part 2 Pernikahan

12.9K 623 3
                                    

Akhirnya pernikahan tersebut terjadi juga. Aku merasa seperti sebuah pisau sedang mengiris - iris hatiku. Sakiiit sekali rasanya.

Yah... Aku memang memberi ijin dengan terpaksa pada Bram. Keputusan yang mungkin akan kusesali. Tapi jika aku tidak mengijinkan aku tau suamiku yang terlalu baik ini akan merasa bersalah jika sesuatu terjadi pada keluarga Della.

Kami memang punya uang tabungan tapi untuk menolong Della itu akan menguras semua harta kami. Bram memang sebagai kepala rumah sakit namun untuk urusan saham dan keuangan masih mami yang memegang kendali. Suamiku ini bukanlah tipe orang yang ambisius, dia bahkan rela jika hanya menjadi dokter biasa. Niatnya menjadi dokter murni karena niatnya untuk menolong orang bukan untuk menjalankan bisnis rumah sakit. Dia tidak pernah menuntut apapun.

Kadang Aku heran bagaimana bisa orang seperti mami punya anak seperti Bram. Mungkin kebaikan Bram menurun dari almarhum Papi nya. Dahulupun jika bukan karena dukungan papi mungkin pernikahanku dengan Bram tidak akan pernah terjadi.

Aku sendiri bukanlah orang yang takut kehilangan seluruh harta benda. Tidak masalah bagiku jika kami habis - habisan menolong Della harta bisa kami cari lagi.

Bisa saja aku memaksa Bram menghentikan pernikahan ini dan menjual semua inventaris kami demi menolong Della. Tapi aku ingin Bram yang melakukan itu. Aku ingin melihatnya memperjuangkanku sekali saja. Bukan terus - terusan meminta ku mengalah hampir sepanjang pernikahan kami.

Aku memutuskan menghindar di hari pernikahan ini. Aku mengajak Hendra yang aku rasa sama sakit nya denganku untuk berkeliling tidak jelas arah. Hendra adalah kekasih Della, dia juga seorang dokter, junior Bram di rumah sakit.

Hendra, berbeda dengan Bram bukan berasal dari keluarga kaya. Dia mendapatkan semua ini karena kepintaran dan kerja kerasnya. Tapi untuk menolong keluarga Della, tentu saja dia belum sanggup. Hendra seorang dokter yang baru saja merintis kariernya.

Aku tau hati Hendra sama hancurnya denganku begitu mendengar berita ini. Dia merasa kesal pada dirinya sendiri yang tidak berdaya. Sebenernya Hendra berniat membawa Della lari namun Della menolak. Della mengancam akan bunuh diri jika terjadi sesuatu pada keluarganya.

Namun karena yang di jodohkan dengan Della adalah Bramantyo Hadiwijaya seniornya, hati Hendra sedikit tenang karena dia sangat percaya pada Bram.

Tapi tentu saja kami juga tidak menutup kemungkinan terburuk. Mengingat semua ini adalah rencana untuk memisahkanku dengan Bram. Maka kami membuat perjanjian pra nikah yang hanya diketahui kami berempat.

Perjanjian tersebut di tanda tangani oleh kami berempat dengan Bramantyo Hadiwijaya sebagai pihak ke satu, Aradella Puspita Nugroho pihak ke dua dan aku - Renata Azzahra dan Hendra Pratama sebagai saksi.
Isi perjanjian tersebut :
1. Batas waktu pernikahan hanya tiga bulan.
2. Tidak boleh ada kontak fisik selama pernikahan tersebut.
3. Pihak pertama yaitu Bram tidak boleh melarang pihak kedua yaitu Della untuk bertemu kekasihnya.
4. Pihak pertama dan pihak kedua tidak boleh melakukan aktifitas atau berada di satu tempat hanya berdua demi menghindari hal hal yang tidak di inginkan.
5. Setelah perjanjian tersebut berakhir maka pihak ke satu harus segera menceraikan pihak kedua tidak boleh lewat bahkan satu hari pun.
6. Pernikahan tersebut harus dirahasiakan.

########

Malam semakin larut, ku lirik jam tangan ku sudah menunjukan jam sembilan malam. Aku yakin pesta nya sudah berakhir.
Sesuai penjanjian bahwa pernikahan tersebut haruslah rahasia maka hanya sebuah resepsi sederhana yang di gelar di kediaman Della, yang hanya di hadiri pihak keluarga dekat della. Bahkan dari pihak Bram hanya dia dan mami yang hadir.

Aku yakin mami bahkan tidak mengabari Matilda karena takut adik iparku itu tidak akan setuju. Yang aku tau Matilda memang tidak pernah akur dengan mami karena itulah dia jarang pulang dan hidup sendirian di Paris. Dan dia bisa sangat merepotkan jika berencana menggagalkan rencana mami.

Aku sendiri merasa tidak begitu dekat dengan Matilda. Hanya sempat bertemu dengannya beberapa kali dan jarang mengobrol karna sikap Matilda yang memang sangat cuek.

##########

Aku dan Hedra akhirnya memutuskan menyewa sebuah kamar di sebuah hotel di puncak. Kamar tersebut memiliki dua kamar tidur, ruang tv, dapur dan sebuah balkon yang menyuguhkan pemandangan puncak yang indah. Setelah keliling tidak jelas arah dan rasanya tidak ingin pulang ke rumah di sinilah kami akhirnya.

Sepanjang hari aku dan Hendra hampir tidak pernah mengobrol. Kami sibuk dengan pikiran dan perasaan masing - masing.

Malam ini Bram tidur di kediaman Della besok baru dia pulang sambil memboyong istri barunya - rasanya kalimat tersebut membuatku ingin mencabik - cabik Della - ke rumah dimana kami tinggal. Rumah orangtua Bram.

########

Malam semakin larut ketika akhirnya ponselku berbunyi. Bram, akhirnya dia menelponku juga.

" Hallo..Re kamu ada di mana?" terdengar suaranya yang penuh kecemasan dari sebrang sana.

Entah kenapa mendengar suaranya memberikan sensasi aneh tersendiri bagiku. Perasaan antara marah, benci dan rindu.

Betapa rindunya aku ingin menghabiskan malam bersamanya dalam pelukannya seperti malam - malam sebelumnya. Tapi aku juga merasa marah dan benci mengingat hari ini dia menikah lagi. Walaupun aku masih yakin hatinya masih milikku seorang.

" Apakah malam ini mas tidur satu kamar dengan Della?" alih alih menjawab pertanyaannya aku malah balik bertanya.

Hening, ada jeda saat sebelum Bram menjawab. Kudengar tarikan nafasnya yang berat mungkin dia mendengar suara sarat kecemburuan dan emosi saat aku bertanya padanya.

"Re, pecaya pada mas" jawabnya lembut
" Berarti itu artinya iya mas?" desakku. Aku merasa mata ku mulai berkabut.
" Mas masih ingatkan dengan perjanjian kita? Tidak boleh berada dalam satu ruangan hanya berdua"

Bahkan baru beberapa jam saja setelah pernikahan Bram mengingkari perjanjian kami.

" Tapi ini darurat Re, tidak ada tempat lain. Inikan di rumah Della. Apa kata keluarganya nanti jika melihat mas tidur di sofa ruang tamu"

" lalu apa kata keluarga nya padahal tau mas sudah punya istri tapi menikah lagi" jawabku sinis.

" Re.."

" Mas... aku tidak mau dengar alasan apapun. Perjajian tetap perjanjian"

Ku tutup telpon sebelum Bram menjawab. Aku malas mendengar alasan - alasannya. Seperti biasa begitulah Bram tidak pernah bisa tegas, selalu memikirkan perasaan orang lain. Tapi kapan dia mau memikirkan perasaan ku?.

Entahlah tiba - tiba saja aku merasa mungkin suatu saat nanti aku akan benar - benar pergi meninggalkannya.

#################

Akhir nya part 2 kelar juga. Maaf lama ya... Agak susah curi waktu and mood nya. Trus blum juga terbiasa ngetik di hp,cepet pegel. ngeluarin laptop lebih ga mungkin soalnya bakal rebutan ma anak2 ku.

sorry kalo ceritanya rada ga jelas dan typo di mana - mana.

Game of loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang