Chocolate Ice Cream bagian 2

24 6 0
                                    


Pria berjas hitam itu melepas dasi biru yang seharian ini mencekik lehernya. Terlihat jelas dia baru pulang kerja, tapi kedatangan sosok asing di rumahnya membuat jadwal sorenya hancur. Setidaknya dia berencana untuk merendam diri di air hangat.

Sang istri juga kesal. Jadwalnya rebahan sore ini juga terganggu. Bahkan wanita tua yang memiliki gaya rambut shaggy pixie cut dengan model poni samping itu meminta pembantunya untuk menyiapkan makan malam sendiri. Biasanya dia ikut terjun ke dapur, tapi moodnya sedang berantakan kali ini.

Melampiaskannya ke media sosial adalah ide yang bagus.

Kedua orang muda di depan mereka masih terdiam. Dengan seragam yang masih melekat, Nafa dan Ace seolah abai dengan bau keringat yang dihasilkan seharian ini.

"Kau yakin dengan yang kau katakan tadi? Ah, siapa namamu tadi? Ace?"

Ace mengangguk cepat. Akhirnya kedua orang tua Nafa meresponnya. Segera saja dia menjawab, "Tentu saja, Om."

"Apa?!" teriakan melengking mengagetkan yang lainnya. Ibu Nafa yang sedang bermain ponsel pintarnya tiba-tiba melotot tak percaya dengan apa yang dia lihat. Langsung saja dia melaporkannya pada sang suami.

"Masa anak kita dikatain nggak laku coba, Mas! Katanya sayang kalau wajahnya cantik, tapi jomblo. Iih! Ngeselin banget! Padahal anak mereka burik. Cantikan Nafa, kan?"

Nafa menghela napasnya singkat. Lagi-lagi yang dibahas ibunya perihal pandangan orang lain. Ditambah sang ayah yang justru ikut menanggapi ocehan wanita berumur 40 tahun itu.

"Siapa sih? Seenaknya aja kalau ngomong." Ayah Nafa mendekat pada istrinya.

"Udahlah, Mas! Kita harus cari pacar buat Nafa. Harus ganteng, tapi." Keduanya pun kompak menoleh ke arah depan. Senyum sumringah tiba-tiba terbit di wajah ibu Nafa. Dia berkata, "Lah, ini orangnya ganteng, Mas! Kamu mulai sekarang pacaran sama Nafa, ya?"

"Eh? I-iya?" gagap Ace yang kini kebingungan. Bukannya dia yang memintanya barusan?

Ibu Nafa semakin melebarkan senyum. Wanita itu lantas mendekat dan duduk di dekat Ace. Mengajak sang suami untuk mengikutinya dan meneriaki pembantunya.

"Ayo foto dulu! Biar jadi bukti kalau anak kita laku!"

***

"Ehm, maaf, ya? Orang tuaku emang gitu orangnya."

Setelah mengambil beberapa foto, kedua orang tua itu lalu berdebat ringan tentang filter, caption, dan lain sebagainya. Sedangkan yang muda masih duduk tenang di tempat mereka.

Ace terkekeh. Itu bukan masalah, yang penting tujuannya tercapai.

Pandangan Ace lalu terjatuh pada tangannya yang masih menggenggam tangan kecil milik Nafa. Terkejut, dia langsung melepaskannya. "Astaga! Maaf-maaf. Tadi aku sedikit kesal-- eh, bukan!"

Kegugupan Ace membuat gadis bergigi kelinci itu tertawa kecil. Teringat sesuatu, Nafa lalu mengambil tasnya dan mengeluarkan barang. "Nih, jangan lupa ditulis lengkap, ya!"

Ace menerimanya dan langsung membaca lembar kertas itu. Tertulis di paling atas, Formulir Pendaftaran Ekskul Teater. Ace langsung saja memasang wajah datar. Padahal baru saja sejenak dia melupakan tentang masalah ini. Namun, sepertinya memang, gadis itu mendekatinya karena hal lain.

***

Seperti biasa, mentari terbit dari ufuk timur. Seolah tak pernah lelah melakukan rutinitas yang sama berulang kali. Hidup matahari begitu monoton, sama seperti kehidupan Ace. Pemuda beralis yang melengkung tinggi itu meraih tas hitam miliknya. Tas yang mana memiliki gantungan kunci sebuah es krim di setiap retsletingnya.

I Want To Stop Being Nafa [END MASIH KOMPLIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang