"Bahkan dalam kehidupan percintaan pun dia kalah."
"Taehyung." Jimin, sahabatnya berbisik kepadanya di tengah angin malam yang begitu menusuk.
Taehyung menolehkan kepalanya, menghadap sang sahabat yang menatapnya begitu dalam.
Mata keduanya bertemu, Jimin dengan nekat mendekatkan wajah keduanya, tanpa tersisa sedikit jarak, "Kamu taukan, kamu itu hal terindah di dunia ini." Ujarnya kemudian, membuat detak jantung pria Kim itu tak bisa tenang.
Tangan Jimin maju, memegang wajahnya, mengelusnya perlahan. Taehyung memejamkan matanya, menikmati perasaan ini untuk sementara. Walau sebenarnya dia paham, semua ini tidak ada gunanya. Apapun yang terjadi mereka tidak mungkin bisa bersama. Tapi biarkanlah. Selagi ada waktu, Taehyung ingin menikmatinya.
Air mata turun ke kedua mata mereka, menikmati keperihan nasib yang dengan teganya Tuhan berikan kepadanya.
"Hiks, maafkan aku Taehyung." Ujar Jimin, memeluk sang cinta dengan erat.
Keduanya berpelukan, seolah tidak ada hari esok. Tapi kenyataannya memang benar. Bagi mereka memang tidak ada hari esok.
Lalu dengan tiba-tiba, Jimin berujar, mengungkapkan seluruh keresahan hatinya, "Kami bakal nikah Tae."
Taehyung diam, tak terkejut, kembali mengeratkan pelukan keduanya. "Gak papa Jim, toh gue juga bakal mati bentar lagi. Gak masalah. Lebih baik lu sama yang lain di banding sama orang kek gue."
"Aku nggak bilang kalau aku peduli soal, kamu bakal mati atau nggak. Aku cuman pengen bicara, kalau aku maunya kamu. Aku nggak pengen perempuan itu. Aku pengennya kamu. Cuman kamu."
Hati Taehyung menghangat. Tanpa sadar air mata turun menyusuri wajahnya. Taehyung, kadang bertanya-tanya. Kenapa Tuhan itu nggak adil? Kenapa saat ada orang yang begitu mencintainya, orang yang begitu menginginkannya, dan orang yang bisa memberikannya segala yang dia butuhkan, harus di pisahkan segini jauhnya?
Taehyung cinta Jimin, itu kenyataannya. Tapi Tuhan menolak, dan itu keputusan yang sah.
Bagi keduanya, mereka hanya perlu cukup tahu dan paham, lalu diam. Karena, mereka mengerti, bahwa mereka tidak akan pernah ditakdirkan bersama.
Untuk apa berjuang jika kita tahu bahwa dunia ini penuh akan jurang? Maka Taehyung menyerah. Dia hanya perlu menunggu waktu dan kembali menangisi hari-harinya.
"Jim, kalau boleh jujur, di hidup ini, udah nggak ada yang gue pikiran." Bahas Taehyung, membuka topik, di saat keduanya mulai mendudukan diri di atas kursi tengah balkon, apartemen milik Kim Taehyung.
"Gue?" Tanya Jimin, Taehyung menggeleng sebagai balasan.
"Bahkan lu. Yang gue pikirin cuman, gimana caranya supaya gue terbebas. Padahal gue sendiri gak paham apa yang jerat gue."
Jimin menatap Taehyung dalam, kemudian mendekatkan dirinya, baru akan berbicara sebelum kemudian Taehyung memotongnya. "Besok, seperti yang lu janjiin, gue free, jadi ayo keluar."
Jimin terdiam, dia tidak mungkin menolak, "Tae, gu-gue —besok gue ada pertemuan sama dia."
Taehyung diam, menunduk kemudian tertawa miris, "Oo, oke, nggak masalah." Ujarnya.
Taehyung kemudian menatap Jimin, berdiri dari kursinya, kemudian berujar, "Pulang aja ya Jim, dah malam, gue mau istirahat."
"Lu marah?"
Taehyung tertawa miris, "Apa hak gue untuk marah?"
Dan percakapan mereka usai di sana, di mana kemudian, Jimin keluar dari kamarnya dan pergi. Lalu Taehyung terduduk di kasurnya, menangis, dan gagal tidur lagi.
Bahkan dalam kehidupan percintaanpun ia kalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Swan [Kookv/Kooktae]
Fanfiction[NB: I plan to revise this story, but it will take time. But i will do it as soon as possible. Now, this story hasn't been revised yet.] Pada usianya yang ke delapan tahun, Taehyung pernah bermimpi tentang seorang pria berjubah hitam. Dia memberikan...