Akan dia buktikan jika Hyunjin itu memang jahat.
Bohong. Semua respon Chan di depan sosoknya saat dewasa itu adalah bohong. Pengalihan, agar teman kesayangannya tidak dihina lagi oleh orang 'asing' itu.
Nyatanya kata kata bahwa Hyunjin adalah pengkhianat terus berputar di kepalanya. Hyunjin yang terus memanggil namanya bahkan tidak membuatnya bergeming.
"Chan! Kamu kok melamun? Nanti nabrak loh kalo melamun terus." Bocah yang dipanggil Chan itu memasang senyum terbaiknya.
"Aku gak melamun kok, Jin." Hyunjin hanya mengangguk, tidak ingin masalah ini berlanjut.
"Um, Chan. Kalo kamu ada masalah, cerita sama aku ya! Jangan dipendem sendiri." Ucap Hyunjin sembari menggenggam tangan Chan. Senyum hangat di wajahnya itu, membuat Chan tertegun. Pikirannya mengawang. Bertanya tanya tentang kebenaran yang diutarakan oleh dirinya di masa depan. Benarkah sosok malaikat yang tengah menggenggam tangannya ini berhati jahat? Benarkah dia akan berkhianat suatu hari nanti? Ah, semua ini membuat hati Chan gusar.
"Chan kamu melamun lagi. Beneran kamu gak kenapa napa?" Chan menggeleng sebagai jawaban.
"Hihi syukur deh." Senyum Hyunjin semakin lebar hingga matanya membentuk bulan sabit yang indah.
Seakan tersihir, Chan mencuri kecupan di pipi Hyunjin.
"C-chann kamu ngapain?" Seketika wajah Hyunjin memanas dibuatnya.
Chan menutup mulut dengan kedua tangannya. Merutuki diri sendiri dalam hati tentang kebodohannya tadi.
"M-maaf, Jin. Aku gak sengaja." Chan mengambil langkah seribu. Meninggalkan Hyunjin dan hati bocah manis itu yang tengah berdetak tak karuan.
.
.
.
Chan masuk ke rumahnya dengan tergesa. Memasuki kamar dan menutupi dirinya dengan selimut besarnya. Sosok dewasa yang tengah asik berbaring di atas kasur itu sedikit berjengit dengan kehadiran bocah bertubuh gempal itu. Alisnya bertaut, menatap heran bocah yang kini tengah meringkuk di bawah kasurnya sekarang.
"Heh bocah, lo kenapa? Pulang sekolah langsung sembunyi gitu." Kepala si bocah menyembul dari sela selimut. Menatap kesal ke arah sosok dirinya di masa depan.
"Ih, aku itu lagi malu. Tolong jangan ganggu." Malu? Chan paling tahu kalo bocah ini tidak punya rasa malu sedari kecil. Atau lebih tepatnya urat malunya sudah putus. Tapi lihat sekarang, anak itu meringkuk di bawah selimut. Mendeklarasikan dirinya tengah merasa malu.
"Tumben banget lo malu, biasanya juga lari-lari cuma pake kolor di rumah kagak malu." Lagi, kepala anak itu menyembul dari balik selimut. Bukan hanya kepala, namun seluruh tubuhnya juga. Mendudukkan dirinya di atas kasur. Menatap lawan bicaranya.
"Ih bukan malu kayak gitu, om. Aku tuh malu gara gara tadi nyium Hyunjin." Sosok dewasa itu terkekeh. Ternyata bocah ini malu karena mencuri ciuman dari Hyunjin.
Hey, tapi tunggu? Cium?
Cium?
CIUM KATANYA?
ISTRI TERCINTANYA DICIUM LELAKI LAIN. DASAR KURANG AJAR!
"Lo bilang cium, bocah?! Ngapain lo cium istri gua, hah?!" Ucap Chan dewasa seraya menatap nyalang bocah yang berani mencuri ciuman dari istrinya. Sontak nyali bocah itu menciut. Kepalanya menunduk dalam, tak berani bersitatap dengan sosok tak kasat mata itu.
"T-tapi kan, aku sama om itu orang yang sama. Berarti Hyunjin istri aku juga, dong?" Sosok dewasa itu terkesiap. Benar juga perkataan bocah ini.
"Eum..bener sih. Ya tapi kenapa lo cipok anak orang, hah?! Mana masih polos gitu anaknya." Sang bocah itu memandang polos ke arah sosok dewasa yang tengah memberinya tatapan tajam. Dirinya bingung sebab tak mengerti arti dari kalimat tadi.
"Om cipok itu apa?"
"Ciuman lah, apalagi."
"Cium pipi itu artinya cipok ya, om?" Ucap bocah itu polos.
"Lo cuma cium pipi dia? Bukan bibir pake lumatan?" Chan kecil itu mengangguk. Sosok dewasa itu menghela napas lega. Bersyukur dalam hati bahwa dirinya tidak mencuri ciuman pertama Hyunjin di masa sekolah menengah.
"Sip. Bagus." Bocah itu mengulas senyum saat mendengar pujian meluncur dari bibir Chan dewasa.
"Oiya om, emang kalo cium bibir itu harus dilumat ya?"
Chan terkesiap mendengar pertanyaan dari sosok bocah yang menjadi lawan bicaranya. Dia lupa jika dirinya sangat polos di masa SMP. Bagaimana tidak polos, jika sehari hari dia hanya bergaul dengan Hyunjin. Hyunjin yang sama polosnya dengan dirinya. Mereka tentu sangat buta akan hal berbau sensual seperti itu.
"Ommmmm. Ih jawab! Om budek ya?"
"Mana ada gua budek ya, bocah."
"Terus kenapa om gak jawab?" Chan bingung. Otaknya masih mencari solusi untuk menjawab pertanyaan Chan kecil itu.
"Udah lah, jangan lo pikirin lagi. Intinya jangan cium Hyunjin lagi, apalagi di bibir! Paham?" Bocah itu hanya mengangguk.
.
.
.
Hari telah berganti lagi. Tandanya Chan akan kembali ke rutinitas hariannya. Sekolah.
Tetapi hari ini dia sangat enggan bangun. Meski waktu sudah mendekati masa dia masuk sekolah. Dia tetap takut untuk berangkat.
Ya, takut bertemu Hyunjin lebih tepatnya.
Dia takut jika Hyunjin masih canggung padanya. Terlebih dia mendapat ceramah panjang dari sosok yang mengaku dirinya di masa depan. Dia semakin berpikir jika yang dia perbuat itu adalah salah. Satu pemikiran terlintas. Bagaimana jika dia mengaku sakit?
Ya, ide cemerlang!
Tidak ada yang akan tahu jika dia membolos. Orang tuanya sudah pergi bekerja, pasti mereka percaya saja jika Chan bilang jika dia tidak masuk. Asisten rumah tangga Chan? Mereka bekerja saat orang tua Chan tengah di rumah dan setelahnya, mereka akan kembali ke rumah. Chan benar benar akan sendirian untuk beberapa jam ke depan.
Ting
Tong
Suara bell itu pasti Hyunjin. Waktunya menjalankan rencana.
Maaf Hyunjin, bukan Chan tidak ingin bertemu. Namun anak itu masih sangat malu akan insiden kemarin. Bahkan saat Hyunjin masuk ke kamar Chan dan menanyakan apakah dirinya sakit. Chan hanya mengangguk di balik selimutnya tanpa sepatah kata apapun.
Dalam lubuk hati Hyunjin ingin sekali menjaga Chan, tetapi dia harus sekolah. Tidak boleh bolos pelajaran jika memang tidak ada keperluan mendadak. Alhasil beranjaklah bocah manis itu ke sekolah dengan berat hati.
Dibalik kisah mereka berdua, kita melupakan satu hal. Sosok Chan dewasa. Sosok dari masa depan mengawasi gerak gerik istrinya itu sedari tadi. Bahkan sebelum bocah itu masuk ke kamar Chan dan tengah menunggu di depan rumah Chan.
Dan kalian tahu apa?
Bocah itu menunggu bahkan sebelum orang tua Chan pergi bekerja. Ya, dia sempat berpapasan dengan orang tua Chan sebelum mereka pergi bekerja. Mereka berdua tahu anak itu menunggu anak semata wayang sejak pagi.
Mereka mempersilahkan bocah itu masuk, namun dia menolak. Takut mengganggu tidur Chan katanya. Orang tua Chan hanya bisa menyetujui dan menitipkan Chan padanya. Dia menjawab 'iya' dengan penuh semangat.
Peristiwa itu berhasil membuat hati Chan terenyuh. Namun mengingat kejadian tentang perselingkuhan Hyunjin dan Seungmin, membuatnya enggan bersimpati pada anak itu lagi.
Thanks for reading, hope u enjoy it❤❤❤❤❤❤🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼😊😊😊😊😊😊