MONSTER

4.4K 346 40
                                        

"Kau Monster!"

"Yah, aku Monster."

.

.

.

.

.

"Mark..." Haechan mencicit. Lelaki berparas menawan itu meringkuk ketakutan sambil mengapit kedua lututnya, bulatan caramel dimatanya bergerak-gerak gelisah, tersirat ketakutan yang lebih mendominasi dari rasa sedih.

Membenarkan posisi kaca mata minus yang membingkai mata serupa chita miliknya, Mark menatap bergantian antara Haechan dan lelaki seusia dirinya yang sudah bersimbah darah diatas ranjang dengan luka sayatan menganga dileher.

"Jeno.. huh.." bahu mulus tanpa cacat itu bergetar hebat oleh isak tangis dan rasa syock. Bagaiman tidak jika saat terbangun dari tidur yang kau lihat adalah tubuh kekasihmu yang sudah menjadi mayat. Kenyataan jika kekasihmu mati dalam keadaan mengenaskan tepat disampingmu dan kau tidak tau apa-apa.

Mark menggenggam jemari mungil gemetar yang mencengkram selimut sutra lembut, selembar kain yang menjadi pembungkus tubuh polos lelaki cantik itu.

"Polisi pasti akan menuduhku.. tidak ada orang lain di sini.. hiks.. aku tidak tau apa yang terjadi.. aku tidak melakukan apapun.. kami bercinta seperti biasa dan tidur lalu.. hiks... Jeno sudah.. huhh.." bibir plum merah milik Haechan berbicara beruntun, menerangkan kronologi kejadian pada lelaki didepannya yang masih bungkam.

Tangan Mark terulur menyentuh pipi Haechan, menyeka pelan-pelan lelehan air mata yang terus mengalir dari sepasang mata indah itu. Memperhatikan dalam diam lekuk sempurna wajah Haechan, wajah menawan yang kini dirundung ketakutan.

"Kau mencintainya?"

Dengan cepat Haechan mengangguk, mengiyakan pertanyaan dengan suara berat yang terlontar dari bibir Mark, Haechan menatap dalam kepingan chita Mark yang terbingkai kacamata minus memberikan tatapan meyakinkan. Lewat matanya Haechan mengatakan jika dirinya sangat mencintai kekasihnya. Mengatakan isi hatinya pada sahabat terbaiknya yang berpenampilan culun, Mark Lee.

.

.

.

"Jangan khawatir, alibi ini akan menyelamatkanmu, percaya padaku."

Meski dihantam rasa takut luar biasa, namun Haechan menurut saat Mark mengikat kedua tangan dan kakinya dengan lakban yang ditemukan Mark diatas meja disisi tempat tidur. Mark mengikatnya denga simpul kencang hingga menimbulkan rasa nyeri dipergelangan kaki dan tangannya.

"Mark.." kepala lelaki manis itu menggeleng saat Mark bersiap memasang lakban dimulutnya,

"Ini akan terlihat layaknya perampokkan." Mark berucap santai seolah sedang dalam situasi biasa-biasa saja. Sejujurnya Haechan takut namun Haechan tidak ada pilihan. Hanya Mark satu-satunya orang yang dapat menolongnya itu sebabnya Haechan langsung menghubungi nomor ponsel Mark saat terjaga dari tidur dan disuguhi pemandangan mengerikan dimana kekasihnya tewas dalam keadaan mengenaskan.

Crash

Argh..

Haechan menggeram, rasa perih menjalar dilehernya dan Haechan merasakan basah. Mata Haechan menatap takut pisau tajam dalam genggaman Mark yang ternoda oleh darah. Belati tajam yang berapa detik lalu menggores lehernya mengakibatkan luka serupa sayatan memanjang meski tidak dalam namun cukup membuat cairan warna pekat merembes dari pori-pori kulit leher Haechan.

Story About MarkChan IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang