18

361 48 10
                                    

Chan sempat berucap dengan suara paraunya dan kemudian pingsan tak sadarkan diri.

Pemuda pucat coba buka matanya pelan. Mengerjapkannya beberapa kali, mencoba menjernihkan pandangan. Kepalanya cukup berat pagi ini. Namun, dia paksakan untuk bangun. Bisa saja dia masih ada di dalam bangunan club.

Tebakannya salah. Dia tidak berada di club. Dia berada di kamar kekasihnya. Terbukti dengan adanya figura Hyunjin tertempel di dinding. Dan lagi, dirinya sudah terlampau hapal dengan tempat ini.

Dengan sedikit menahan pening di kepala, Chan bangkit dari tempat tidur, mencari sosok sang kekasih.

Sebenarnya tak susah. Hyunjin pasti berada di dapur dengan ibundanya. Bagaimana Chan tahu? Namanya juga sudah terlalu cinta, jadi segala seluk beluk kehidupan Hyunjin pasti dia tahu.

Benar saja, pemuda Hwang itu tengah berada di dapur memakai apron berwarna coklat muda. Tengah memasak sesuatu disana.

"Hyunie" yang dipanggil menengok ke arah Chan dengan senyum mengembang di wajahnya. Hati Chan menghangat. Mungkin inilah gambaran ketika dia menikah dengan Hyunjin nanti. Ah, jadi tidak sabar.

Chan dekati Hyunjin, peluk kekasihnya dari belakang. Sementara yang dipeluk mulai kehilangan fokus. Jantungnya berdetak tak karuan serta wajahnya memanas akibat pelukan dari Chan.

"Kamu masak apa, sayang?" Suara berat itu terdengar tepat di samping telinga Hyunjin. Ditambah dengan kata sayang tadi, makin tak karuan jantung Hyunjin.

"M-masak sup."

"Enak kayaknya, jadi pengen makan."

"Kalo mau makan tunggu ini ma-"

"Makan kamu maksudnya." Melebur sudah diri Hyunjin.

"C-chan! Ih, masih pagi ngomongnya kayak gitu?! Aku marah nih!"

"Kalo malem berarti boleh?" Mati sudah saudara Hyunjin ini.

"Gak! Udah sana duduk!" Chan terkekeh. Kemudian patuhi perintah Hyunjin. Dia dudukkan diri dengan tenang di meja makan keluarga Hwang itu.

"Bunda dimana? Gak ikut makan?"

"Bunda udah berangkat. Kata bunda lagi ada pesenan roti, jadi harus buat lebih pagi." Chan mengangguk paham.

"Kamu gak ikut?" Hyunjin menggeleng.

"Kamu masih ngerasain pengar kan? Makanya aku di rumah buat bikin sup. Biar pengar kamu bisa ilang." Chan terdiam. Ternyata Hyunjin sebaik ini. Menyesal juga dia mabuk kemarin.

"Makasih ya, sayang." Hyunjin yang tengah menata sup buatannya di meja menjadi heran. Minta maaf untuk apa, pikirnya.

"Untuk?"

"Untuk yang kamu lakuin kemarin. Aku pikir, kamu bakal benci aku." Hyunjin tersenyum sembari usak surai ikal kekasihnya.

"Buat apa aku benci kamu? Aku gak ada hak untuk itu.-

-udah makan yuk! Aku udah laper nih." Chan mengangguk. Kemudian keduanya melahap sarapan itu bersama.

.

.

.

Chan kembali ke rumahnya. Dengan bujukan sang kekasih, Chan kembali ke rumah ayahnya. Dia lihat sang ayah tengah sibuk membersihkan rumah. Dengan tubuh ringkih itu, terlihat betul jika lelaki tua itu mengerahkan seluruh tenaganya untuk membersihkan seluruh sisi rumah.

Peluh juga menghiasi wajahnya. Membuat Chan terenyuh.

"Pa." Ayah Chan menengok.

"Kamu udah balik, nak? Kamu tadi malem tidur dimana?"

The Another Me (Chanjin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang