BAB. 9 awal yang baru

24K 844 38
                                    

Rere Pov

Kami memutuskan untuk berjalan – jalan di tepi pantai sambil berbicara, menjauh dari sekerumunan orang yang penasaran, Matilda, Hendra, adikku Galang dan Abrar. Mereka tadi tidak henti – hentinya berbicara padaku sampai aku bingung perkataan siapa dulu yang harus kudengarkan. Sedangkan Bram hanya duduk diam menatapku dengan pandangan mata yang sulit ku baca.

Namun sudah cukup jauh kami berjalan Bram belum juga bersuara. Dia hanya diam sambil berjalan di sampingku. Tiba – tiba kurasakan perutku seperti kram, mungkin karena terlalu lama berjalan, tanpa sadar aku mengaduh.

Bram seperti orang yang tersadar dari mimpi, dia menatapku terkejut dan khawatir.

"Kamu tidak apa – apa re?" dia membimbingku duduk di bawah sebuah pohon yang cukup rimbun sedikit menjauh dari pantai.

Aku menggangguk, kram tadi memang hanya sebentar. Ku tatap Bram yang berjongkok di samping dengan tubuh condong kearahku. Tangannya masih di bahu dan punggungku membantuku duduk. Tanpa sadar tanganku terulur menyentuh wajahnya. Bram yang kulihat saat ini jauh berbeda dengan Bram dulu yang kukenal, wajahnya tirus dengan jambang dan kumis yang tidak terurus. Dan matanya seolah menyimpan begitu banyak duka disana. Ah.. kenapa Bram.. kenapa kamu terlihat begitu menderita? Padahal seharusnya itu aku... diriku yang menderita... bukankah seharusnya kamu berbahagia? Ada apa sebenarnya?.

Bram menyentuh tanganku dan menggenggamnya. Dia duduk di sampingku ada sedikit senyum di wajahnya.

"Apa kamu baik – baik saja?" tanyanya

"Apa kamu baik-baik saja?" aku balik bertanya

Bram tertawa kecil, dan entah mengapa hatiku merasa hangat mendengarnya.

"Aku mengalami banyak hari buruk ketika kamu meninggalkanku" jawabnya

Aku menatapnya penuh tanya.. kenapa dia bilang begitu.. ah sungguh tidak adil seharusnya aku yang mengatakan itu.

"Bukahkah kamu seharusnya berbahagia dengan dia.." ada rasa getir saat menyebut dia yang namanya bahkan tidak sanggup ku katakan.

Bram menatapku dengan sedih. "Maafkan aku... aku tidak pernah mendengarkanmu selama ini. Aku hanya berfikir semua yang kulakukan untuk kebaikan kita berdua.. namun aku tidak pernah menimbang perasaanmu selama ini" Bram menghela nafas panjang dan berat. "Jika kamu mau memaafkanku, aku rela melakukan apa saja untukmu, aku akan berubah.."

"Kenapa aku harus memaafkan mu.." tiba – tiba saja semua kenangan pahit terbayang didepanku, membawa sebuah kebencian dan kepedihan.

"Bukankah kamu yang meninggalkan aku duluan.. berbulan madu dengannya?! Bahkan kita saja belum pernah melakukannya kamu selalu sibuk... kamu tidak pernah mendengarkan aku Bram... tapi dia... apapun permintaannya selalu kamu turuti nampaknya" air mataku tumpah tanpa dapat ku tahan. Padahal aku tidak ingin memperlihatkan kerapuhanku di depannya.

Bram mengusap air mataku dengan jari-jarinya dengan lembut. "Apakah kamu tidak tau.. aku sama menderitanya denganmu. Hatiku sedetikpun tidak pernah berpaling darimu. Tolong dengarkan ceritaku dulu"

Aku termenung mendengar semua cerita Bram, menyadari betapa kami berdua menderita saat berpisah. Namun rasa pedih akibat luka yang di tinggalkan Bram masih tersisa di hatiku. Akankah kami berdua bisa berbahagia bila bersama lagi?

"Kembalillah Re... aku tidak bisa bertahan tanpamu" Bram seolah bisa membaca pikiranku.

"Aku berjanji.. aku akan memperbaiki segalanya dan mengganti semua penderitaan yang kamu rasakan dengan kebahagiaan"

Ku tatap Bram.. pertemuan ini sama sekali tidak seperti yang kubayangkan. Tadinya ku kira kami akan bertengkar hebat ketika kami bertemu. Aku sudah membayangkan betapa bahagianya dia dengan Della. Namun kini yang kulihat dia sama menderitanya denganku... masih haruskan aku membencinya?? Marah padanya?? Kepalaku terasa pening. Tiba – tiba sebuah sundulan kecil seakan menyadarkanku.. jika kami berpisah, jika aku terus mempertahankan egoku, bukan hanya kami yang menderita tapi bayi kecil ini akan lebih menderita jika tumbuh tanpa keluarga yang utuh.

"Tapi bersediakah kamu mendengarkanku jika kita kembali bersama.."

"Tentu.. aku akan melakukan apa saja demi kamu dan anak kita" Bram terdengar begitu bahagia.

"Kamu sudah tau aku hamil??... kenapa dari tadi kamu diam saja" tanyaku kaget dan heran.

"Aku takut menanyakannya melihat wajah galakmu tadi.." sebuah senyum jahil tercetak di wajah Bram. Senyum yang sudah lama hilang dari wajahnya, aku jadi ikut tersenyum melihatnya.

Ketika kami kembali ke Kios Baso dengan bergandengan tangan, Matilda berseru girang. Di berlari dan memelukku.

"Jadi kalian tetap bersama bukan??.." tanyanya penuh harap.

Aku mengangguk dan sebuah seruan bahagia terdengar dari nya, dia kembali memelukku erat – erat.

"Jangan khawatir Kak Rere aku akan membantu kalian untuk memastikan semuanya baik-baik saja. Soal Mami serahkan padaku"

"Terima kasih Matilda"

Sementara Hendra mendekati Bram dan memeluknya di ikuti Galang dan Abrar. Dengan berlagak Galang merangkulku dan berkata bahwa dia tidak akan memaafkan Bram jika menyakiti kakaknya sekali lagi.

"Tenang saja itu tidak akan terjadi" Janji Bram. Matanya menatapku dengan penuh rasa sayang membuatku merasa begitu hangat dan bahagia.

Tiba – tiba saja Matilda menangis membuat semua yang hadir kaget dan bingung.

"Aku terlalu bahagia sampai rasanya ingin menangis" katanya

"Tadinya aku amat khawatir, jika kamu tidak memaafkan kakaku mungkin dia bisa gila"

Aku terenyuh mendengarnya. Itu tidak mungkin terjadi Matilda mendengarnya begitu menderita justru membuatku semakin menderita. Sementara kulihat Hendra justru menatap Matilda seakan tersihir olehnya. Atsmosfer kebahagian terasa begitu kental di sini hari ini. Semoga kebahagian ini untuk selamanya.

################

Akhirnya kami benar- benar kembali bersama, bisa dibilang ini demi kebaikan semua orang meski tentu yang pertama adalah kebaikan aku, Bram dan calon anak kami. Kami tinggal di apartement untuk sementara, sambil menunggu renovasi rumah baru kami selesai. Sedangkan Mami tinggal dengan matilda yang memutuskan untuk menetap di indonesia dan membantu mami dan Bram mengurus usaha keluarga.

Mami meskipun masih sedikit gengsi nampaknya mulai menerimaku. Seminggu sekali kami usahakan untuk menegoknya agar dia tidak merasa kehilangan. Namun ketika kandunganku semakin membesar mami yang jadinya menegok kami ke apartement. Meskipun agak cerewet tapi mami seperti ibuku sangat perhatian dengan kehamilanku ini. Tentu saja aku bahagia ada banyak orang yang memperhatikan aku dan bayiku kini.

Matilda menepati janjinya untuk memberikan liburan ke Paris bagi Galang dan Abrar, mereka menapat liburan selama satu bulan di sana sambil mencari pengalaman. Tinggal di apartement Matilda di sana. Della.. atas referensi Matilda dia pindah ke Paris dan bekerja di agen model tempat Matilda dulu. Yah.. bukankah sudah ku katakan Della itu sangat cantik. Hubunganku dengan nya lumayan membaik.. tidak ada gunanya mendendam bukan? Lagi pula dia sudah menyadari kesalahannya dan meminta maaf dengan tulus. Dan nampaknya sesuatu terjadi di sana.. Abrar memutuskan untuk tinggal dan menimba ilmu disana. Dia bercita – cita ingin menjadi Chef. Matilda memberinya beasiswa selama satu tahun, namun tahun berikutnya Abrar harus sudah bisa mandiri atau pulang ke Indonesia. Abrar menyanggupi demi mengejar cita – citanya dan Cintanya.. Cinta?? Ya.. menurut info terpecaya dari Galang sesuatu terjadi Antara Abrar dan Della di paris. Walaupun Della kelihatannya masih mempertimbangkan karena beda usia mereka - Della lima tahun lebih tua dari Abrar. Sementara Hendra... dia masih bersusah payah mengejar cinta Matilda yang galak sampai saat ini.

The End

Happy Ending

Tunggu cerita berikutnya ya...

Terima kasih buat yang udah nyempetin baca cerita ini. 


Game of loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang