; Pablo Picasso

445 104 2
                                    

❝𝐼𝑡'𝑠 𝑡𝑜𝑜 𝑝𝑒𝑟𝑓𝑒𝑐𝑡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❝𝐼𝑡'𝑠 𝑡𝑜𝑜 𝑝𝑒𝑟𝑓𝑒𝑐𝑡...

────────────

Sejak beberapa belas menit yang lalu, gadis itu menatap barisan-barisan kalimat yang tertera di layar laptop-nya. Sudah berkali-kali ia membacanya-ralat, berpuluh-puluh kali lebih tepatnya. Namun, tulisan di sana tak berubah sama sekali. Selalu sama bahkan hingga ke tanda bacanya.

Akhirnya, gadis itu yang bernama (Y/n), mencubit pipinya sendiri. Memastikan jika apa yang ia lihat saat ini bukanlah mimpi. Karena akan sangat menyakitkan jika ia tahu hal ini adalah mimpi. Mimpi yang terlalu sempurna untuk menjadi nyata.

"(Y/n)!"

Terburu-buru, ia menutup layar laptop-nya. Gadis itu segera keluar dari kamarnya kala sang ibu memanggil. Ia belum berniat untuk memberitahukan pasal e-mail yang ia dapatkan tadi. Rasa khawatir jika apa yang ia rasakan saat ini merupakan sebuah mimpi belaka membuatnya urung dan ragu untuk mengatakannya pada sang ibu. Jika hal yang terlalu bagus untuk menjadi nyata ini benar-benar hanya mimpi, lantas siapa yang akan merasa malu? Tentu saja dirinya sendiri.

"Ada apa, Kaa-san?"

(Y/n) pun langsung bertanya kala ia menghampiri ibunya yang berada di kamarnya sendiri. Wanita yang telah melahirkannya itu tampak sedang berdiri di depan sebuah cermin setinggi tubuhnya. Ia tengah mengenakan sebuah dress panjang yang mencapai hingga mata kakinya.

"Tolong tarik ritsletingnya. Kaa-san kesulitan untuk menariknya hingga ke bawah," pinta ibunya.

(Y/n) mendekat dan segera melaksanakan perintah sang ibu. Ia menarik ritsleting dress itu secara perlahan. Khawatir jika dress yang baru dibeli oleh ibunya—ia tahu dari label mereknya yang masih menggantung pada bagian leher—menjadi rusak hanya dalam hitungan detik setelah ia memakainya.

Namun, kala ritsleting itu berhasil ditarik dan menampakkan bagian punggung sang ibu, seketika pikiran (Y/n) langsung tertuju pada satu hal. Terlebih ketika luka yang masih tercetak dengan jelas terlihat di punggung ibunya. Luka yang tak dapat ia lupakan meskipun gadis itu menginginkannya.

Menyadari jika sejak tadi (Y/n) memandangi punggungnya, ibu (Y/n) segera menutupinya dengan pakaian yang sebelumnya ia pakai. Ia tidak ingin putri semata wayangnya itu kembali teringat dengan masa lalu mereka yang bisa dikatakan kelam.

"(Y/n), ada apa, Sayang?" Ibunya pun mendekat. Menyentuh pipi (Y/n) yang mulus dengan tangannya yang sudah tampak keriput.

"Tidak ada apa-apa, Kaa-san. Aku baik-baik saja," jawabnya demikian.

Ibunya kembali diam. Mencerna setiap kata yang (Y/n) ucapkan dan memastikan tidak ada pancaran kebohongan dari balik manik (e/c)nya yang berwarna senada dengan miliknya sendiri.

"Apakah ada yang ingin kau katakan pada Kaa-san?" tanya ibunya lagi.

Ragu, gadis itu bergeming. Hanya menatap lurus ke arah ibunya sendiri. Ia memang ingin mengatakannya. Namun, secara mendadak niat itu pun lenyap kala ia melihat luka ibunya.

"Ah, ada."

Namun, (Y/n) tetap kembali kepada rencana awalnya. Ia memang tak bisa memaafkan orang itu. Tetapi, gadis itu pun tak ingin membuat ibunya khawatir karena dirinya sendiri serta isi pikirannya.

"Apa itu, (Y/n)?" tanya ibunya dengan tatapan yang menyiratkan keingintahuan.

Ia menarik napas, lalu menghembuskannya dalam satu kali hembusan. Tatapannya kemudian tertuju pada sang ibu. Mengamati lekuk wajahnya sejenak.

"Aku diterima di Universitas Seni Tokyo."

***

Hari ini adalah hari pertamanya sebagai seorang mahasiswi. Terlebih dirinya tidak hanya sekedar mahasiswi di universitas biasa. Melainkan di Universitas Seni Tokyo. Sebuah universitas yang memiliki kemungkinan sangat kecil untuk diterima di sana. Bahkan, jumlah mahasiswanya untuk setiap jenis kelas pun masih dapat dihitung oleh jari. Namun, dari hal itulah yang membuat universitas ini menjadi incaran orang-orang yang ingin mengembangkan minat dan bakat mereka pada bidang seni.

Dan, mulai hari ini (Y/n) berkuliah di sana.

Dengan sebuah beasiswa yang awalnya ia gunakan untuk mencoba peruntungannya dengan sebuah pemikiran pesimis jika dirinya tidak akan diterima di sana. Namun, saat ini, beasiswa hasil uji cobanya itu menjadi titik awal perjuangannya di masa-masa kuliah. Saat di mana dirinya akan bersaing dengan mahasiswa-mahasiswi lain yang juga berbakat dan tentunya bekerja keras.

(Y/n) yang sejak tadi hanya memandangi gedung universitasnya pun kini mulai melangkah. Ia mulai melihat-lihat keadaan di sekitarnya. Tampak ramai dan jauh dari kata sepi.

Gadis itu terus berkeliling. Mengabaikan fakta jika dirinya sudah tersesat di universitas yang akan menjadi rumah keduanya nanti. Sesaat, (Y/n) mencari letak papan petunjuk jalan atau tempat yang dikenal olehnya. Namun, nihil. Ia tidak menemukannya di mana pun. Yang ada hanyalah mahasiswa mau pun mahasiswi.

"Apakah aku harus tersesat di hari pertama aku menjadi seorang mahasiswi?" gumamnya miris.

Pada akhirnya, (Y/n) berhenti berjalan. Ia duduk di sebuah taman yang berada tak jauh dari tempatnya tadi. Gadis itu secara spontan menatap ke arah langit yang berwarna biru cerah. Suasana hatinya yang sedang baik itu ia manfaatkan untuk menggambar. Apa saja yang dilihatnya, ia gambar. Termasuk seseorang yang tengah duduk di bawah sebuah pohon rindang beberapa meter di depan (Y/n).

Lelaki itu tampak sedang memejamkan matanya. Yang juga membuat (Y/n) yakin jika ia sedang tertidur dengan pulas. Surainya yang berwarna platinum blonde tampak membingkai wajahnya. Wajah lelaki itu tampak tenang, damai. Larut dalam mimpinya di siang hari.

Melihat posisi lelaki itu yang tak berubah sama sekali sejak tadi, (Y/n) pun mulai menggambar siluetnya pada buku sketsa yang ia gunakan. Coret-coretan asal itu perlahan mulai membentuk pose lelaki itu.

(Y/n) yang tengah menggambarnya seketika melonjak kaget kala lelaki itu tiba-tiba bergerak. Ia membuka matanya dan sontak langsung menatap ke arah (Y/n) yang tengah menggambarnya sejak tadi.

Namun, (Y/n) sama sekali tidak ingin lari dari sana kala ia melihat wajah lelaki itu. Bukan, bukan karena gadis itu mengenalnya. Melainkan karena tatapannya yang menatap terkejut ke arah (Y/n).

"Kau..."

────────────

...𝑡𝑜 𝑏𝑒 𝑟𝑒𝑎𝑙.❞

❞

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
END ━━ # . 'Föst ✧ Yaguchi YatoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang