Chocolate Ice Cream bagian 1

23 7 0
                                    

Ace mengangguk seketika. Persetan dengan kedua temannya yang belum juga kembali. Kesempatan tak mungkin datang dua kali. Dan Ace tak mau melewatkannya. Nafa pun memimpin jalan. Ace tak mempedulikan pandangan orang-orang ketika ia memutuskan untuk berjalan berdampingan dengan gadis pujaan.

Ace bahkan tak menanyakan ke mana mereka akan pergi. Semua tempat akan terasa spesial jika bersamanya. Langkah kakinya ikut membelok saat melewati koridor ruang ekstrakulikuler yang berdekatan dengan kantin. Alis Ace menyatu saat Nafa membuka salah satu ruangan.

Ruangan ekskul yang dulu amat dia sukai.

"Ayo, masuk. Jam istirahat gini ruang ekskul sepi terus." Nafa membukakan pintu. Ace mengikutinya tanpa protes, lagi.

Ruangan itu sama luasnya dengan ruang kelas. Namun, banyaknya barang membuat ruangan itu terasa sempit. Andai saja barangnya tertata dengan rapi, mungkin akan jauh lebih enak dipandang. Lihat saja, Nafa menggaruk kepalanya karena bingung akan duduk di mana.

"Lesehan aja, Naf. Nggak ada kursi, 'kan?"

"Ada kok. Cuman nggak tahu ke mana, hehe," cengirnya lalu menyetujui usulan Ace. Memindahkan sedikit barang yang berceceran di lantai dan duduk di atas lantai. "Sorry, ya. Abis tampil ya gini. Nggak sempet bersih-bersih."

"Jadi, kamu mau ngomong apa, Naf?" tanya Ace memilih mengabaikan barang-barang itu.

"Oh itu. Kamu udah memutuskan buat masuk ekskul apa? Kan termasuknya murid baru nih. Kayaknya nggak masalah kalau gabung sekarang. Tapi, terserah juga. Mau nanti pas kenaikan kelas dua juga nggak apa."

"Nggak tahu sih. Kalau mau ikut OSIS, kayaknya udah nggak bisa, ya?"

Nafa mengangguk, "Kalau organisasi udah susah kalau nggak pakai jalur dalam. Mereka kan pakai seleksi yang ketat. Tapi, kalau mau ikut ambalan kayaknya masih bisa deh. Mereka rekut anggota ya di akhir semeter gini."

"Ogah, ah. Nggak suka tali temali aku."

"Terus, sukamu apa?"

"Kamu." Ace menampilkan senyum terbaiknya. Jika di komik-komik, mungkin latarnya sudah penuh dengan bunga-bungan.

Namun, rona merah tak muncul di gadis itu. Dia hanya berkedip dan terdiam. Lama-kelamaan, senyum Ace mulai bergetar. Jantungnya berdetak cepat, sepertinya wajahnya mulai panas sekarang.

"Ah, nggak. Lupakan!"

Sial. Kenapa gue yang malu, anjir?! Batinnya seraya menutupi wajahnya.

Tanpa dia ketahui, Nafa yang memperhatikannya tersenyum kecil. Bergumam pada dirinya sendiri, "Jadi gini ya, kalau es krim meleleh? Manis banget."

>>>

"Ngomong-ngomong, kudengar kau bisa berakting?"

Tatapan Ace melayang cepat. Dicengkramnya bahu gadis berambut panjang itu. Mengunci pandangan mata yang melebar karena terkejut. "Dari mana kau tahu?" tanya Ace.

"Ma-Mamaku."

Sadar dengan apa yang dilakukan, Ace langsung beringsut mundur kan meminta maaf. Menyesal karena tak bisa menahan diri. Nafa tak mempermasalahkannya, "Maaf. Kau benci akting?"

Ace melempar pandangan ke bawah. Alisnya jelas tertaut karena kesal akan sesuatu. Dia menahan rahangnya sebelum membuka suara. "Bukan. Aku hanya memiliki pengalaman tak enak di sana."

Nafa terdiam. Sepertinya usaha untuk membuat topeng kali ini akan sulit. Tak mungkin dia bisa membuat topeng tanpa mengetahui wajah aslinya. Ace sepertinya enggan mengatakan perihal bakatnya itu. Lantas, apa yang harus Nafa lakukan?

I Want To Stop Being Nafa [END MASIH KOMPLIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang