Doyoung terduduk di bingkai jendela besar kamar peraduannya. Ia termenung sembari menatap tanaman-tanaman yang telah berbunga.
Istana itu seperti sangkar emas bagi dirinya, si burung kecil. la tak pernah ingin terlahir sebagai seorang pangeran –tidak, karena kebahagiaan tak pernah ia rasakan meski statusnya setinggi itu.
Menjadi rakyat jelata dengan keluarga petani sederhana mungkin rasanya terdengar lebih baik.
Angin menerbangkan helai rambut nya. Mata sang pangeran terpejam. Andai ia adalah angin, sudah pasti ia bisa dengan bebas mengarungi dunia.
Bukannya, malah terjebak di dalam sangkar emas dengan segala tekanan di dalamnya. Memang benar, pintu sangkar itu sengaja di biarkan terbuka, namun gerakannya tetap terbatas.
Doyoung hanya bisa berjalan di sekitar Paviliun Timur, tempat tinggalnya. Itupun dengan diikuti beberapa dayang dan juga pengawal yang sangat menjengkelkan baginya.
Alih-alih seorang pangeran, Doyoung malah merasa seperti seorang tahanan.
Jaehyun memperhatikan sang pangeran dari sudut lain istana. Yuta berada tepat di sebelahnya. Dalam diam mereka memandang ke arah yang sama. Sebenarnya, Jaehyun merasa sedikit penasaran dengan pangeran Doyoung.
Sang pangeran selalu termenung, dan nampak sangat terbebani dengan entah apa hal tersebut, Jaehyun tak mengerti.
"Dia selalu terlihat muram," gumam Jaehyun tanpa mengalihkan pandangannya.
"Yang saya dengar dari beberapa pelayan di bagian dapur. Sang Pangeran memang diperlakukan berbeda."
"Berbeda bagaimana maksudmu?"
"Mohon ampun, Yang Mulia. Raja Chanyeol membatasi ruang gerak Pangeran Doyoung. Sebab Sang pangeran memiliki daya tahan tubuh yang lemah. Menurut saya, mungkin karena hal itu, pangeran Doyoung merasa terkekang."
"Ah.., Begitu," gumam Jaehyun.
Pangeran Doyoung jelas tak pernah terlihat bahagia. Sebagian cadar memang menutupi wajahnya, sehingga Jaehyun tak bisa melihat ekspresinya dengan jelas. Namun, dari kedua mata cantiknya, Jaehyun bisa menilai sendiri, bahwa sang pangeran selalu terlihat berduka.
Derap langkah terdengar berirama dan tegas. Baik Jaehyun maupun Yuta, kompak menggeser tubuh keduanya untuk menepi dan sedikit membungkuk sebagai tanda rasa hormat terhadap Raja yang berjalan ke arah mereka diikuti oleh dua orang pengawal dan pelayan pribadi Raja.
Rupanya sang Raja berhenti tepat di hadapan Jaehyun.
"Jeffrey."
"Saya, Yang Mulia." Jaehyun mengangguk sopan.
"Mengapa kau tak menjaga Pangeran Doyoung dan malah berkeliaran di tempat ini?"
Jaehyun tidak pernah diperintah sebelumnya. Semua orang lah yang tunduk dan patuh padanya, mereka berbicara sambil membungkuk dalam dengan nada suara penuh penghormatan.
Dan ketika, ia diposisikan menjadi seorang bawahan. Tentu saja, sisi temperamental seorang Jung Jaehyun merasa tersinggung. Beruntunglah dengan cepat ia bisa menguasai diri.
"Mohon ampun, Yang Mulia. Pangeran Doyoung meminta saya untuk menjaga beliau dari kejauhan."
"Begitu?"
"Benar, Yang Mulia."
"Baiklah," angguk sang Raja, memandang ke arah jendela peraduan putranya yang terbuka lebar, tempat Pangeran Doyoung duduk dan melamun. "Sekarang katakan padanya bahwa aku menunggu nya di ruang jamuan. Ada tamu penting untuknya."
KAMU SEDANG MEMBACA
ZAYEANIA | Jaedo
Fantasía[END] My 3rd Jaedo Fanfiction JH (Dom) DY (Sub) Disclaimer!!! - not true story alias halu! - bxb - m-preg - genre: fantasi (kingdom) - pairing: Jaehyun x Doyoung (Jaedo) - konten dewasa⚠️