#1 Fragment

167 5 2
                                    

Kematian. Satu kata, berjuta makna. Menurut kalian, apa itu kematian? Kodrat bahwa setiap manusia pada akhirnya harus meninggal dunia kah? Atau sebuah keadaan di mana seseorang tak mampu untuk berada di dunia lagi? Atau mungkin jalan untuk memasuki alam baka yang tak dapat disangkal jamalnya? Jika kalian putus kata akan opsi yang terakhir, mungkin itu merupakan sebuah tengara bahwasanya kalian memiliki pola pikir yang sama dengan seorang anak dara pemegang eigendom akan jiwa yang dapat dikatakan cukup distingsif. Lalu, jika kematian akan mengantar jiwa kita menuju akhirat yang tiada bertara dengan tanah yang kita pijak, maukah kau menjalani kematian sekarang? Apakah kalian setuju lagi dengan pemikiran sang dara? Atau mungkin, kalian telah membiaskan intensi kalian untuk mengikuti jalur yang dipilih oleh penghimpun atma nan tak dapat diterima keberadaannya di nirwana? Mungkin, tak sedikit manusia yang menyematkan anggapan 'aku tidak ingin hidup lebih lama' di kepalanya untuk beberapa saat. Kebalikannya pun juga memiliki prospek yang tak kalah jauh. Walau hitungan jumlah kepala yang menampung citra yang ternaungi dengan keinginan untuk segera meninggalkan dunia memasuki klasfikasi minoritas, di situlah sang kenya yang disebut-sebut sebelumnya memangkalkan pemikirannya.


Apa kalian berpikir-pikir akan alasan ia ingin segera menjalani kematian? Jika kalian teliti, tentulah kalian menyadari fakta bahwa si gadis memiliki hak milik atas jiwa yang bisa kalian bilang istimewa. Di situlah letak fondasi pemikirannya. Mungkin jiwa yang ia miliki merupakan sebuah anugerah bagi kalian, namun bagi dirinya? Laknat. Seranah. Siksaan. Azab. Jangan heran, berkat jiwanya yang selalu terlahirkan kembalilah yang membuatnya satu-satunya manusia yang mampu mengerti akan perasaan itu. Berkali-kali ia sudah menjalani hidup di dunia yang kian lama kian membusuk. Walau masih bisa dihitung jari kalinya, hati yang diberikan oleh-Nya kepadanya sudah tak dapat menyongsong luapan emosi yang terus membanjirinya. Ia benar-benar ingin mati, benar-benar mati. Bukan mati yang mempertandakan akan ada kehidupan lainnya yang harus ia tempuh.


Jika sang gadis memutar kembali memorinya akan lektur yang ia dapat dari kahyangan, sudah jelas bahwa sebenarnya jiwanya dapat terbebaskan dari dunia bejat ini. Hanya dengan satu syarat yang baginya adalah suatu hal yang tak dapat didapat oleh hewan sekalipun.


                                                                                      *****


                      "Temukan arti cinta sejati yang kelak akan menjadi jamuanmu di sini."


Berapa kalipun ia dilahirkan kembali, kutipan dari malaikat yang tak bosan-bosannya memberi ceramah kepadanya selalu terngiang di lubuk hatinya tanpa niatannya. Berapa kalipun ia berusaha untuk memenuhi syarat tersebut, masih saja ia dikembalikan ke tempat ia pertama dilahirkan. Bumi. Ah, betapa aziznya beban yang ia pikul di kedua pundaknya. Sejak pertama kali ia menarik molekul oksigen bersamaan dengan karbon dioksida menuju paru-parunya, ia tak punya akidah akan hal yang dinamakan cinta sejati. Seloroh yang sangat mengibuli tiap sanubari yang mengisi jiwa manusia, itulah definisi yang ia simpulkan atas seluruh usahanya untuk menemukan cinta sejatinya. Layaknya mencari jarum di dalam tumpukan jerami, ia terus menjalani kehidupannya di dunia bangar tersebut demi kematian yang layak ia perjuangkan.


Dimulailah kehidupannya yang keempat kalinya.


                                                                                      *****

everlasting sunset.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang