Jadilah malam itu kedua ayah dan anak itu berpelukan untuk saling menguatkan satu sama lain.
"Maaf." Suara itu menyambut rungu Chan setelah dia masuk ke dalam kamarnya. Dia tengok ke arah si pembicara.
"Santai aja kali, Om. Lo gak ada salah apa apa disini."
"Tapi gua gak kasih tau lo tentang ini. Gua udah tau, tapi malah diem. Gua cuma takut semua berubah kalo gua kasih tau lo." Chan muda itu tersenyum teduh.
"Gak papa, Om. Gua paham kok. Makasih ya."
"Makasih? Untuk?"
"Untuk gak ngasih tau. Untuk buat gua hadapin ini semua. Buat gua sadar siapa aja yang masih peduli sama gua. Buat gua sadar kalo gua harus berubah dan jadi lebih baik." Sosok transparan itu menangis. Tidak menyangka dirinya berubah menjadi sosok yang lebih baik, bahkan dari kehidupannya sebelumnya.
"Woy om, gausah nangis. Jijik liatnya." Sosok transparan itu buru buru mengusap air matanya. Malu juga karena ketahuan menangis.
"Berisik lo!" Chan tertawa dan sosok transparan itu menyusul setelahnya.
.
.
.
Chan tengah mencari koleksi kemeja yang dia punya. Mencari cari kemana kemeja putihnya. Bukan apa, Chan hanya ingin terlihat rapi di hari pertamanya bekerja. Bukan bekerja juga sih, tapi belajar membuat roti sekaligus membantu ibunda Hyunjin di tokonya.
Ya, pagi ini Chan sudah janji pada ibunda Hyunjin. Jadi tentu saja dia harus memberi kesan baik di hari pertama.
Setelah pencariannya, kemeja putih berbahan katun itu akhirnya ketemu juga.
"Chan buruan, Hyunjin udah dateng!" Panggil sang ayah.
Hyunjin? Bukankah pemuda itu harusnya berangkat ke sekolah sekarang. Kenapa dia ada disini?
Chan lantas percepat gerakannya mengancing baju. Setelah dirasa selesai, dia segera keluar dari kamarnya.
"Jin, kamu kok kesini?"
"Jadi aku gak boleh dateng kesini?" Ucap Hyunjin murung.
"Hei hei, bukan gitu sayang. Kamu kan mau ke sekolah, bukannya bakal telat kalo kamu mampir kesini dulu?"
"Hehe gak kok, tenang aja. Eh kancing baju kamu kok acakan gini sih?" Chan menunduk lihat bajunya. Benar, kancing yang dia pasang ternyata tidak terpasang dengan benar.
"Aku buru buru tadi."
"Kebiasaan" Jemari Hyunjin lantas raih kancing dari kemeja putih itu. Melepasnya dan memasangnya kembali di tempat yang benar.
"Kita kayak udah nikah?" Hyunjin mendongak menatap Chan.
"Hah?"
"Aku bilang kita kayak udah nikah ya." Wajah Hyunjin sontak memerah padam mendengar hal itu. Sementara Chan-- si pembuat orang salting itu tersenyum melihat kelakuan kekasihnya. Chan peluk pinggang ramping Hyunjin dan menarik mendekat ke arahnya.
"Hehe salting ya kamu?"
"Ih Chan! Gak!" Ya bilangnya tidak namun jantung Hyunjin berkata lain. Jantungnya berisik sekali saat ini. Bahkan Chan dapat mendengar degupan jantung itu.
"Suara jantung kamu gak bisa boong sayang." Hyunjin tatap Chan dengan wajah merahnya. Membuat Chan gemas dibuatnya.
"Gemes banget sih pacar aku. Jadi pengen cium." Makin merah wajah Hyunjin.
"Aku boleh cium gak?" Bisik Chan tepat di depan bibir Hyunjin. Hyunjin mengangguk sebagai jawaban sebab kerja otaknya tak berjalan lancar sekarang.
Chan mengikis jaraknya dengan Hyunjin diikuti dengan Hyunjin yang perlahan menutup matanya.
Jarak mereka semakin dekat, hingga--
"Ehem" Suara ayah Chan menginterupsi kegiatan dua anak adam itu.
Sontak keduanya terkejut dan menjauh satu sama lain. Keduanya salah tingkah karena kepergok tengah bermesraan.
"E-eh papa hehe papa lagi ngapain?"
"Papa lagi mau ngambil minum. Kamu mau ngapain tadi, hm?" Tanya sang ayah dengan alis yang sengaja dia naik turunkan.
"Ah a-apa gak ngapa ngapain kok, pa." Sang ayah terkekeh. Dia hampiri putranya, kemudian tepuk pundak kokoh itu pelan.
"Gak papa kalo emang mau pacaran, tapi main aman ya." Sang ayah tinggalkan Chan dengan tawa kencangnya.
Sementara yang ditinggalkan semakin malu saja di kerjai seperti itu.
.
.
.
Chan telah tiba di toko roti, tempat belajarnya yang baru. Senyumnya sedari tadi tak lepas dari wajah pucat itu. Membuat Felix, satu satunya karyawan disana ikut tersenyum juga karena senyum cerah itu menguarkan aura bahagia.
Diam diam saja ya, ini semua karena Hyunjin.
Ya, pemuda itu tadi sempat memberikan kecupan singkat di bibir kekasihnya itu. Bagaimana Chan tidak bahagia sekarang.
"Pagi kak Chan!"
"Oh hai Felix! Eh lo gak sekolah?"
"Gak kak, lagi gak ada ongkos hehe." Chan rogoh saku celananya, keluarkan selembar uang yang dia punya. Dia ulurkan uang itu pada Felix.
"Nih buat ongkos. Mumpung telatnya baru bentar."
"Eh gak usah kak, itu duit kakak disimpen aja." Felix tolak pemberian itu. Jujur tak enak hatinya jika harus menerima pemberian Chan. Tidak ada maksud untuk menolak atau bahkan meremehkan pemberian lelaki itu, tapi dia paham jika Chan juga sedang butuh uang itu.
Namun Chan tetap paksa Felix untuk menerima uang itu.
"Udah ambil aja, Lix. Lo harus sekolah. Mumpung lo punya beasiswa. Jangan kayak gua, gak bisa lanjut sekolah lagi gara gara gak bisa bayar." Ucap Chan lirih, membuat tangis Felix pecah.
"Makasih ya kak hiks, aku gak bakal lupa sama jasa kakak." Chan usap bulir air mata di pipi Felix, lalu tersenyum pada pemuda Lee itu.
"Udah lo siap siap sekarang. Pergi ke sekolah, belajar yang rajin. Jangan kayak gua."
"Oke kak!" Felix sontak berlari. Dia pakai kemeja putih yang sengaja dia sampirkan di dekat meja kasir dan sambar tas hitamnya.
"Aku pergi dulu ya, kak!" Chan mengangguk. Menatap sendu punggung Felix yang tengah berlari. Menyesali dirinya yang tidak serius sekolah dan sekarang sudah tak punya kesempatan untuk memperbaiki karena terhalang biaya.
.
.
.
Hyunjin tiba di toko roti ibundanya. Sebenarnya bisa saja dia tidak mampir karena jujur aktivitas di sekolah membuatnya lelah. Namun ini hari pertama Chan bekerja full time pada ibunya. Hal ini harus dirayakan pikir Hyunjin. Jadilah dia datang berkunjung.
Tidak dengan tangan kosong, melainkan dua buah kotak bekal di tangannya. Satu untuk sang ibu dan satu lagi untuk pacarnya. Sungguh romantis.
Kaki ramping itu Hyunjin bawa menuju dapur dimana Chan tengah memanggang roti sembari mempelajari resep roti yang sudah diberikan oleh ibunda Hyunjin.
Hyunjin tersenyum melihat kesungguhan kekasihnya dalam mempelajari resep. Sebab tak pernah dia lihat Chan serius dalam belajar seperti ini. Terakhir mungkin saat mereka masih duduk di sekolah menengah pertama. Entahlah, yang pasti di mata Hyunjin Chan terlihat jauh lebih tampan sekarang.
"Chan." Chan menengok kebelakang. Dirinya tersenyum ternyata itu adalah kekasihnya.
"Ayo makan dulu!" Hyunjin angkat kotak bekal itu setara dadanya. Dibalas anggukan oleh Chan.
Mereka berdua makan disusul oleh Felix yang baru saja kembali dari belajarnya.
Indah bukan? Semoga kisah mereka selalu seperti ini. Semoga saja.
Thanks for reading, hope u enjoy it❤❤❤❤❤❤🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼😊😊😊😊😊😊