5. Kumpulan anak-anak spesial

8 3 2
                                    

"Kalo mau duduk bilang dulu kali! " Ujarku.

"Bangkunya bukan punyamu"

"Ya emang, tapi aku yang  mindahin bangku ini kesini"

"Nggak ada yang nyuruh kamu buat mindahin bangku ini kesini" Aku berdecak mendengar ucapannya barusan, dasar nggak mau kalah!

Setelah itu kami hanya diam tanpa ada yang bersuara. Hingga kemudian pertanyaan yang terlontar darinya membuatku menoleh kepadanya.

"Kamu lagi pms? " Tiba-tiba banget nannya begituan?

"Pms atau enggaknya aku, itu bukan urusanmu"

"Kayaknya bener, makanya jadi galak kayak macan betina" Ujarnya, Aku mendengus. Merasa kalau dia sok tau dan asal menebak.

Kemudian, dia tampak mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Dan benda itu adalah sebungkus rokok, lengkap dengan korek apinya. Waktu dia ngeluarin sebatang rokok dari bungkusnya, aku enggak bisa tahan lagi buat enggak ngelarang dia.

"Kalau mau merokok jangan di sini, cari tempat lain aja" Ucapku. Dia nggak menanggapi, justru terus melakukan kegiatannya yang berpotensi terkena sanksi jika ketahuan.

"Atau nggak usah merokok sekalian, bikin udara makin tercemar aja" tambah ku.

"Merokok atau enggaknya aku, itu bukan urusanmu" Sahutnya, meniru ucapanku barusan.

"Dih! Dasar enggak kreatif! "Seruku.
" Tapi itu jadi urusanku, karena kamu lagi ngerokok tepat di sampingku, dan aku enggak suka! Dan lagi, kamu bisa kena poin kalau ketahuan" tambah ku.

Hal ini kadang suka muncul di otakku secara tiba-tiba. Bukannya mau ngerendahin cowok nih ya, tapi kan cowok terkenal sama ungkapan 'cowok lebih ngandelin logika dari pada perasaan'. Terus kenapa mereka enggak pakai logika dulu sebelum merokok? Padahal di bungkus bagian depannya sudah tertulis jelas kalau rokok membunuhmu, terus kenapa malah di lanjutin?

Dan enggak jarang, kadang anak yang di bawah umur pun sudah ikut-ikutan. Tentu saja semua itu enggak lepas dari peran orang tua dan lingkungan sekitarnya. Mereka bahkan mungkin belum tahu betul betapa bahayanya merokok.

Selain itu yang terkena dampaknya bukan hanya si perokoknya aja, tapi yang enggak merokok pun juga ikutan kena. Karena faktanya, asap rokok lebih berbahaya dari rokoknya itu sendiri.

"Yang enggak suka kamu bukan aku, jadi bukan urusanku. Lagian juga nggak bakalan ketahuan kalo kamu nggak bilang"

"Yang duluan di sini aku, Yudha. Jadi seharusnya kamu yang pergi!" Dia mengedikkan bahu acuh, dan melanjutkan aktivitasnya.

"Aku enggak mau pergi, kamu aja sana!"

Sayudha Wilasa, dengan berat hati harus ku akui kalau dia itu temanku, ralat, mantan sahabat. Atau mungkin masih sahabat(?) 

Kami bertemu saat Sekolah Dasar, dan kebetulan aku sempat satu kelas dan cukup dekat dengannya dan juga sahabatku satu lagi. Tapi kemudian waktu Menengah Pertama kami enggak satu sekolahan lagi.

Aku ingat betul, dia dulu anak yang rajin, pandai, penurut, dan juga pendiem. Pokoknya baik deh, enggak tahu kenapa dia jadi kayak sekarang. Dari semua sifat baiknya itu , hanya sifat pendiam yang masih bertahan. Mungkin ada sesuatu yang mempengaruhinya? Karena dulu seingatku dia pernah bercerita tentang keluarganya yang nggak sama dengan keluarga pada umumnya.

Nyatanya, dia enggak mendengarkan omonganku tadi. Dan melanjutkan aktivitasnya dengan nyalain rokok tepat di sampingku. Aku mengambil bungkus rokok yang berada di antara kami berdua. Dia melihatku sekilas, "Mau ngapain? " Tanyanya, terlihat seperti agak waspada. Tapi enggak ku hiraukan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SECRET LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang