Setelah tragedi itu claraya tidak pernah melihat lagi pantheo, sudah seminggu lebih dia tidak melihat lelaki itu.
"Gue kok gak pernah liat si theo lagi ya?" Tanya yaya.
Ayu yang mendengar itu tersenyum menggoda. "Kangen ya lo." Yaya melirik sinis ke arah ayu.
"Gak gitu yu!"
"Pantheo itu punya banyak rahasia ya. Dia itu harta karun." Yaya menyerit bingung ketika mendengar kalimat 'harta karun' yang terlontar dari mulut ayu.
"Harta karun? Maksudnya?" Tanya yaya bingung. Kalimat itu sangat ambigu sekali menurutnya. Ia butuh penjelasan lebih.
Ayu menatap dalam manik hitam mata raya. "Itu rahasia keluarga, ya. Lo lupa? Gue termasuk keluarga theo juga. Jadi gue tau semuanya. Tapi point yang harus lo tau adalah, pantheo Imanuel itu harta karun yang harus dijaga. Setiap hari hidupnya dikelilingi pencuri."
Claraya terdiam mendengar itu. Pikirannya mulai berkelana kemana-mana mencari jawaban atas semuanya. Otaknya berfikir keras namun tetap tidak menemukan jawaban dari semua itu.
"Gak usah dicari tau." Ayu terkekeh sambil membuyarkan lamunan yaya.
"Tapi gue penasaran yu."
"Lo penasaran?"
Claraya mengangguk.
"Pacaran sama pantheo. Dengan begitu semua rahasia itu akan lo ketahui semuanya."
Netra yaya spontan melotot mendengar itu. Apa? Pacaran? Dengan pantheo? Itu sama saja dengan yaya mendekati ajal!
"Terimakasih tapi gue gak tertarik untuk itu. Lo tau, pacaran sama theo sama aja gue ngedeketin ajal gue!"
"Perlu lo ketahui, yang celine lakukan itu belum ada apa-apanya, ya. Theo bahkan ngalamin hal yang seribu kali lebih bahaya setiap harinya."
"Kenapa kalimat lo itu bikin penasaran sih? Lo sengaja biar gue cari tau itu semua?" Ujar yaya kesal.
Ayu tertawa pelan. "Udah ah ayo kantin."
∆∆∆
Di kamarnya claraya masih memikirkan ucapan ayu yang masih menjadi misteri.
Pantheo itu harta karun?
Hidupnya selalu dikelilingi oleh bahaya?
Yaya mengacak-ngacak rambutnya prustasi. "Gue pusing mikirin ini tapi gue penasaran!"
"Tapi tunggu. Pantheo itu harta karun yang harus dijaga karena hidupnya dikelilingi pencuri?" Gumam yaya, ia berpikir keras untuk itu.
"Bisa jadi, theo disebut harta karun karena dia punya otak yang cerdas? Terus hidupnya dikelilingi pencuri? Makna pencuri itu bisa jadi adalah penculik? Jadi theo itu harus dijaga karena dia dikelilingi penculik, yang mau nyulik dia untuk memanfaatkan otaknya? Tapi siapa yang mau nyulik pantheo?"
Yaya mengacak-ngacak rambutnya frustasi. "Ah! Bodo amat lah! Itu urusan si theo. Lagian ngapain sih gue kepo banget! Mending nonton drakor kan."
Yaya sudah siap memposisikan laptop nya dan hendak mencari posisi nyaman dalam menonton, tapi tiba-tiba dering diponselnya berbunyi.
"Kenapa tan?"
"Nenek koma kamu nanti kebandung ya sama mama kamu."
∆∆∆
Yaya menggenggam tangan yang sudah keriput itu seraya mengelusnya. Tanpa bisa dicegah air mata pun lolos dari matanya.
"Nenek. Yaya sama mama udah disini, kenapa nenek masih gak bangun?"
Yaya menatap mata yang masih tertutup itu kemudian ia mengusap pelan surai yang sudah memutih itu dengan pelan.
Tanpa raya sadari sang ibu masuk kedalam ruangan nuansa putih itu dan mengusap punggungnya.
"Nenek bakal sembuh kan mah?" Lirih raya pelan sambil menahan air mata yang hendak keluar dari pelupuk matanya.
Mama yaya menangis pelan. Dan mengangguk ragu. Ia tidak yakin dengan semua itu setelah mendengar penjelasan dokter tadi. Namun ia terpaksa harus membohongi anaknya agar tidak merasa terpukul.
"Kamu pulang sama aldo ya, nanti nenek biar mama sama tante dias yang jaga."
"Tapi yaya mau disini aja mah."
"Yaya dengerin omongan mama dulu ya, mama mohon." Yaya yang mendengar itu terpaksa mengangguk meski ia enggan.
"Aldo udah nunggu kamu didepan." Yaya pun menghampiri sepupunya itu.
Ketika yaya membuka pintu tatapannya bertemu dengan tatapan sayu dari sepupunya itu. Tanpa babibu yaya memeluk sepupunya sambil menangis.
"Nenek bakal sembuh kan al? Nenek bakalan bangun kan?" Tangisan yaya tak mampu lagi ia bendung, sweater hitam yang dipakai Aldo pun basah akibatnya.
Aldo menepuk pelan punggung sepupunya untuk menenangkan. "Nenek bakalan bangun kok. Udah dong lo jangan nangis. Ini kaya bukan yaya yang gue kenal." Ujar aldo sambil mengusap kedua air mata raya.
"Aldo dua minggu yang lalu sebelum gue pindah ke jakarta nenek baik-baik aja. gue masih pelukan, becanda. Kenapa nenek tiba-tiba langsung koma gini?"
"Nenek sempet sakit pas lo pindah ke jakarta. Waktu gue mau inisiatif ngasih tau lo, nenek bilang jangan karena dia ngerasa itu cuman demam biasa. Tapi makin hari kondisi nenek makin parah. Waktu kita usulin buat dirawat dirumah sakit, nenek tetep nolak dengan kekeh. Sampe akhirnya papa kirim dokter pribadi buat cek nenek setiap hari. Dan saat gue dan yang lainnya mau ngabarin kalian, nenek tetep bilang jangan. Sampai akhirnya nenek pingsan pas lagi jemur sama dokter dan gue. Dan pas nyampe rumah sakit nenek dinyatakan koma. Gue bener-bener ngerasa bersalah karena gak ngasih tau lo, tapi gue terpaksa karena nenek menolak keras gue hubungin kalian saat itu. Nenek bilang dia gak mau nyusahin anak-anak sama cucu-cucunya lagi."
"Salah gue juga kok. Waktu awal kepindahan gue dan keluarga emang sibuk banget buat ngurusin kepindahan dan sekolah gue. Yang sempet ada kendala waktu itu. Jadi kita gak sempet ngabarin bahkan telepon kalian dibandung." Yaya benar-benar amat sangat merasa bersalah.
"Jangan menyalahkan diri lo Yaya. Ini semua udah takdir. Lebih baik kita berdoa supaya nenek diberikan kesembuhan."
Yaya mengangguk. "Amin."
∆∆∆
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
PANTHEO (ON GOING)
Teen FictionClaraya tidak menyangka awal disekolah barunya sudah mendapatkan masalah. pertemuan tidak sengaja dengan lelaki bernama pantheo imanuel adalah awal masalahnya dimulai. jika dari awal dia tahu siapa itu pantheo imanuel, mungkin ia akan berpikir serib...