Nyai Part 7

13 1 0
                                    

***

Sepulang sekolah, aku mendapati si Mbah sedang bersama uwa dan juga pak kades, pak kades terlihat sedang memegang ayam Cemani (ayam yang berwarna hitam).

Dan di dapur juga nampak banyak sesajen, dupa, bunga kantil, kemenyan, kelapa, dan masih banyak lagi.

Ku lihat si Mbah masuk kedalam rumah, aku menghampiri si Mbah dan mencium tangannya.

"Eehhh udah pulang Ndo?" Tanya di Mbah..

"Ini apa Mbah?" Sambil menunjuk ke arah sesajen

"Itu sajen Ndo..." Jelas si Mbah 

"Iya mbah, aku tau ini sajen.. tapi buat apa?" 

Si Mbah langsung memegang kedua pundak ku dan menyuruhku duduk.

"Nanti malam, uwa akan mengusir arwah nyai, sajen ini hanya sebagai persembahan".

Aku mengangguk dan berlalu pergi ke kamarku "aku tak begitu yakin kalau arwah nyai mau di sogok dengan ayam dan kelapa" bisikku dalam hati. 


*** 

Akhirnya malam tiba, banyak para warga kampung yang berbondong-bondong datang untuk melihat pengusiran arwah nyai. Si Mbah dan aku juga bersiap-siap untuk pergi, aku tak mau ditinggal sendiri lagi di rumah, kejadian waktu itu sudah cukup membuatku kapok.

Malam ini,kami akan berangkat menuju ke arah kuburan nyai dengan membawa obor sebagai penerang jalan. 

Meskipun banyak orang, tapi tetap saja aku bergidik ngeri melewati area perkuburan yang dipenuhi dengan pohon-pohon bambu.

Ditambah lagi cuaca malam ini begitu dingin.

Angin berhembus dan terdengar derit gesekan bambu Kriiiiik...Kriiiiik..Kriiiiik... menambah suasana malam yang mencekam.


Hingga akhirnya lagi-lagi tercium bau amis darah, dan terlihat uwa berhenti berjalan. Rombongan kami pun akhirnya ikut berhenti. 

Dari arah bambu terdengar suara anak ayam Cit!!cit!!cit!!. Perasaanku kembali tak enak, para warga mulai ketakutan. 

Uwa kembali duduk bersila, dan mulai membakar kemenyan.

Tiba-tiba dari arah belakang sejejer pohon bambu bergoyang kuat dan Arwah nyai muncul, kemudian terbang ke pohon bambu lainnya.

Hiihiiihiiihiiihiii...hiihiihiihiihii....

Uwa terlihat mulai komat Kamit membaca mantra, sementara kami gemetar ketakutan melihat arwah nyai yang terbang dari satu bambu ke bambu lainnya. Pak kades berusaha menenangkan para warganya, "tenang...!!!tenang...!!!Jangan takut" sambil mengangkat tangannya menyuruh kami untuk tetap tenang.

Hingga akhirnya arwah nyai pergi dan kami melanjutkan perjalanan ke kuburan Nyai.

Setibanya di kuburan, tikar digelar dan sesajen di atur diatas tikar, kulihat uwa kembali duduk bersila di depannya telah berjejer beberapa sesajen dan juga dupa.

Uwa memulai ritualnya, membaca mantra-mantra pemanggil arwah.

Angin berhembus kencang, dan membuat sebagian obor mati. 

Terlihat arwah nyai di atas kuburannya, dengan pakaian putih panjang tapi tak sampai menyentuh tanah. 

"Apa maumu pria tua?"... Sambil menatap uwa dengan penuh kemarahan

Uwa membuka matanya "Aku mau kau segera kembali ke alammu, jangan ganggu warga desa ini lagi" 

"Ini Desaku, tempat tinggal ku... Aku tak akan pernah meninggalkan desa ini. Kalian...!!!" (sambil menatap para warga dengan tatapan penuh dendam) 

"Kalian semua harus membayar perbuatan kalian".

Seketika,angin bertiup sangat kencang, dan mematikan semua obor... Aku memeluk si Mbah. Semua warga ketakutan, Pak kades segera menyalakan kembali obor di tangannya. 

Saat obor menyala, muka pak kades menjadi pucat, terlihat uwa yang sudah tak sadarkan diri dengan luka cakar di pipi. Dan juga semua sesajen berhamburan, ayam cemani yang juga dijadikan sebagai sajen mati dan hanya meninggalkan kepalanya saja. 

Warga semakin ketakutan, dan segera membopong uwa kembali ke desa.

Bersambung 

NYAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang