Aku melipat kertas yang sudah berisi tulisanku untuk Daki. Aku memberitahu semuanya di sana. Tentang aku yang menyukainya dari kecil, betapa aku sedih waktu dia pergi, dan betapa senang sekaligus hancurnya hatiku waktu dia kembali membawa berita pernikahannya. Tapi di akhir tulisanku, aku memberitahu kalau aku sedang berproses melupakannya, minta maaf karena udah suka sama dia dan mendoakan yang terbaik untuk kehidupannya ke depan bersama sang istri.
Aku memasukkan kertasnya ke dalam amplop kecil putih, memberitakan tanda di depan amplop kalau itu dariku lalu memasukkannya ke dalam tas biar besok nggak kelupaan kalau mau berangkat sekolah.
Aku memejamkan mata sebentar, menarik napas panjang, dan mengembuskannya perlahan. Kuulangi tiga kali. Baru setelahnya aku mematikan lampu kamar, membaca doa, dan bersiap untuk tidur.
***
Bersama Nisa, aku memasuki gerbang. Kami belum merasakan panas. Beberapa anak OSIS sedang menyuruh beberapa siswa siswi menyapu di lapangan. Dan beberapa siswa lainnya sedang geladi menaikkan bendera merah putih.
Sambil menuju ke kelas, aku dan Nisa memungut beberapa dedaunan sebelum disuruh OSIS. Biasanya, kalau nggak pungut sampah, anak OSIS menyuruh ikut membersihkan lapangan biar cepat selesai. Tapi aku nggak suka itu. Tubuhku mudah berkeringat meski matahari belum tinggi.
Aku menaruh tasku di bangku. Adit masih belum datang. Jadi, Nisa duduk di bangku Adit untuk sementara waktu sambil aku dan dia mengobrolkan hal-hal nggak penting. Ngomong-ngomong, Daki juga belum datang. Semoga aja dia nggak terlambat.
Beberapa menit kemudian, bel berbunyi. Seluruh siswa berhamburan menuju lapangan upacara. Dan, Daki ... Dia masih belum datang. Sepertinya dia terlambat.
Upacara pun dimulai. Pembina upacara memasuki lapangan upacara. Dan seperti biasa, semuanya berjalan lancar hingga bendera merah putih berada di puncak.
Aku melihat ke barisan siswa yang terlambat. Mataku mencari-cari Daki, tapi ternyata dia nggak ada di barisan sana. Lalu ... Di mana dia? Hingga upacara selesai pun aku masih belum melihat batang hidungnya. Aku juga bahkan tadi sempat nggak sengaja menabrak adik kelas saking penasaran tentang keberadaam Daki. Dan tentu, meski aku kakak kelas, aku tetap harus yang minta maaf karena itu memang kesalahanku.
Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Thankyouuu, I love me
EspiritualPertemuan singkat antara Ana dan Rahman kala itu ternyata membuka banyak pintu-pintu baru. Ana jadi suka Rahman. Tapi ... Apa Rahman si laki-laki alim itu juga akan begitu? Atau ... Haruskah Ana berhenti menyukai Rahman? Tapi, Ana bukan perempuan ya...