Pagi senin, Zia tampak buru-buru menuruni tangga rumahnya. Jam menunjukkan pukul 06:45. Dan sebentar lagi gerbang akan ditutup. Zia berdecak kesal, jika saja tadi malam ia tidak kebablasan begadang, mungkin sekarang Zia sudah duduk manis di dalam kelasnya sambil menunggu upacara bendera.
"Zia sarapan dulu, nak." Ujar Sekar saat melihat putrinya menuruni tangga.
"Nggak sempat ma. Papa mana?" Tanya Zia saat tak melihat sang ayah di meja makan.
"Baru aja berangkat Zi. Papa ada telpon mendadak dari kantornya, katanya penting." Jawab Sekar. Memang, selaku pemimpin dari sebuah perusahaan yang sedang berkembang pesat sekaligus pemilik tambang batubara terbesar di Indonesia membuat Nando jarang berada di rumah. Tapi laki-laki itu tak melepas tanggung jawab terhadap putrinya sama sekali. Ia tetap mengantar-jemput putrinya ke sekolah. Tapi sepertinya, Nando pagi ini buru-buru sekali sampai lupa mengabari Zia.
"Aduhh, kok papa nggak bilang sama Zia. Terus Zia gimana ke sekolah?" Tanya Zia panik.
"Papa mu sibuk Zi. Kamu di anterin sama pak Joko aja ya?" Zia mengangguk kemudian berlari memanggil pak Joko, supir pribadi yang Nando pekerjakan untuk Sekar.
"Pak Joko. Anterin Zia ke sekolah dong. Papa udah berangkat dan Zia udah telat banget nggak sempat lagi nyari angkot." Kata Zia di depan pak Joko.
"Ayok neng, buru." Zia segera masuk ke dalam mobil bersamaan dengan pak Joko.
***
Zia berlari kencang ke tengah lapangan setelah menyimpan tas nya di tempat pos satpam. Untung saja pak Joko pinter ngebut hingga Zia tidak terlalu terlambat sampai di sekolah. Tepat ketika Zia sudah berada di barisan dengan nafas ngos-ngosan, upacara bendera baru saja di mulai.
"Hosh hosh capek banget gua." Kata gadis itu dengan nafas yang ngos-ngosan serta keringat yang membanjiri wajah putih mulus Zia.
"Tumben telat Zi?" Tanya Dhea yang berdiri di samping Zia.
"Semalam kebablasan begadang gua." Jawab gadis itu.
Setelahnya tidak ada pembincaraan lagi di antara Zia dan Dhea. Menit demi menit berlalu menjadi jam, namun upacara belum juga selesai. Padahal sinar matahari sudah sangat menyengat kulit. Beginilah ketika Kepala Sekolah sudah berbicara di depan maka tak ada habisnya.
Zia merasa pusing. Pandangannya berkunang-kunang. Itu disebabkan karena Zia tidak sempat sarapan pagi.
"Zi, lo nggak pa-pa?" Tanya Dhea saat melirik dari ekor mata tubuh Zia mulai sedikit oleng.
"Lama bener upacaranya selesai Dhe? Gua belum sempat sarapan tadi, pusing banget." Ujar Zia.
"Lo ke belakang aja Zi, jangan dipaksain." Kata Dhea sambil menatap sahabatnya khawatir.
Belum sempat Zia menjawab atau mengangguk, pandangan Zia mulai buram dan tubuhnya mulai melemah. Zia jatuh pingsan membuat Dhea panik. Siska langsung berbalik melihat sahabatnya yang jatuh pingsan. Sejenak, semua orang menatap ke barisan kelas XII IPA 5.
Ketika seorang cowok ingin mengangkat Zia ke UKS, sebuah tangan menghentikannya.
"Biar gua aja." Kata cowok itu, Lintang.
Lintang segera menggendong Zia ke UKS. Di wajahnya yang biasa datar kini tercetak sedikit kekhawatiran pada gadis yang berada dalam gendongannya. Di belakang Lintang, Siska, Dhea, Gavin, dan Andra berjalan mengikuti.
Sampai di UKS, Lintang membaringkan Zia pada salah satu brankar yang ada di sana. Wajah Zia yang biasanya merona kini pucat pasi. Bibir pink gadis itu kini sedikit memucat, tangannya pun dingin.
"Dia nggak sarapan?" Monolog Lintang. Karena hal seperti ini sudah terjadi sebelumnya. Dan penyebab Zia pingsan karena tidak makan.
"Ndra, beliin nasi dan air ya di kantin. Ini duitnya." Lintang menyodorkan uang seratus pada Andra yang segera diterima cowok itu.
"Lebihnya beli cemilan buat kita." Lanjut Lintang. Andra mengangguk kemudian keluar dari UKS.
Beberapa menit setelah kepergian Andra ke kantin, Zia mulai membuka matanya.
"Lo kok bandel banget sih Zi? Udah tau upacara kenapa nggak sarapan?" Tanya Lintang.
"Nggak sempat Lintang, buru-buru tadi pagi." Balas Zia cemberut.
"Yaudah habis ini lo makan ya. Lain kali jangan gini lagi." Ucap Lintang sambil mengusap lembut rambut Zia.
Dhea yang berdiri tak jauh dari sana menahan rasa sesak yang tiba-tiba datang saat melihat interaksi antara Lintang dan Zia.
"Lo khawatir sama gua ya?" Lihat lah Zia. Padahal baru beberapa saat yang lalu membuka matanya tapi sudah bisa menggoda Lintang.
Lintang mendekatkan wajahnya dengan Zia. "Iya gua khawatir sama lo Kezia Axelliona!" Bisik Lintang.
"Ekhem, masih ada orang di sini!" Celetuk Gavin. Jujur, ia tidak tahan melihat keuwwuan di depan matanya seperti ini. Halaah nasib jomblo.
"Eh ada kalian?" Zia menatap polos teman-temannya dan Gavin.
"Jahat lo Zi, sampe nggak sadar ada kita di sini!" Ketus Siska.
"Ya maaf, gua nggak liat." Balas Zia.
"Emang lo kira kita setan apa?" Tanya Siska sedikit keras.
"Jangan berisik Siska ini UKS." Kata Gavin lembut di sebelah Siska. Siska berdehem canggung di tegur oleh orang yang disukainya.
"Cieee salting." Goda Zia.
"Diem Zi!"
***
Zia pulang bersama Lintang. Namun, sebelum sampai ke rumah masing-masing keduanya memutuskan makan terlebih dahulu di kafe yang tak jauh dari rumah. Sampai di sana, gadis-gadis menatap Lintang penuh minat. Hal itu membuat Zia kesal.
Ia segera merapat pada Lintang seolah menegaskan jika Lintang hanya miliknya? Lintang yang melihat hal itu hanya tersenyum kecil. Membawa Zia ada gunanya juga, ia jadi tidak terlalu risih karena diperhatikan terus-menerus oleh perempuan.
"Duduk dimana Zi?" Tanya Lintang.
"Di sana aja, dekat sama jendela." Tunjuk Zia pada meja kosong yang ada di dekat jendela.
Keduanya berjalan ke sana. Baru saja duduk, seorang pelayan datang dan mencatat pesanan keduanya. Setelah pelayan kafe itu pergi, Lintang dan Zia berbincang hangat seolah sudah lama dekat, padahal baru beberapa hari mereka sedikit dekat. Yah walaupun Zia yang memulainya.
"Zi, nanti malam ada kemana?" Tanya Lintang.
"Nggak kemana-mana. Kenapa emang?" Zia balik bertanya.
"Mau ikut gua nongkrong sama temen-temen nggak?" Tanya Lintang lagi.
"Emang boleh?" Lintang mengangguk sebagai jawaban.
"Okedeh." Pembahasan sampai di sana. Pelayan sudah membawa pesanan mereka. Lintang dan Zia mulai makan dengan tenang tanpa mengeluarkan suara.
Di tengah acara makannya, Zia sempat berpikir. Sejak kapan ia dan Lintang terlihat akrab seperti ini tanpa berdebat? Zia tersenyum kecil. Setidaknya ada kemajuan. Tinggal membuat Lintang takluk padanya, udah beres.
"Kok ngelamun?" Tanya Lintang.
"Gua cuma lagi mikir." Zia meminum jus jeruknya.
"Kapan status kita berubah jadi pacar?" Tanya Zia.
Lintang terkekeh mendengarnya. Memang yah Zia ini aneh. Ketika perempuan lain lebih milih diam dan melayangkan kode-kode kecil, maka Zia langsung bertanya saja pada Lintang.
"Jangankan jadi pacar, status lo bakal berubah jadi nyonya Narendra." Kata Lintang iseng tapi berhasil membuat pipi Zia memanas dan jantung gadis itu berdetak cepat.
"Duh jangan baper! Jangan baper! Lo nggak boleh baper sama Lintang, Zia. Lintang lah yang harus baper."
YOU ARE READING
Love You Kang Ghosting
Novela JuvenilDari niat meng-ghosting malah berubah haluan menjadi cinta yang sebenarnya. Itu yang Zia rasakan ketika ia berniat menaklukkan hati tetangganya yang super tampan tapi menyebalkan. Zia kira Lintang menerimanya tulus! Zia kira Lintang membalas cintan...