7

371 64 5
                                    

Kini sosok dewasa yang sedari tadi duduk di tepian ranjang yang merasa gugup akan pertanyaan itu.

"Chan, tadi kamu ngomong sama siapa?"

Kini bocah gempal itu ketar ketir. Dia mendadak takut. Takut jika Hyunjin tahu jika dirinya tengah mengobrol dengan sosoknya di masa depan.

"N-ngomong? Aku gak ngomong apa apa kok." Senyuman canggung menjadi penutup dialognya. Hyunjin masih memandanginya. Sesekali memicingkan mata, mencari tahu apa yang disembunyikan sahabatnya.

"Beneran? Gak bohong kan?" Chan kecil mengangguk ragu. Sungguh tak pandai menutupi kebohongan. Nasib baik Hyunjin mudah saja percaya.

"Yaudah sana kamu ganti baju aja. Kamu jadi gak ganti baju dari tadi gara gara aku." Chan hanya mengangguk patuh dan segera beranjak ke kamar mandi.

Bocah gempal itu kembali ke kamar Hyunjin. Tentu dengan piyama kebesaran Hyunjin, yang tentu saja tidak terlihat kebesaran di tubuh Chan. Bahkan piyama itu terlihat penuh sesak saat melekat di tubuhnya.

Namun Chan abai. Dia bisa membukanya saat Hyunjin terlelap nanti.

"Chaniee." Chan menoleh ke arah Hyunjin.

"Kenapa Hyunie?" Bukannya menjawab, Hyunjin malah menggigit bibir bawahnya. Keraguan terlihat jelas dari wajah si manis.

"Um.. kamu malem malem kok main keluar? Kamu gak takut diculik?" Ucap Hyunjin polos. Chan kecil itu hanya mengerjapkan matanya. Dirinya masih bingung akan pertanyaan Hyunjin.

"Diculik? Siapa yang mau culik aku, Hyunie?"

"Tapi tapi kata bunda, di luar sana banyak orang jahat. Orang yang suka nyulik anak kecil." Chan kecil itu tertawa mendengar penuturan Hyunjin.

"Haha kalo aku gak bakal diculik, aku kan makannya banyak. Penculik bakal nyesel kalo nyulik aku." Hyunjin mengangguk, menyetujui perkataan Chan. Fakta itu memang benar, porsi makan Chan memang banyak jika dibandingkan dengan dirinya. Pasti sangat merepotkan jika penculik merebut anak itu.

Sementara itu, Chan dewasa yang sedari tadi mendengar percakapan mereka merasa malu akan dirinya di masa lalu. Malu mengapa dulu dia bangga mengatakan jika porsi makannya besar. Rasanya dia ingin mencekik leher bocah gempal yang suka ngomong sembarangan itu.

"Ya, terus kenapa kamu keluar malem-malem?" Bocah gempal itu hanya diam. Mencoba mencari alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaan Hyunjin.

"Mau ngajak kamu main." Cengiran bodoh Chan berikan di akhir jawabannya. Hyunjin menatapnya datar, seolah tidak percaya akan jawaban sahabatnya.

"Bohong. Ayo jawab yang jujur, Chan." Chan menghela napasnya. Sungguh berbohong pada Hyunjin sangat sulit. Mengingat dia adalah seseorang yang sangat peka akan sekitarnya.

"Iya, iya, aku bohong. Aku kabur." Chan menunduk. Tidak berani menatap ke arah Hyunjin.

"Kenapa?"

"Mama papa jahat. Mereka gak sayang sama aku." Tak lama setelahnya bulir bening mengalir dari manik Chan. Wajahnya siratkan kemarahan yang dia tahan sejak dia berada di depan rumah Hyunjin tadi.

Hyunjin menjadi iba. Seketika kesedihan Chan mulai dirasa olehnya. Dia mendekap tubuh bocah yang lebih besar dari dirinya itu. Mendekap Chan dalam pelukan. Mengusap punggung bocah itu.

Tangis Chan semakin pecah. Pelukan hangat Hyunjin mampu menghangatkan hatinya. Sahabatnya itu memberikan apa yang tidak dia dapatkan dari orang tuanya selama ini.

Tangis Hyunjin pecah. Bahkan mungkin tangisnya lebih keras dari Chan. "Huhuhu Chan cerita. Sedihnya bagi ke Hyunjin. Kalo kamu sedih terus nanti dadanya sesak."

Chan hentikan tangisnya. Hatinya tak tega mendengar tangisan lirih dari Hyunjin.

"Hyunie jangan nangis." Hyunjin segera mengusap jejak air mata di pipinya.

"Tapi denger Chan nangis, Hyunjin jadi sedih. Cepet cerita, Chan kenapa? Biar Chan lega, biar dada Chan gak sesak lagi."

Memang benar jika selama ini dada bocah gempal itu sesak. Penuh akan amarah, rasa kesal yang dirasa akibat kurangnya kasih sayang dari kedua orang tuanya.

"Mama papa gak pernah ada waktu buat aku. Mereka selalu kerja. Di rumah aja kerja terus. Aku cuma pengen main sama mereka sekali aja, tapi mereka gak mau. Emang aku gak penting ya, Hyunie? Emang aku gak seru ya pas diajak main? Sampe mereka gak mau main bareng sama aku." Hyunjin menggeleng ribut. Pernyataan Chan tidak benar. Chan menyenangkan. Sahabatnya pantas menerima kasih sayang yang dia damba selama ini. Hyunjin melonggarkan pelukannya. Mengangkat dagu Chan. Mengarahkan wajah bicah itu, kemudian mengusap lembut jejak air mata di pipi gempal itu.

"Semua yang Chan bilang gak bener. Chan harus disayang. Chan orangnya seru kok."

"Tapi kenapa mereka gak mau main sama Chan? Kenapa mereka gak mau makan bareng aku?" Hyunjin hanya diam. Bingung menjawab pertanyaan Chan yang satu ini. Chan tidak seharusnya merasakan ini. Dia pantas mendapat kasih sayang melimpah dari kedua orang tuanya.

"Chan dapet kasih sayang, kok. Chan bisa makan bareng, kok. Chan bisa main kemanapun yang Chan mau. Hyunjin bakal kabulin semuanya."

"Janji?" Hyunjin mengangguk mantap. Semenjak itu dia berjanji tidak akan meninggalkan Chan sampai ajalnya menjemput nanti.

Chan tersenyum, kemudian memeluk sahabatnya dengan erat. Hyunjin hanya terkekeh. Senang melihat sahabatnya kembali riang.

"Yaudah bobo yuk, Chan. Aku ngantuk, besok kan sekolah." Chan melepas pelukannya dan langsung menyamankan dirinya di atas kasur Hyunjin. Tak lama Hyunjin menyusulnya. Menempatkan diri di samping Chan. Hingga tak lama kelopak keduanya terpejam dan mereka pergi menelusuri alam mimpi.

.

.

.

Pssttt!!!!!

Chan menggeliat dalam tidur kala suara itu menyapa rungunya. Kesadarannya mulai terkumpul, namun dia enggan untuk bangkit. Ditambah lagi ada Hyunjin di sela lengan gempalnya, tertidur pulas dengan wajah tenangnya. Tentu Chan tidak mau beranjak, sebab Hyunjin akan terganggu karenanya.

Sosok pengganggu Chan tadi-Chan dari masa depan kembali mencoba membangunkan bocah gempal itu. Hingga dia putuskan untuk berteriak.

"WOY BANGUN!!!!! BAPAK EMAK LO LAGI JEMPUT DIBAWAH!!!!" Tubuh bocah itu terlonjak. Benar jika kesadarannya perlahan hinggap, tapi tetap saja teriakan tiba tiba itu sangat mengagetkan.

"Ih om, bisa diem gak?" Ucap Chan dengan berbisik.

"Itu papa mama jemput, lo malah molor di sini." Bocah itu menatap datar ke arah sosok transparan di depannya.

"Ngapain ketemu mereka? Mereka aja gak peduli sama aku." Sosok dewasa itu menghela napasnya kasar. Jujur saja, kekecewaan yang dirasakan bocah itu adalah suatu yang wajar. Chan bahkan bisa merasakan rasa sakit yang bocah itu rasakan saat orang tua mereka mengacuhkannya begitu saja. Namun dia teringat akan suatu masa dimana kedua orang tuanya tak lagi utuh.

Chan tidak mau bocah di depannya ini merasakan penyesalan amat dalam. Sama seperti dirinya.

"Ya terserah lo. tapi gua ingetin sama lo bocah, manfaatin waktu lo sama mereka. Jangan sampe lo nyesel kalo mereka udah gak utuh lagi." Kemudian sosok transparan itu menghilang. Meninggalkan Chan kecil bingung akan maksud dari kata kata terakhir yang dia dengar.










Thanks for reading, hope u enjoy it❤❤❤❤❤❤🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼😊😊😊😊😊😊

The Another Me (Chanjin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang