"Kekeringan?" ulang Jaehyun begitu mendengar penuturan salah seorang prajurit yang kini tengah berlutut di hadapannya.
"Benar, Yang Mulia. Sudah dua minggu belakangan desa itu mengalami kekeringan, mata air tak muncul di mana-mana. Kepala desa di sana baru melapor karena menganggap bahwa kekeringan tersebut hanya akan berlangsung sementara."
"Bagaimana dengan keadaan warga di sana?"
"Sebagian warga Desa Alaiáya mengandalkan air hujan yang mereka tampung, sebagiannya lagi terpaksa menimba air di desa lain, Yang Mulia. Mereka mengeluhkan hal ini. Desa itu merupakan desa yang tanahnya mengandung banyak mata air sebelumnya, maka dari itu, kekeringan ini dianggap di luar nalar, Yang Mulia."
Jaehyun mengangguk paham. Kemudian, di perintahnya prajurit tersebut untuk menyampaikan pesan kepada penduduk Desa Alaiáya, bahwa ia akan mengusahakan jalan lain sampai kekeringan itu berlalu.
Jaehyun terduduk di singgasananya, nampak sedang berpikir. Desa Alaiáya merupakan desa yang banyak mengandung mata air. Satu-satunya desa yang tak pernah mengalami kekeringan sebelumnya.
Di musim kemarau yang berlangsung panjang, desa itu tak pernah kehilangan air. Tentu saja air akan lebih melimpah ketika musim hujan datang.
Saat ini adalah musim hujan. Sangat mustahil bila di desa itu, mata air tak ditemukan di mana pun.
Jaehyun mengernyit. Ini benar-benar aneh. Keresahan warga menjadi tanggung jawabnya. la harus segera mengatasi hal ini. Jangan sampai masalah tentang kekeringan tersebut, mengganggu acara penobatan Pangeran Doyoung menjadi Ratu yang akan dilaksanakan dalam hitungan hari.
Jaehyun berpikir bahwa ia harus mendatangi Desa Alaiáya. la harus memastikan bahwa kekeringan tersebut terjadi secara alamiah. Jika kekeringan tersebut bukanlah 'buatan', sudah tentu akan segera berlalu cepat atau lambat.
Sang Raja kemudian memerintahkan salah seorang pengawal untuk memanggil Yuta, tangan kanannya.
"Siapkan kuda, kita akan pergi ke Desa Alaiáya." perintahnya kepada sang panglima.
"Baik, Yang Mulia."
Setelahnya, Jaehyun kemudian pergi untuk menemui calon Ratunya. Seperti biasa sang pangeran tengah berada di taman bunga, sekedar menghirup teh beraroma krisan.
Namun, ada yang janggal dari penglihatan Jaehyun. Pangeran Doyoung terlihat memangku seekor kelinci berbulu putih.
"Yang Mulia," Doyoung memberi hormat pada sang Raja dengan sopan.
Jaehyun memerhatikan kelinci yang bergelung di pangkuan istrinya itu. "Dari mana kau mendapatkannya?" Tangan sang pangeran masih setia mengelus bulu si kelinci putih dengan lembut.
"Hewan ini tiba-tiba berlari kemari. Bulunya sangat lembut, saya menyukainya. Bolehkah saya memeliharanya, Yang Mulia?"
Jaehyun teringat bahwa Pangeran Doyoung begitu menyukai kelinci. Sewaktu menjadi Jeffrey dulu, sang pangeran bahkan mengingkari janjinya untuk diam demi mengejar kelinci ke dalam hutan. Karena itu, Jaehyun mengizinkannya.
"Asal kau tidak mengejarnya jika kelinci itu berlari keluar dari wilayah ini. Bagaimana pun, kelinci itu adalah hewan liar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZAYEANIA | Jaedo
Fantasy[END] My 3rd Jaedo Fanfiction JH (Dom) DY (Sub) Disclaimer!!! - not true story alias halu! - bxb - m-preg - genre: fantasi (kingdom) - pairing: Jaehyun x Doyoung (Jaedo) - konten dewasa⚠️